Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Tidak pernah terlintas sedetik pun dalam pikiran Burhan, bahwa dia akan mengalami kejadian mistis yang meninggalkan trauma dan cukup sulit untuk dilupakan.
Ditambah lagi dengan profesinya sebagai penjual dawet, dia tetap harus berangkat ke pasar pagi buta sebelum ayam berkokok, dan kejadian serupa mungkin bisa kembali terulang.
Namanya adalah Burhan, laki-laki paruh baya, berusia lebih dari kepala lima. Sehari-hari, dia menjajakan dawet hitam di sebuah Pasar di daerah Jogjakarta.
Rumahnya sendiri berada di wilayah tetangga, dan setiap hari dia menempuh perjalanan kurang lebih 70 kilometer.
Semua dilakukan Burhan demi menghidupi anak istri, namun siapa sangka, setelah puluhan tahun berdagang, baru kali ini dia mengalami nasib apes.
***
Jarum pendek jam di dinding rumah Burhan menunjuk angka 3, sementara jarum panjangnya berada di bawah angka 2. Tetapi Burhan sudah menyiapkan semua keperluannya untuk berangkat mencari rejeki.
"Buk, Aku tak berangkat saja sekarang," pamit Burhan kepada istrinya yang masih nampak sibuk di dapur.
"Hlo, mbok nanti dulu Pak, belum sarapan juga to," kata Istrinya dengan nada memelas.
"Wes gapapa, sarapan iku gampang, di pasar nanti tag beli bubur," kata Burhan tetap bersikukuh.
Yanti, istri Burhan pun tidak bisa berbuat banyak. Dia menjabat tangan suaminya dan mendoakan sang kepala keluarga agar selamat sampai tujuan.
Mengendarai motor Supra dengan keranjang dengan muatan satu gentong cendol dan segentong air santan, membuat Burhan tidak bisa memacu kendaraan dengan cepat.
Tapi setiap hari memang selalu seperti ini, dan Burhan cukup menikmati momen perjalanan dari rumah menuju pasar yang hampir memakan waktu 1,5 jam lamanya.
Pagi ini Burhan tidak punya firasat apapun, dia hanya merasa cuaca agak lebih dingin dari biasanya. Beruntung dia membawa kain sarung yang dibungkuskan pada lehernya, setidaknya bisa membuat bulu kuduknya tidak terlalu merinding karena dingin.
Tidak terasa Burhan sudah masuk ke wilayah Jogja, dan perjalanan ke pasar tempatnya jualan hanya perlu waktu kurang lebih 30 menit saja.
Namun dia cukup kaget karena sesosok pria tiba-tiba melambaikan tangan kepadanya. Pria itu berdiri di bawah tiang lampu, depan gerbang sekolah dasar.
"Jualan dawet ya pak?" kata pria itu dengan lihir.
"Iya mas," sahut Burhan dengan sedikit ragu. Dia tidak berfikir hantu, tapi lebih takut kalau orang ini punya niat buruk.
"Kebetulan saya butuh dawet buat acara selamatan 7 bulanan anak saya pak, saya pesan ke bapak saja, besok saya tunggu di sini, ketemu lagi, ini saya bayar dulu buat DP," kata pria itu.
Burhan pun hanya menganggukkan kepala tanda setuju dan menerima uang 200 ribu dari tangan pria itu, tangannya terasa cukup dingin dan membuat Burhan agak menjingkrak.
Pria itu hanya tersenyum kecil dan pergi berlalu mengendarai sepada motor tanpa meninggalkan nomor telepon untuk dihubungi. burhan sempat berfikir apakah ini penipuan, tapi dia tahu betul uang yang diserahkan asli. Dia pun merasa aneh karena ketika menatap mata pria itu seperti terhipnotis dan hanya bisa mengiyakan apa yang dikatakan olehnya.
***
Setelah pertemuan dengan pria misterius di depan sekolah dasar kemarin. Pagi ini rutinitas Burhan kembali di mulai. Tapi dia sudah menyiapkan pesanan pria yang mencegatnya di tengah jalan, dibantu oleh istrinya.
Meski sempat ragu, Burhan memantapkan hatinya dan membuatkan dawet pesanan pria itu dan tidak mau berfikiran negatif.
Dawet-dawet sudah dikemas dalam plastik agar lebih mudah diberikan. Pria itu tidak menyebutkan secara rinci berapa jumlah pesanan, tapi Burhan berinisiatif membawa 100 bungkus.
"Sudah semua Buk? Bapak tak langsung berangkat, takut sudah ditungguin," kata Burhan yang langsung menjulurkan tangan kepada istrinya untuk berpamintan.
Burhan pun memacu motor miliknya dengan tidak tergesa-gesa, sama seperti biasanya. Di tempat pertemuan yang sudah disepakati, dia melihat pria pemesan dawet menunggunya di atas motor. Pria itu nampak sudah rapi mengenakan baju koko dan sarung lengkap dengan peci.
"Ah, mungkin ini acara selamatannya pagi-pagi," kata Burhan dalam hati.
Pria itu pun meminta Burhan untuk mengikutinya ke lokasi kenduri selamatan. Burhan di bawa masuk ke dalam desa dengan jalan yang berkelok dan minim penerangan.
Setelah berkendara hampir 20 menit, pria itu berhenti di sebuah rumah, di sana tampak sudah banyak laki-laki duduk bersila, membentuk sebuah barisan rapi.
"Monggo pak, duduk di sebelah sini, nanti sehabis doa-doa, dawetnya bisa langsung dibagikan saja," kata pria itu kepada Burhan.
Burhan pun menuruti saja tanpa berkata apa-apa. Namun dia merasa cukup janggal karena orang-orang hanya diam tanpa banyak bicara dan wajah mereka semua pucat.
Tidak terasa waktu berlalu cepat sembari Burhan membagikan dawet kepada peserta kenduri satu per satu, sesuai permintaan sang tuan rumah.
Samar-samar terdengar suara adzan subuh berkumandang, Burhan yang tadinya sibuk membagikan dawet pun menjadi mematung.
Tubuhnya seolah tidak bisa bergerak, hanya bola matanya saja yang bisa melirik ke kiri dan kanan. Tepat di hadapannya sebuah makam baru yang masih tertimbun dengan tanah dengan papan nisan kayu yang masih bisa terbaca dengan cukup jelas.
"K..K...Kuburan, kog bisa aku di sini, b..b...bukanya tadi aku sama mas itu lagi di acara genduren ya," kata Burhan dalam hatinya. Suaranya hampir tak bisa keluar sedikit pun.
"Pak..Pak, kog njenengan bisa disitu kenapa, pun disitu saja pak, saya tak masuk ke sana" kata seorang warga sekitar yang kebetulan melintas dan mendapati Burhan berdiri terpaku di depan sebuah makam.
"Monggo Pak saya bantu keluar," ujar pria itu.
Burhan nampak seperti orang lingung dan tak tahu mau berkata apa. Orang itu pun memperkenalkan diri dan memberikannya segelas air minum.
"Saya Udin pak, warga sini. Tidak usah takut, sudah aman Pak, minggo minum dulu biar lebih tenang," katanya.
Tak berselang lama, datang warga lain ke depan kuburan tempat Burhan ditemukan dan membantu mengeluarkan sepeda motor sang penjual dawet dari dalam kuburan.
***
Burhan yang masih lemas dan tidak percaya dengan apa yang telah terjadi kepadanya, dibawa ke sebuah rumah oleh Udin.
Rumah itu adalah tempat tinggal sosok pria yang memesan dawet kepadanya. dari keteragan keluarga, Burhan menjadi tahu bahwa pria yang memasan dawet kepadanya itu sudah meninggal seminggu lalu.
Katanya dia mengalamai kecelakaan di jalan raya depan sekolah dasar, karena berniat mencari dawet untuk istrinya yang hamil.
Burhan pun menerima ganti rugi uang atas dawetnya, dan dia pun diantarkan pulang ke rumah naik pick up oleh warga sekitar.
Pihak keluarga juga mengucapkan permintaan maaf kepada Burhan, namun Burhan hanya mampu mengangguk, tanpa bisa mengelarkan sepatah kata pun kepada mereka.