Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
DEAD CARRIER FRIEND
0
Suka
169
Dibaca

DEATH CARRIER FRIEND

“Seorang ibu hamil dan kedua anaknya ditemukan tewas di Distrik Khu Mueang, Thailand. Polisi menemukan banyak luka bekas tikaman di leher, dada, dan perut korban. Kasus ini ditangani oleh Kapten Thanakrit Leenuwat, wakil kepala investigasi kepolisian Hin Lek Fai.”

Nim Phailin menarik napas panjang. Mulutnya terus mengisap rokok untuk yang kesekian kalinya. Mata wanita itu menatap malas pada layar televisi yang sedang menyiarkan berita tentang kematian seorang wanita hamil. Sesekali dia melirik pada Asne Bom Nam, pria berbibir tebal itu masih tertidur pulas di ranjangnya. 

Nim bangkit dari duduknya, berjalan ke arah kulkas, meraih sekaleng bir, lalu melanjutkan langkahnya menuju dapur. Tangan berkulit putih mulus bak pualam itu meraih sebuah kantong plastik hitam. Dia membukanya sejenak dan memperhatikan beberapa barang yang ada di dalam kantong itu: sebuah pisau, topeng, jaket, sepatu, celana pendek, dan sarung tangan yang mengeluarkan bau anyir.

 Bercak-bercak darah terlihat jelas menempel pada barang-barang itu. 

Nim kemudian membakar semua itu di halaman belakang rumahnya. Dalam kobaran api, dia seperti melihat jelas bayangan Asne yang sedang mencium kening seorang wanita di depan sebuah rumah. 

“Wanita sialan itu seharusnya memang tidak pernah ada di dunia ini,” gumamnya seraya menghela napas panjang. Dia berulang kali menggaruk kepala yang terasa berat, seolah-olah ada ribuan benang sedang mengikat otak dan jaringan-jaringan dalam kepalanya. Hatinya seperti sedang dijejali oleh bara api.

***

Asne berangkat ke kantor seperti biasanya. Pria itu masih bersikap seperti hari-hari sebelumnya. Dia bangun, mandi, menyapa Nim, menghabiskan sarapan, mengecup kening wanita di hadapannya, lalu berangkat menggunakan mobil sedan putih pemberian Nim beberapa bulan yang lalu. 

Selepas keberangkatan Asne, Nim lantas bersiap-siap untuk pergi ke rumah salah satu sahabatnya. Selain ingin membuang kejenuhan, dia juga berharap jika kepergiannya kali ini bisa merangsang otaknya untuk menemukan solusi dari semua masalah yang telah terjadi.

Sebelum pergi, Nim lebih dulu bercermin. Untuk beberapa saat, dia mengamati lekuk tubuhnya. Kulit putih mulus, dada besar, pinggul kecil, mata sipit, dan wajah oval khas keturunan Chinese itu dibalut dengan tanktop hitam berlapis blaser silver, dipadukan dengan rok mini hitam dan heels l0 sentimeter. Membuat tubuhnya kian terlihat semampai.

 

Dia tersenyum sambil sesekali mengibaskan rambut panjangnya. “Aku sempurna. Aku cantik. Aku punya segalanya. Lalu, apa sebenarnya yang dia cari dari wanita sialan itu?”umpatnya dalam hati. 

Nim berusaha menenangkan diri. Kali ini, dia harus menemukan jawaban atas pertanyaan yang selama ini selalu menggantung di kepalanya.

***

Hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit, Nim sudah tiba di sebuah rumah sederhana. Seorang wanita berusia sekitar 38 tahun menyambut kedatangannya dengan senyum bahagia dan sebuah pelukan hangat. Wanita itu mempersilakannya masuk.Tak lain dia adalah Mei Lin, teman lama Nim sejak SMA.

“Bagaimana kabarmu, Nim? Sudah lama sekali kamu tidak mengunjungiku.” Lin berkata sembari menghidangkan secangkir teh.

“Aku baik, hanya saja memang sedang banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan,” jawab Nim sambil tersenyum. Namun, pandangannya jelas tertuju pada sebuah foto keluarga si pemilik rumah yang terdiri dari pasangan suami-istri dengan dua anak mereka. Wanita dalam foto itu terlihat sedang memegangi perutnya yang membuncit. 

“Kamu hamil lagi?” tanya Nim seraya memperhatikan pria dalam foto itu secara saksama.

“Ya, begitulah. Suamiku ingin sekali memiliki banyak anak, jadi aku memberikannya.”

“Bukankah kamu sudah kerepotan mengurusi rumah dan dua anakmu?” tanya Nim.

“Itu memang benar, tapi bukankah aku harus bisa membahagiakan suamiku? Aku tak ingin dia berselingkuh hanya karena tak mendapatkan apa yang dia inginkan.” 

Nim menanggapi ucapan sahabatnya itu dengan anggukan pelan. Kemudian, dia segera memberikan bingkisan berisi kue dan beberapa minuman ringan yang dibawanya.

Selama berbicara dengan Lin, diam-diam Nim memperhatikan wanita itu. Setelah hampir dua tahun tidak bertemu, nyatanya temannya tak banyak berubah. Dia tetap sama seperti Lin yang dulu dikenalnya. Wajahnya masih cantik meski kantung matanya tampak sedikit menghitam, kulit putihnya kini terlihat sedikit kusam, rambutnya tak tertata dengan baik. Namun, meski hanya mengenakan kaus dan celana pendek biasa, hal itu sama sekali tak membuat kecantikan Lin memudar.

“Kenapa kamu terus memandangiku, Nim? Apakah ada yang salah?” tanya Lin yang membuat Nim tersadar dari lamunannya. 

“Ah, tidak ada. Kamu masih cantik, Lin. Sama sekali tidak ada yang berubah.”

“Bagaimana denganmu, Nim? Apa kamu sudah menikah sekarang?” tanya Lin. Dia terus berusaha untuk mengajak Nim berbicara meski kedua anaknya terus-terusan merengek. Mereka memintanya segera memotong kue pemberian Nim.

“Tidak, aku belum berpikir untuk menikah.” Nim menjawab, tetapi matanya fokus menatap dua anak yang sedang menyantap makanan yang dia bawa. Dia tersenyum, tiba-tiba saja hatinya dipenuhi rasa puas.

Di tengah pembicaraan itu, Lin mengatakan jika akhir-akhir ini kesehatannya sedang menurun. Dia meminta saran kepada Nim yang berprofesi sebagai dokter umum untuk memberikannya resep obat. Akan tetapi, Nim tak memberikannya. Wanita itu beralasan jika sedang tidak membawa kertas resep. 

Nim mengeluarkan beberapa pil dari tas dan memberikannya pada Lin. Dia mengatakan jika obat tersebut hanyalah multivitamin dan itu akan mempercepat penyembuhannya. Meski Lin sempat ragu karena tak dapat melihat jenis obat apa yang diberikan, dia tetap menerima saran sahabatnya itu. 

Beberapa saat kemudian, Lin merasakan kantuk yang luar biasa hingga akhirnya dia pun tak sadarkan diri dan jatuh ke lantai. Hal yang sama pun terjadi pada kedua anaknya, mereka terkapar di sofa setelah menyantap makanan dan minuman yang diberikan Nim. 

Setelah merasa semua aman, Nim pun memulai aksinya. Dia mendekati Lin lalu memandangi wanita itu selama beberapa saat. Nim tidak menyangka jika campuran zat-zat yang dia dapatkan dari situs jual beli di internet dapat berfungsi dengan baik. Dia mengeluarkan sebilah pisau yang sedari tadi ada di tasnya, lalu dengan segera menusukkan benda itu tepat di leher Lin. Hal itu terus dilakukan berulang-ulang. 

Nim tak lagi peduli saat darah dari tubuh Lin memercik ke arahnya. Hal yang sama dilakukannya pada kedua anak Lin yang baru berusia tujuh dan sembilan tahun itu. Bedanya, dia tak menusuk mereka sebrutal saat menusuk Lin. 

Setelah memastikan jika semua targetnya telah mati, Nim lantas meninggalkan tempat itu. Dia melangkah santai keluar dari rumah tersebut dan menutup pintu utamanya rapat-rapat.

Sebelum kepergiannya, Nim lebih dulu menghubungi anak buahnya dan berkata, “Bereskan mereka, sekarang juga!” 

***

Pagi itu begitu cerah. Nim terlihat asyik mengomentari beberapa status yang muncul di sosial medianya. Salah satu postingan yang lewat adalah dari akun Lin. Dengan penuh rasa penasaran, Nim pun membuka profil Lin yang ternyata kini sudah menikah dan memiliki dua anak laki-laki. Dia sama sekali tak menyangka jika temannya yang dulu kerap dianggap sebagai anak biasa saja dan terlahir dari keluarga sederhana, bisa menikah dengan Asne—putra wali kota Bangkok.

Dulu semasa sekolah, Nim sempat beberapa kali menyatakan perasaannya pada Asne, tetapi pria itu selalu menolaknya dengan alasan ingin fokus mengenyam pendidikan.

“Bagaimana gadis bodoh itu bisa mendapatkan Asne? Apakah dia menggunakan ilmu hitam?” gumamnya.

 Nim ingat betul bagaimana dulu Asne menolaknya di depan banyak orang. Dia merasa jika saat itu Asne sudah menjatuhkan harga dirinya sebagai wanita dari golongan atas. Dia merasa jika wajahnya lebih cantik dari siswa-siswi lain. Tubuhnya tinggi semampai dan langsing, kulitnya putih bak pualam, mata sipit, dan bibir ranum. Bahkan, orang tuanya pun menggadang-gadang jika kelak Nim bisa menjadi model papan atas.

 

Hal itu tentu saja mudah bagi Nim. Ibunya adalah seorang instruktur model, sementara ayahnya seorang pengusaha real estate terkenal. Dengan power yang mereka miliki, tentu saja mudah bagi Nim untuk bisa menjadi seorang model. Penolakan Asne menjadi puncak tujuan Nim untuk membuktikan jika dirinya kelak bisa merebut hati pria yang kerap dipuji sebagai bintang sekolah itu. Namun pada akhirnya, dia memilih untuk tidak menjadi model. Melainkan menjadi dokter.

Nim kembali memandang foto keluarga yang Lin pamerkan. Dia menatap potret Asne yang kini tampak makin gagah dan berwibawa. Dia lantas mulai menebarkan komentar di status-status Lin. Tak butuh waktu lama, berawal dari berbalas komentar dengan Lin, Nim berhasil mendapatkan informasi-informasi penting mengenai kehidupan mereka saat ini.

Nim

Kamu dan Asne sekarang tinggal di mana, Lin?

Lin

Aku tinggal Millioner’s Mile. Apa kamu ingin berkunjung?

Nim

Dengan senang hati. Kapan aku bisa berkunjung, Lin?

Lin

Kapan saja, Nim. Aku akan memberikan alamatnya.

Dari percakapan singkat itulah akhirnya Nim dapat mengetahui alamat Lin. Keesokan harinya, dia benar-benar datang. Namun, niat sebenarnya bukanlah untuk mengunjungi Lin, melainkan ingin melihat pria pujaan hatinya yang selama ini dia rindukan.

Sejak kunjungan Nim saat itulah dia makin mendekatkan dirinya pada Asne. Kali ini, pria tampan bertubuh tinggi itu sama sekali tidak menunjukkan penolakan terhadapnya. Bahkan, tanpa sepengetahuan Lin, keduanya kerap kali bertemu dan melakukan dinner romantis.

 Perlahan-lahan, perasaan cinta pun mulai tumbuh di antara keduanya.

Asne benar-benar terpikat oleh kecantikan dan kemolekan Nim. Dia seakan-akan lupa jika dirinya kini adalah seorang suami dan ayah. Dia hanya berpikir bagaimana cara agar dirinya bisa memiliki Nim seutuhnya. Sementara itu, dalam benak Nim hanya ada satu tujuan, yaitu membalaskan dendam dan merebut yang dia rasa seharusnya menjadi miliknya.

Nim mendorong lembut dada Asne, membuat pria itu seketika jatuh telentang di ranjang. Kedua matanya menatap tajam pada wanita yang sedang duduk tepat di atas tubuhnya. Tatapan itu, jelas Nim paham apa artinya. 

 “Haruskah aku menciummu?” Nim berbisik lembut lantas menggigit cuping telinga Asne.

Asne menelan ludah, kedua matanya membara oleh kabut gairah. Kemudian, tanpa menjawab pertanyaan Nim, dia langsung memeluk wanita itu dan membalikkan posisi mereka. Dia mengungkung tubuh molek Nim dengan tubuh gagahnya. 

Senyuman Nim melebar saat Asne memburu bibirnya dengan ciuman liar. Dengan cepat, dia membalas sambil terus menggiring Asne untuk lebih tenggelam dalam permainannya.

Beberapa jam berikutnya, Nim sudah ada dalam pelukan Asne. Keduanya sama-sama hanya tertutupi selimut tebal, saling memberi kehangatan lewat kulit. 

“Apa kamu menyesal?” Nim bertanya sambil membelai dada bidang Asne.

Pria itu lebih dulu memberinya sebuah ciuman lama di kening, seolah menyalurkan cinta yang semu bercampur hasrat memburu. “Tidak, sepertinya,” jawabnya pelan.

Nim tersenyum kecut. “Asne, aku selalu tidak pernah puas dengan sesuatu yang main-main.” Senyumannya makin melebar, tetapi kali ini amat misterius.

Asne terdiam. Tatapannya menerawang jauh, seolah sedang ada pergolakan batin di dalam dirinya. Nim melihat itu, dan jelas tidak akan membiarkannya begitu saja. Jadi, dia membawa tangannya untuk membelai rahang tegas Asne, menuntun pria itu menoleh ke arahnya, lalu mencium bibir tebal Asne dengan lihai.

Napas Asne memburu. Nim melebarkan senyum. 

“Asne, kamu ingin aku?” Nim membelai bibir tebal Asne. “Atau, kamu ingin yang lain?”

Kedua mata Asne bergerak-gerak, sementara bibirnya terkatup rapat. 

Di balik senyumnya yang kian melebar, Nim menelan kenyataan pahit. Bahwa, Asne masih ada di ambang keraguan. Namun, dia tahu apa yang harus dilakukan.

 

'Asne, aku akan membantumu memilih, tapi kupastikan kamu hanya akan memilihku.'

 

Semarang,13-9-2025

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Agamotrop
Takiyara Tayee
Novel
Pelangi Merah Putih
Fevyannin Kivlanella Fathiaz
Novel
ZETA
Pukul Sepuluh Malam
Skrip Film
Marriage Ark Made of Paper
Lindaw
Skrip Film
MOMO
Gus Selviana
Cerpen
Bronze
PELARIAN
Iman Siputra
Cerpen
Bronze
Sebelum Aku Pulang
WN Nirwan
Cerpen
Bronze
Jejak yang Tertinggal
Mister S
Cerpen
Bronze
Sepotong Ingatan
Renaldy wiratama
Cerpen
DEAD CARRIER FRIEND
Venus Candrika
Novel
Ketika Kau Tak Bersama Siapapun
Ayeshalole
Skrip Film
A Better Day
Arum Gandasari NK
Skrip Film
Cincin Tunggal (Script Version)
Okia Prawasti
Skrip Film
Cahaya Diani
Andriyana
Flash
Bronze
Controlled.
Damia Nur Shafira
Rekomendasi
Cerpen
DEAD CARRIER FRIEND
Venus Candrika
Cerpen
Bronze
BISING
Venus Candrika