Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Dalam Tidur
2
Suka
1,793
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Malam itu di ruang otopsi berbau aneh tersebut hanya ada empat orang saja. Seorang dokter tua berperawakan pendek dengan janggut yang memutih dan kepala botak, seorang asistennya yang menjadi satu-satunya wanita di sana, seorang petugas forensik muda yang baru bekerja tiga bulan sebelumnya, baru saja ia lulus kemarin kemudian langsung dihadapkan dengan "keindahan-keindahan" ini, dan di pojok dekat pintu berdirilah pria paruh baya berpakaian kaos polisi. Si polisi ini nampak gelisah, wajahnya ia tutupi dengan tangannya yang hampir sepucat porselen. Sebuah jenazah korban kecelakaan baru saja tiba malam ini dengan kondisi mengenaskan. Lebih tepatnya yang paling mengenaskan pada bulan ini setelah kecelakaan di bawah jembatan tak jauh dari sini. Si petugas sesekali menoleh ke arah polisi tersebut dengan tatapan iba, tetapi ia diam saja dan harus profesional dengan pekerjaannya kali ini.

Tiba-tiba terdengarlah suara langkah kaki dari luar, santai tetapi tegas. Si dokter forensik tersebut menoleh ke arah pintu begitu suara tersebut mendekat.

“Saya masuk, ya?” ucap suara dari balik pintu, seorang lelaki yang memegang kamera sambil menunjukkan kartu akses masuk setelah bicara begitu.

“Kamu lagi ternyata.” Kata si dokter forensik tua dengan nada bosan.

Sepertinya lelaki pembawa kamera itu terlalu sering menemuinya untuk membuat berita. Si wartawan nampak santai melenggang dan mulai sibuk memotret dari berbagai sisi yang menurutnya fotogenik.

“Bemper depannya hancur? Benar begitu?” Si wartawan mulai membuka catatannya.

Si petugas muda dengan canggung menunjuk ke arah si polisi muda di dekat pintu, “Anu, dia pak saksinya.”

Si wartawan yang paham keadaannya pun segera menepuk bahu si petugas dan melanjutkan pekerjaan mereka. Lantas polisi paruh baya itu lantas keluar diam-diam saat mereka sibuk kembali. Begitu di luar ruangan ia hanya menarik napasnya sebanyak mungkin.

“Bagaimana saya bisa meninggalkannya?” Ia mengacak rambutnya dengan kasar, frustrasi akan keadaaan. Ia lalu mengambil sebatang rokok dari sakunya dan menyulutnya dengan api kecil dari koreknya.

Jam menunjukkan pukul dua pagi terlihat dari jam dinding diantara ruangan otopsi dan kamar jenazah di sebelahnya. Pengalaman barusan itu, baginya jauh lebih menakutkan dari apapun apalagi terjadi di depan matanya sendiri. Tak ada seorang pun di jalan waktu itu, hanya dirinya saja yang menjadi saksi. Ia ingat dengan gemetaran mengambil ponsel untuk menelepon teman-teman polisinya. Selanjutnya ia duduk di kursi belakang mobil mereka dan belum mengatakan apa-apa hingga sekarang. Mendadak mulutnya terkunci begitu saja. Sial. Biasanya dialah yang mencari informasi, tetapi kini informasi itu tak mampu terucap sama sekali darinya saking mengejutkannya kejadian itu.

Mulutnya sekarang mulai terasa pahit, tubuhnya sedikit menggigil meskipun malam ini sebenarnya cukup panas menurut ramalan cuaca. Ia tak mau dekat-dekat ruang otopsi itu lagi untuk sementara ini. Kakinya lalu berjalan lagi menjauh dari sana dan pergi menuju tenda angkringan di depan kantornya. Tempat itu masih ramai walaupun telah dini hari. Ketika mendekati tenda oranye tersebut ia berhenti sejenak karena mendengar sebuah pembicaraan.

"Lihat mobil ambulan tadi, nggak?" Seorang bapak bersarung yang duduk di kursi panjang memulai pembicaraan, "Kalau lampunya mati pasti dalemnya sudah nggak ada."

"Iya, kosong pak!" sahut si ibu gendut berdaster biru yang sedang mencuci gelas dengan nada kesal, meski begitu dari sorot matanya terlihat bahwa ia tidak bisa menyembunyikan rasa takut.

Sementara itu segerombolan anak muda yang sepertinya mahasiswa perantau pun cuma asik dengan gawainya masing-masing, sepertinya mereka sedang memainkan game online. Si polisi yang masih berdiri di luar tenda makin mengurungkan niatnya untuk ke sana karena percakapan tersebut malah makin buruk.

"Katanya muka jenazahnya hancur." Lanjut si bapak bersarung.

Sudahlah hilang nafsu makannya, hilang pula rasa ingin minum kopinya. Polisi paruh baya itu langsung berjalan menyeberang dan kembali ke kantornya begitu percakapan mereka makin ngalor ngidul. Jam telah menunjukkan pukul setengah tiga pagi, parkiran kantor hanya berisi beberapa motor milik orang-orang di ruang otopsi tadi dan teman-temannya yang sedang shift malam. Ia lantas mengambil motor miliknya dan pergi dari sana.

Jalanan sangat sepi dengan pohon besar di kanan kiri yang nampak seperti bayangan. Beberapa lampu jalanan mulai berkedip tak berfungsi malahan ada yang mati. Sial, gerutunya dalam hati. Tak lama kemudian motornya berbelok ke sebuah jalanan kecil lalu masuk lagi ke dalam beberapa gang sempit. Tempat kumuh yang diramaikan oleh para pemuda mabuk. Sebuah kontrakan dengan banyak pot bunga menjadi tempatnya berhenti. Tanpa ba bi bu ia langsung mengeluarkan kunci dan masuk ke dalam sana.

Ruang tamunya gelap, dan ia memutuskan untuk berjalan agak mengandap-endap. Lalu sebuah tangan kecil dari kegelapan mencengkeram kuat lengannya.

"Bikin kaget aja!" serunya setengah terpekik.

Meskipun gelap, ia tahu kalau ini adalah dia. Wanita berbadan pendek, agak gempal namun begitu seksi. Sedikit meredakan ketakutannya sejenak begitu gumpalan empuk dada si wanita itu menempel saat memeluknya dari belakang. Wah, kalau begini sih dia mana bisa tahan. Segeralah ia merangkul wanita dan menggiringnya ke dalam sambil meremas pantat semoknya yang cuma bercelana pendek. Erangan demi erangan muncul mewarnai kamar sempit itu, sampai ketika ia menghentikan semuanya.

"Saya ingat sesuatu!" Katanya yang membuat si wanita setengah bugil itu cemberut.

"Lagi asik!"

Mendadak muka pria itu menatap kosong ke depan. Seperti tak seorang pun di dalam sana.

"Mas kenapa sih?"

"Pakai bajumu! Ayo kita pergi!"

Wanita itu memandang dengan serius, "Selama seminggu ini Mas memang aneh, kita mau ke mana lagi?"

"Kita ke hotel aja." Katanya sambil tersenyum.

Wanita itu yang tadinya cemberut langsung memasang muka bahagia. Ah, apalagi tiap main pasti hotelnya tidak main-main dan minimal bintang tiga. Mereka pun segera mengemasi barang-barang yang dibutuhkan dalam sebuah tas kecil dan segera berjalan ke luar kontrakan. Motor milik pria tersebut segera dimasukkan ke dalam karena mereka akan berjalan menggunakan sebuah mobil hitam mewah miliknya yang berada di parkiran umum dekat sini.

"Lanjut ya Mas." Kata si wanita berambut pirang itu dengan nada genit sambil melirik nakal.

"Hush, nanti."

Seperti biasa, pria itu tidak mau diganggu ketika sedang menyetir. Dirinya yang tak bisa diam saja pun hanya bermain ponsel, selfie sana sini dengan bibir dimonyong-monyongkan. Selama beberapa menit mereka terdiam, sampai akhirnya mobil mereka menyusuri jembatan. Ah, kasus sekitar dua minggu lalu. Sial, pria itu bergidik kembali.

"Ihh, ini kan angker sayang." Kata si wanita yang ikut bergidik, teringat kecelakaan yang sempat ramai.

Pria itu diam, namun sesekali tatapannya kosong. Tiba-tiba ia tersadar begitu terdengar suara tangisan kecil dari samping kirinya, tepatnya dari wanita itu yang sedang memandang ke luar jendela.

"Kenapa nangis?"

Kepala pirang wanita itu menoleh tajam ke arahnya dan menampakkan air mata yang merah. Muka wanita cantik tersebut berubah mendadak menjadi menyeramkan dengan darah yang keluar dari mata, hidung, dan mulutnya. Mukanya semakin hancur dan hancur.

"Siapa kamu?!" Pekik pria itu. Tangannya meraih ponsel dan menghubungi siapa saja sementara wanita menyeramkan itu mulai merayap di dashboard mobilnya.

"Tolooonggg...!!!"

Plak.

"Jangan bengong begitu. Biasa." Kata si wartawan yang memegang kamera itu sambil menepuk pundak si petugas muda tadi.

Mereka kembali melanjutkan pekerjaan mereka, sambil diiringi guyonan kecil yang dilontarkan si asisten wanita itu. Ah, jago melawak juga dia. Suasana kembali cair meskipun ditemani dua orang yang tergeletak tak bernyawa di ranjang besi. Si wartawan tersebut memutuskan untuk keluar dan menyalakan rokok sambil menunggu informasi lebih lanjut. Jam menunjukkan pukul setengah dua pagi. Tenggorokannya mulai kering, jadi ia memutuskan ingin ngopi saja di angkringan seberang jalan. Sesampainya di sana ia mendapati perbincangan serius dari dua pemilik angkringan tersebut.

"Lihat mobil ambulan tadi, nggak?" Seorang bapak bersarung yang duduk di kursi panjang memulai pembicaraan, "Kalau lampunya mati pasti dalemnya sudah nggak ada."

"Iya, kosong pak!" sahut si ibu gendut berdaster biru yang sedang mencuci gelas dengan nada kesal, meski begitu dari sorot matanya terlihat bahwa ia tidak bisa menyembunyikan rasa takut.

Wartawan tersebut langsung menyapa mereka dan duduk di sebelah si bapak bersarung, "Apa nih? Asyik bener ngobrolnya."

Ibu gendut itu menoleh ke arah sumber suara, "Duh, kalau ada Mas Rudi begini pasti ada berita gede ya? Eh pesen apa? Biasa?"

Wartawan tersebut mengangguk lalu menghabiskan puntung rokoknya sebelum mengambil sebatang lagi. Ibu gendut tersebut langsung membuatkan pesanan kopi hitam milik si wartawan yang sedang memencet-mencet hape bututnya.

"Tadi saya dengar dari temen saya, kejadiannya dekat yang kemarin itu, benar Mas?" tanya si bapak bersarung.

Wartawan tersebut mengangguk lagi.

"Katanya muka jenazahnya hancur." Lanjut si bapak bersarung.

"Hush! Bapak jangan nakut-nakutin!" Ibu gendut berdaster biru itu memasang muka takut.

Si wartawan lantas tertawa dan membuat guyonan untuk mencairkan suasana. Asap rokoknya lalu ia hembuskan keluar tenda sambil matanya menatap jalanan yang cukup lengang.

"Sudah, jangan diobrolin, itu urusan saya nanti di kolom berita." Kata wartawan itu sambil tersenyum penuh misteri.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@semangat123 : hantunya jangan diomongin, nanti dia....ahsudahlah hmmm, ini sih aslinya saya bikin terserah pembaca saja apa yang terjadi sebenarnya
Ya ampun, saya kira hantunya beneran muncul😰😰🤭
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Dalam Tidur
Nawala G.
Novel
Bronze
Putri Kiai yang Tak Berhijab
Yuli Yastri
Novel
Bronze
Tingkah Aneh Istriku
Diyah Islami
Novel
Bronze
(Misteri) Bunga Lily
Nia Purwasih Sanggalangi
Novel
HANTU PEGUNUNGAN
Faizal Ablansah Anandita, dr
Novel
Gold
Fantasteen Ghost Dormitory in Hiroshima
Mizan Publishing
Cerpen
Bronze
Aku Sendiri
Kemal Ahmed
Novel
Bronze
Tangisan Tengah Malam
Franciarie
Flash
Bronze
Ojek Online
Bakasai
Flash
MAHLUK ANEH
Reiga Sanskara
Novel
Susuk Wanita Malam
Annisa Novianti
Novel
ADA
Nunu
Novel
Gold
Fantasteen Double R
Mizan Publishing
Novel
PERJANJIAN
Tira Riani
Novel
Tales From the Beyond
Adri Adityo Wisnu
Rekomendasi
Cerpen
Dalam Tidur
Nawala G.
Flash
Bronze
Truth or Dare
Nawala G.
Novel
Kembalinya Sang Anjing Hitam
Nawala G.
Cerpen
Insomnia
Nawala G.
Novel
KALA SENJA
Nawala G.