Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Ciuman Pertama Candy Dicuri
0
Suka
1,275
Dibaca

Pagi ini perut Candy tidak bisa mencerna sarapan dengan baik. Ia memuntahkan tiga suap nasi yang menempati perut walau sebentar. Tampaknya Candy akan berangkat sekolah dengan perut kosong dan mengantongi uang saku yang telah disiapkan sang ibu di meja makan. Membaca catatan kecil yang lengket di kulkas, isinya adalah pemberitahuan bahwa ibunya akan lembur. Berarti nanti malam Candy akan menggunakan jasa pesan antar makanan dan menikmatinya sendirian.

Topik pembicaraan semalam bersama ayah dan ibunya adalah yang terburuk. Tentang perceraian. Sesungguhnya Candy sudah menduganya akan tetapi mendengarnya sendiri dari mulut ayah dan ibunya tetap saja menyakitkan. Nyatanya harapan berupa keharmonisan hubungan masih memercik dalam hati Candy.

Candy berangkat sekolah menaiki motor matic. Ia belum bisa menyetir mobil. Lagipula ibunya belum memberinya izin. Tapi ayahnya memperbolehkan. Tak jarang sang ayah mengajaknya keluar pada hari Minggu untuk mengajarinya. Juga mendatangi tempat-tempat yang Candy sukai. Terakhir, membelikan Candy hadiah satu set alat musik untuk mengisi studio barunya yang berada di rumah sang ayah. Meskipun sidang perceraian dijadwalkan tiga minggu kemudian, ayah dan ibunya sudah enam bulan lalu pisah rumah. Mereka berdua terlalu sibuk untuk mengurus perceraian hingga tertunda begitu lama. 

Sehabis memarkir matic Candy berjalan menuju kelasnya, menaruh ransel lalu merebahkan kepalanya ke meja. Hembusan napas Candy yang lelah membuat Ren, kawan sebangkunya tertarik untuk bertanya. Tidak hanya itu, wajah Candy juga terlalu pucat. Ren ragu tubuh Candy dalam keadaan sehat.

“Kamu sakit?”

Ren berhenti menyalin catatan. Ia memeriksa suhu badan Candy dengan menyentuh dahinya.

“Sepertinya.”

Candy lemas dan agak menggigil. Ren bangkit dan membantunya berdiri untuk diantar ke ruang kesehatan. Ketua kelas belum datang, Ren akan memberitahunya nanti untuk meminta ijin bahwa Candy tidak bisa mengikuti pelajaran pertama, kedua, dan mungkin sampai terakhir. Ren berencana menemani Candy sebelum pelajaran pertama dimulai.

“Tampaknya perawat Mary belum datang.”

Ujar Ren. Pintu ruang kesehatan masih tertutup namun tidak terkunci. Ren lantas membukanya.

“Bisakah kalian melakukannya di tempat lain?”

Pinta Ren datar kepada sejoli yang saling mencumbu bibir di ranjang ruang kesehatan. Candy tidak perlu bertanya-tanya siapa itu, adalah Blue dan Ana. Ini masih pagi dan ia sudah melihat adegan tidak senonoh di tempat yang dikhususkan untuk orang sakit.

“Oh, hai kawan! Candy, kau tampak kurang sehat.”

Sapa Blue usai melepas ciumannya pada Ana. Ana mendengus sebab merasa terganggu dengan kedatangan Ren dan Candy. Ia kira meminta Blue datang sepagi ini ke ruang kesehatan tidak akan ada yang bakal memergoki mereka, nyatanya tidak. Sebab ruangan itu memanglah tempat umum. Harusnya Ana menyeret Blue ke kamar mandi saja dan mencumbunya di sana.

“Diamlah!”

Ketus Candy. Candy tidak akrab dengan Blue meskipun satu kelas. Ia juga tidak berkeinginan mengakrabkan diri. Seorang lelaki seperti Blue sudah sepatutnya dihindari. Ia tidak butuh teman seperti Blue.

“Baiklah Nyonya Pemarah.”

Blue dan Ana sudah turun dari ranjang. Mereka keluar dari tempat itu. Ana membujuk Blue ke kamar mandi namun Blue menolak. Hasratnya telah padam. Blue kembali ke kelas dan meninggalkan Ana sendirian di lorong sekolah.

“Kau membenci Blue?”

Tanya Ren sembari mencari plester demam di lemari penyimpanan obat.

“Tidak.”

Candy memejamkan mata sampai ia merasakan dingin pada keningnya. Ren menempelkan plester penurun demam pada Candy.

“Lalu bagaimana dengan sikap tak ramah yang selalu kau keluarkan tiap bertemu dengannya?”

   “Aku tidak akrab dengannya. Bukankah itu wajar?”

Candy membela diri.

“Tentu saja tidak. Aku juga tidak akrab dengannya tapi aku tidak seketus itu.”

Candy terdiam. Ia jadi memikirkan tentang mengapa sikapnya tidak ramah pada Blue. Padahal Blue tidak pernah berbuat salah padanya. Menit-menit yang ia lewati untuk berpikir membuatnya mengantuk. Ia jatuh tertidur sebelum menemukan jawabannya. Ren pun menaikkan selimut Candy lebih tinggi dan membiarkan Candy istirahat. Terdengar suara bergemeletuk sepatu yang ternyata milik perawat Mary. Ren lantas memberitahukannya tentang kondisi Candy dan apa yang sudah ia lakukan.

“Kerja bagus Ren! Kamu bisa kembali ke kelas sekarang. Biar saya yang akan menangani sisanya.”

“Baiklah Perawat Mary.”

Ren lega setelah menyerahkan perawatan Candy pada ahlinya. Satu lagi yang perlu ia lakukan adalah berbicara dengan ketua kelas. Mungkin ia sudah berada di kelas sekarang, dan tengah membaca buku. Kegiatan yang setiap hari ia lakukan sebelum kelas dimulai. Semua orang di kelas hafal akan kebiasaan itu.   

***

“Kau terlihat seperti gadis manis ketika tidur. Tapi muka galakmu juga tak kalah menarik.”

Mata nakal Blue terus turun, mengamati dua belah bibir Candy. Ia menyukainya karena terlihat seperti buah plum. Blue menarik tangan kembali, tidak jadi menyentuh bibir Candy dengan jari-jarinya. Ia malah mendekatkan muka. Ingin merasakan bibir Candy dengan bibirnya. Awalnya hanya satu kecupan ringan, namun Blue berubah pikiran. Ciumannya menjadi lebih dalam, sebagaimana yang ia lakukan pada Ana pagi tadi.

“Akh!”

Keluh Blue. Bibir bawah Blue berdarah. Candy menggigitnya keras karena pelecehan yang dialaminya ketika tidur. Candy mengusap air liur Blue yang tertinggal di sekitar mulutnya. Perasaan jijik bercampur marah memenuhi dadanya. Ia duduk lalu berdiri dari ranjang dengan susah payah. Tubuhnya sempat oleng karena kepalanya masih pusing. Namun, Blue berhasil menangkapnya. Candy memanfaatkan sisa tenaganya dengan meninju dagu Blue keras. Mereka berdua sama-sama terjatuh.

“Kau manusia menjijikan. Aku benar-benar membencimu.”

Umpat Candy. Ia bangkit perlahan-lahan menaiki ranjang. Kepalanya makin pusing sebab pergerakan mendadaknya barusan. Ia tidak memedulikan buku-buku jarinya yang terasa nyeri. Kalau saja tubuh Candy tidak sakit, ingin sekali ia menghajar Blue habis-habisan. Satu pukulan baginya kurang untuk pelaku pelecehan seksual seperti Blue.

“Kau memang gadis luar biasa. Baru kali ini aku mendapat pukulan dari seorang gadis yang kucium.”

Blue tertawa sebentar. Menurutnya itu lucu. Tawa Blue makin membuat Candy berang. Ia lantas mengusir Blue dan mengancam akan berteriak bila ia tidak segera pergi.

“Lalu siapa yang akan menjagamu? Perawat Mary sedang melapor ke bagian keuangan.”

Beberapa obat di lemari penyimpanan habis. Itu sebabnya perawat Mary perlu memberitahukannya pada mister Lee.

“Kau yang pergi atau aku yang pergi?”

Pungkas Candy lelah. Matanya berair sebab tubuhnya terasa tidak enak. Panasnya belum juga turun dan kepalanya pening luar biasa. Rasanya Candy ingin menelpon ibunya untuk mengundangnya kemari. Kemudian merengek dan meringkuk di pelukan ibunya.

“Baiklah aku pergi.”

Meskipun berkata demikian, namun kenyataanya Blue tidak benar-benar meninggalkan Candy sendirian. Ia berdiri di depan ruang kesehatan, menunggu perawat Mary datang. Ia menyesal telah membuat Candy marah padahal ia sedang sakit. Ia menggaruk-garuk lehernya sendiri, memikirkan bagaimana cara meminta maaf pada Candy sampai waktu istirahat berakhir.

***

  “Maafkan aku!”

Tidak hanya membungkuk meminta maaf, Blue juga mengulurkan sebuket mawar hidup untuk Candy. Bila dipandang dari kejauhan, itu seperti adegan pernyataan cinta yang romantis. Murid-murid berhenti sejenak. Mereka menanti penasaran dengan jawaban Candy. Banyak dari mereka yang berharap Blue ditolak. Mereka menilai bahwa menyatakan perasaan di muka umum benar-benar memalukan dan kuno. Juga, mereka bakal senang bila menyaksikan wajah patah hati Blue. Blue si pemain wanita mesti mendapatkan balasan setimpal akibat perbuatannya. Candy menerima bunganya. Mata Blue melebar senang. Tubuhnya yang membungkuk segera bangun. Bunganya segar dan cantik. Aromanya juga membuat hidung Candy mengembang riang. Ia mengubah keputusan, tidak jadi membuang bunga itu ke tempat sampah.

“Ren, titip bunga ini sebentar.”

Kumpulan bunga mawar kini berada dalam pelukan Ren. Candy melompat lalu menendang perut Blue sampai lelaki itu terjatuh. Serangan mendadak itu rupanya belum membuat Candy puas. Ia melangkah maju, duduk di permukaan perut Blue lalu memukuli pipinya berulang-ulang. Bergantian kanan dan kiri. Blue tidak memiliki kesempatan untuk melawan. Atau ia sengaja diam? Ren sepertinya tahu bahwa Blue memang membiarkan Candy menghajarnya habis-habisan.

“Berhenti!”

Guru Harrison berteriak lantang dari kejauhan. Tergopoh-gopoh ia menghampiri Candy yang kini sudah tenang, meskipun napasnya masih ngos-ngosan. Candy mundur, menjauh dari tubuh Blue yang mukanya dipenuhi lebam. Guru Harrison membentak Candy, menyuruhnya menunggu di ruang konseling. Ia menggendong tubuh pingsan Blue setelah membubarkan kerumunan siswa.

 Blue mendesis kesakitan. Pukulan Candy sungguh tidak main-main. Ia meminta guru Harrison menurunkan badannya karena memalukan. Ia mengatakan akan menemui perawat Mary sendirian.

“Memastikan keadaan murid baik-baik saja pada perawat Mary juga merupakan tugas seorang guru, Blue. Kau tidak bisa menyuruhku pergi.”

“Aku baik-baik saja Guru. Lihat, aku bisa berdiri tegak.”

“Kata seseorang yang baru saja pingsan.”

Sindir Guru Harrison. Pengajar itu tetap mengantar Blue ke ruang kesehatan. Keadaan muka Blue yang tidak karuan membuat perawat Mary terkejut. Bagaimana bisa Blue sudah terlibat masalah pagi-pagi begini? Ia lantas menyuruh Blue berbaring. Mengompresnya terlebih dahulu dengan es yang terbungkus handuk. Amy, petugas yang bertanggung jawab akan kebersihan ruang kesehatan dan ketersediaan stok obat, masih belum kembali. Lantaran baru lima menit lalu ia pergi berbelanja ke apotek.  

“Guru, mengenai Candy, jangan beri dia hukuman terlalu berat.”

Mohon Blue. Kendati tengah memejamkan mata, ia tahu guru Harrison masih berada di sana.

“Khawatirkan saja dirimu sendiri, Blue. Bagaimana perawat Mary, apakah anak ini mengalami luka yang serius?”

“Tidak ada yang perlu dicemaskan Guru. Aku bisa berlari sepuluh putaran di lapangan basket sekarang jika Guru masih meragukanku.”

Blue risih mendengar nada cemas guru Harrison karena ia tidak serapuh itu. Pukulan Candy tidak akan membuatnya mati.   

“Diam, Nak. Kau sedang diobati.”

Balas guru Harrison lugas. Dan itu berhasil membuat Blue berhenti mengoceh.

“Untuk saat ini, pertolongan pertama adalah yang utama Mister Harrison. Perlu waktu untuk mengetahui apakah Blue mengalami luka serius atau tidak. Dan Blue, jika kau merasa ada yang salah dengan rahangmu, beri tahu aku.”

“Terima kasih perawat Mary.”

***

 

      

     

   

 

         

          

 

  

 

 

 

   

     

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Si Anak Yatim
Azmi1410
Komik
Coconut
Nisrina Nur
Skrip Film
KERETA
Panca Lotus
Cerpen
Janji Berbalut Hazmat
Muhammad Naufal Monsong
Cerpen
At The Crossroads of Love
Erdem Emre
Cerpen
Ciuman Pertama Candy Dicuri
Hary Silvia
Novel
Bronze
(Un) happy Marriage
Citra Wardani
Cerpen
Bronze
STUBBORNS
Anjrah Lelono Broto
Komik
Bronze
Cabe Super
Kocheng oren 12
Skrip Film
My Billionaire Grandpa
Sarniati witana
Skrip Film
Cerita Tentang Rasa
Embun RA
Flash
Bronze
Terang tapi gelap
ani__sie
Cerpen
Bronze
Karma Time
Herumawan Prasetyo Adhie
Novel
Bronze
Tentang Kita Hari Ini
Laberta Nauli
Novel
Bronze
Charming Twins
wardhanisofi
Rekomendasi
Cerpen
Ciuman Pertama Candy Dicuri
Hary Silvia
Cerpen
Zeus Telah Kembali
Hary Silvia
Cerpen
UITDF
Hary Silvia
Flash
Bronze
Jojo dan Jeje
Hary Silvia
Cerpen
MAMA TIDAK MEMBASMI NYAMUK
Hary Silvia
Cerpen
AAAAAKKKKKHHHHH
Hary Silvia
Flash
Bronze
Mila
Hary Silvia
Flash
DUA BERMUKENA
Hary Silvia
Cerpen
Brownies Dalu
Hary Silvia
Novel
Kepang Dua
Hary Silvia
Flash
BLUE EYES
Hary Silvia
Novel
Zaezaezoziezas
Hary Silvia