Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Gone
Wajah Leon mendadak bersemu merah saat menyadari ada seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang. Saat matanya teralih menuju kepalan tangan yang melingkar di pinggangnya, bibir Leon terangkat, senyum yang menunjukkan lesung pipinya terlihat jelas.
Mengangkat tangan untuk membelai pergelangan tangan mungil dengan gelang berwarna emas melingkarinya, "sayaaang, kenapa sih sampai sekarang masih buat aku berdebar," ucap Leon.
Wajah sosok berambut sebahu di belakang Leon tak tersenyum, dan hanya mengeratkan pelukan di pinggang Leon. Tapi Leon perlahan merasakan punggungnya panas, sosok itu menangis di belakangnya.
Diam, keduanya hanya terdiam. Begitu hening hingga suara mesin pendingin udara, dan tetesan air di wastafel kini mendominasi ruangan apartemen Leon.
"Leon, Leon, LEON," teriak Mingi sambil mengguncang tubuh Leon yang sedang tertidur di dalam mobil.
"Mau sampai kapan kamu begini?" tanya Mingi tanpa basa-basi seolah tahu apa yang sedang dialami Leon dalam khayalannya.
"What do you even know!" sengak Leon.
"Right, I don't know anything, but one thing for sure, I've lost my best friend since 3 years ago. Kamu cuma enggak pengin bangkit, kamu menghidupkan dia yang bahkan enggak tahu keberadaannya dimana sekarang," kata Mingi emosi.
"Just back to your sense Leon, it's fu**king 3 years," teriaknya.
Leon hanya terdiam mendengar teriakan sahabat sekaligus manajernya itu. Karena semua yang dikatakan Mingi benar adanya. Dalam diamnya, Leon kembali merasakan sakit dari dalam dadanya.
You
"Leon!" panggil seorang bermata cokelat lari kearah Leon, wajah Leon yang awalnya mengeras tampak melembut saat matanya bertemu dengan pemilik mata cokelat itu. Ekspresinya mirip seekor anak anjing yang menemukan induknya.
Dengan mulut diruncingkan, Leon mengadu "sayang, kenapa lama, aku digangguin anak-anak ini," kata Leon dengan suara manja meminta pembelaan.
Seakan sudah hapal dengan watak kekasihnya, sosok bermata cokelat itu kemudian melirik ke arah anak-anak kecil yang sibuk bermain tamagotchi. Dia tahu belum lama ini hewan digital Leon mati.
Tak perlu berkata banyak, sosok itu meraih lengan Leon, mengelus punggungnya yang lebar dan kekar.
"Sayang, ayo pulang," ucapnya sambil memperlihatkan tamagotchi baru untuk Leon.
Mata Leon berbinar menatap tamagotchi edisi terbatas itu. Leon bahkan tak mau pusing bertanya bagaimana kekasihnya mendapatkannya, karena dia tahu, tak ada yang tak bisa dilakukan kekasihnya.
"Sayang, kamu sadar enggak sih, kamu terlalu manjain aku?" tanya Leon sambil meletakkan sendoknya di piring. Suaranya tak lagi terdengar manja. Suara tegas dan dalam itu tiba-tiba saja keluar dari bibir mungil Leon.
Duduk berhadapan dengan kekasihnya, Leon menatap kekasihnya yang sibuk mengaduk makanan di depannya. Leon memperhatikan hal itu, biasanya sang kekasih melakukannya saat ada hal yang membuatnya risau.
"Aku takut," ucap Leon lagi yang akhirnya berhasil membuat mata sang kekasih beradu dengan mata Leon.
(Cantik, kenapa dia bisa secantik ini, bahkan tanpa bicara, bahkan dengan tatapan sendu seperti ini) Leon hanya bisa memuji kekasihnya di dalam hati.
Keduanya terdiam, sampai suara mesin kopi yang baru selesai menyeduh kopi untuk mereka, membuyarkan pikiran Leon.
Leon spontan berdiri, mengambil gelas yang sudah berisi kopi. Tanpa Leon sadari, kekasihnya sudah ada dibelakang Leon, memeluknya.
Leon awalnya tersenyum, kembali meletakkan gelas kopi yang sudah dipegangnya, memilih untuk mengusap lembut tangan kekasih yang kini melingkar di pinggangnya.
"Kamu takut kenapa?" tanya sang kekasih dengan suara lembut.
Memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan sang kekasih, Leon membelai lembut p...