Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Thriller
Circus
3
Suka
1,337
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

"Aaahhh!!!"

Ribuan pengunjung pasar malam yang kelam itu berhamburan tak tentu arah keluar dari sebuah pertunjukan sirkus komedi dari kumpulan para "orang aneh" yang berubah menjadi sebuah pertunjukan horor rumah hantu yang senyata sebuah mimpi buruk di siang bolong.

"Aaarrgh!!!"

"Tidak! Tolong hentikan!"

"Maafkan aku."

"Ampun!"

"Ampuni kami."

"Tidak, bukan aku orangnya! Dia orangnya!"

"Kumohon hentikan."

"Tolong."

"Tolong! Tolong kami! Ada kumpulan orang gila mau membunuh kami!"

"Tidak ... kumohon, hentikan."

"Crot!"

"Crot! Crot! Crot!"

"Hhahahahahahahaha!"

"Terimalah ini! Matilah kalian semua orang-orang lemah!"

"Pecundang! Sampah! Tidak berguna!"

"Enyahlah dari hadapanku!"

"Pulanglah ke neraka!"

"Singkirkan wajah mesummu itu dari pandanganku!"

"Dasar lacur sialan!"

"Terimalah ini! Makan itu, perempuan murahan!"

"Aaahh ...."

"Huaaahhh!"

"Mati kau, bajingan!"

"Crot! Crot! Crot! Crot! Crot!"

"Bok! Bok! Bok! Bok! Bok!"

"Mati kalian!"

"Crot!"

"Ha ... ha ... ha ... ha ... ha ...."

"Apa kau sudah puas? Apa kalian semua sudah puas?"

"Ya ...."

"Terimakasih."

"Tuan."

Sabtu, malam Minggu, waktu yang tepat untuk menghabiskan akhir pekan bersama orang-orang tersayang, keluarga, kekasih, teman, sahabat atau ... hewan peliharaan.

Dan menonton sebuah pertunjukan sirkus terkenal di pasar malam menjadi salah satu pilihan.

Kenapa tidak? Kalian bisa melihat dan menonton sesuatu atau sekumpulan hal yang tidak akan pernah bisa kalian temukan di tempat lain, tentu saja kisah ini sebuah pengecualian.

Dalam dunia penuh keajaiban itu kalian akan menemukan segala hal yang ingin atau bahkan tidak pernah kalian inginkan untuk lihat secara langsung.

Iblis kecil dengan wajah tengkoraknya, anak durhaka yang dikutuk menjadi pasir, manusia setengah robot, raksasa dengan tinggi 50 meter, tidak, dia tidak akan muat di dalam sana, bocah albino bermata es, astronot gila, dan tentu saja, badut.

Kalian akan mendapatkan itu semua hanya dengan satu buah tiket masuk, tidak ada pengembalian uang, tidak ada jalan pulang, dan ditambah berbagai bonus tambahan dari yang mulia Baginda Raja berwajah merah, sang pemilik dan penguasa sirkus beserta aset-asetnya, Lord.

Serahkan uangmu dan dia akan memberimu segalanya.

Buka matamu, injakan kaki-kakimu memasuki tenda berwarna merah dan lihatlah fantasi yang menjadi nyata.

Jangan pernah berkedip atau kau akan menyesal.

Pastikan kedua bola mata itu menyerap semua sajian yang tersedia. Biarkan otakmu mencerna semuanya hingga kau tidak akan pernah bisa berhenti terpesona.

Datanglah dan nikmati pertunjukannya.

Dan, selamat datang di sirkus.

"Wow ...."

"Ayah, ibu, ayo kesana!"

"Ayo lihat itu!"

Seorang bocah berusia lima tahun terlihat menjatuhkan permen kapasnya di atas tanah berlumpur dan menarik-narik celana jeans ayahnya sambil merengek-rengek meminta, atau memaksa, kedua orang tuanya untuk mengajaknya menyaksikan sebuah pertunjukan "sirkus terhebat yang pernah ada".

"Ayo! Ayo! Cepat!"

"Iya, iya, sebentar."

Keluarga kecil itu akhirnya melangkahkan kaki mereka melewati tanah lapang yang becek karena hujan sore hari tadi di bulan Oktober.

Di bawah pancaran sinar dari sang rembulan yang remang-remang, yang tersesat dalam kabut kegelapan malam, kumpulan manusia yang beraneka ragam itu berbondong-bondong menjejali pintu masuk dari sebuah tenda raksasa berwarna merah di tengah-tengah kepungan berbagai macam permainan dalam pasar malam yang gelap.

"Selamat datang," sapa salah satu petugas wanita berparas cantik dengan sebuah senyum yang mengembang pada wajah mungilnya.

"Wah ... sepertinya keren. Aku tidak pernah melihat sirkus sebelumnya."

Seorang remaja laki-laki berumur 20 tahunan dengan sebuah topi bisbol di atas kepalanya terlihat begitu bersemangat saat memasuki arena bersama teman-temannya.

Semua penonton sudah berada di tempatnya masing-masing, seluruh tiket terjual habis dan pertunjukan akan segera dimulai.

"Tuan-tuan dan nyonya-nyonya! Terimakasih sudah datang dan memadati istana fantasi ini, dan tentu saja menyerahkan uang kalian kepada kami. Dan untuk membalas kemurahan hati kalian semua, untuk pertunjukan pertama dari ketidak-terbatasan sebuah dongeng, kami persembahkan kepada kalian, Lucas 'The Little Devil'!"

Seluruh penonton yang hadir dan memadati tenda berwarna merah itu langsung bersorak dengan sangat antusias saat seorang bocah kurus berambut putih dengan wajah tengkorak datang memasuki arena.

"Huh! Huh! Huh! Huh! Huh!"

"Dasar aneh!"

"Menjijikan!"

"Idiot!"

"Pergi dari hadapan kami, bodoh!"

"Pulanglah ke neraka!"

"Menarilah!"

"Tunjukan tulang-tulang kecil itu kepada kami!"

"Beri kami seribu mangkuk sup tulang, aneh!"

Ribuan manusia itu, pria-wanita, tua-muda, bahkan anak-anak, semua mulai melempari iblis kecil itu dengan berbagai benda disekitar mereka, makanan, minuman, sampah, semuanya, hingga arena pertunjukan itu mulai berubah menjadi sebuah tempat penampungan sampah dadakan.

Sedangkan sang Pangeran iblis hanya bisa tersenyum dengan wajah tengkoraknya yang keras menerima semua sambitan itu menghantam tubuh penuh tulang belulangnya.

Setelah itu, semua orang hanya bisa terdiam menyaksikan apa yang sedang dilakukan oleh sang Pangeran kecil.

Sang Pangeran menghentakkan kedua telapak tangan tanpa dagingnya dengan keras di atas tanah liat basah dibawahnya.

Setelah itu, ratusan tengkorak hidup melompat keluar dari dalam tanah liat itu dengan masing-masing kepala yang tertunduk menghadap tanah.

Sesaat kemudian, ratusan tengkorak hidup itu menegakkan kepala mereka bersamaan dan mulai melakukan tarian aneh dengan pola yang tidak beraturan.

"A-pa-apaan itu?"

"Huahahahahahahahahahahahaha!"

"Apa itu? Apa yang mereka lakukan? Dasar idiot."

Seluruh penonton yang hadir sontak tertawa terbahak-bahak menyaksikan sebuah tarian "idiot" yang dilakukan oleh ratusan tengkorak hidup itu di tengah-tengah kebrutalan mereka.

"Wow, keren. Bagaimana anak itu bisa melakukan semua itu?" tanya bocah lima tahun tadi kepada dirinya sendiri yang terkagum-kagum dengan sebuah pertunjukan aneh yang tersaji dihadapannya.

"Karena dia itu bodoh, nak," sahut sang ayah disebelahnya tertawa dan melempari tengkorak-tengkorak penari erotis itu dengan berondongan-berondongan popcorn ditangannya.

"Bodoh?"

"Iya," kata sang ibu disisi lainnya.

Sang ibu menunduk menghadap anak laki-lakinya dan berkata, "makanya kamu harus rajin belajar biar gak bodoh kayak anak itu. Nanti kalau kamu bodoh orang-orang akan menertawakanmu dan melemparimu dengan makanan, minuman dan ...."

"Sampah," sahut sang anak menatap kedua mata ibunya dengan sebuah tatapan polos seorang bocah.

"Benar, sampah."

"Anak ibu memang pintar," pungkas sang ibu mengelus lembut rambut hitam anak laki-lakinya itu.

"Benar, dik. Kamu harus sekolah yang benar biar gak jadi kayak iblis idiot itu. Nanti kalau adik jadi kayak dia, adik akan dianggap sampah menjijikan yang tidak berguna," ucap remaja dengan topi bisbol di belakang keluarga kecil itu.

"Lihat dia. Dia hanya bisa mempermalukan dan merendahkan diri sendiri untuk menghibur kita semua, orang-orang normal," tunjuk sang remaja ke arah sang Pangeran iblis.

"Tapi dia keren, kak, bisa ngeluarin tengkorak-tengkorak kayak gitu. Kita semua tidak bisa melakukannya. Kenapa kalian malah melempari dan menyorakinya?"

"Karena itu memang tugasnya. Sudah menjadi tugasnya untuk dilempari dan disoraki semua orang. Meskipun dia aneh dan bodoh dia melakukan tugasnya dengan baik. Dan satu hal lagi. Menari tarian idiot bersama kumpulan tengkorak bodoh itu tidak keren, itu bodoh."

"Atau idiot? Terserah."

"Hadirin sekalian! Tidak usah berlama-lama lagi, kami persembahkan kepada kalian semua pertunjukan kedua malam ini, sebuah fatamorgana dari pedalaman padang pasir, 'Sand-Witch'!"

Setelah sang Pangeran iblis itu kembali masuk kedalam backstage, performer kedua malam itu yang tidak kalah aneh "The Sand-Witch", sang anak durhaka yang dikutuk menjadi pasir, muncul ke permukaan realitas dari sebuah ilusi fatamorgana padang pasir yang panas.

Makhluk itu secara harfiah benar-benar sebuah pasir hidup yang membentuk tubuh seorang remaja yang tidak sempurna, berjalan memasuki tempat eksekusi dengan menyeret kaki-kaki pasirnya yang cacat, membuatnya lebih mirip seperti monster rawa dengan berbagai tanaman air yang tinggal dan menetap di tubuhnya daripada seorang penyihir pasir.

Tapi dia benar-benar bisa mengendalikan pasir selayaknya penyihir pasir.

"Monster ... monster. Monster! Lihat monster jelek itu semuanya! Dia benar-benar jelek hingga dia tidak mempunyai wajah untuk ditunjukan!" teriak salah seorang remaja dari kerumunan massa itu menunjuk-nunjuk si penyihir pasir dengan telunjuknya yang jauh lebih jelek dari wujud penyihir pasir itu.

"Huh! Huh! Dasar monster jelek! Cepat hibur kami, roti lapis!"

Para penonton yang kelaparan itu kembali memulai aksi mereka melemparkan berbagai macam sayuran kedalam arena.

Penyihir pasir itu mulai memainkan pasir-pasirnya membentuk berbagai macam bentuk hewan, bahkan suaranya, mulai dari lumba-lumba, anjing laut, paus biru, gajah Afrika, hingga segerombolan monyet yang beraksi seperti badut lengkap dengan topeng badut pada wajah kecil mereka.

"Apa-apaan itu? Kalian lihat semuanya? Roti lapis itu menghina kita, ayo kita buat monster itu benar-benar menjadi sebuah menu sarapan cepat saji!"

"Ayo!"

"Kita buat monster itu menjadi makanan sampah!"

"Lalu kita injak-injak sampah itu hingga hancur!"

"Lalu kita buang ke tempat sampah!"

"Kemudian kita beri sedikit ludah untuk menyempurnakannya!"

"Dan terakhir, kita bakar sampah itu hingga tidak ada lagi yang tersisa!"

"Bakar! Bakar! Bakar! Bakar!"

Kerumunan penonton itu mulai terbawa suasana dan mulai melompat masuk kedalam arena pertunjukan, yang sudah dipenuhi sampah, secara harfiah, dan berniat untuk membuat menu sarapan bersama-sama.

"Roaaarrr!!!"

Penyihir pasir itu mengubah pasir-pasirnya berubah menjadi sebuah ular naga raksasa yang meliuk-liukkan tubuh pasirnya di udara, menciptakan sebuah perisai penghalang dari tubuh pasirnya untuk melindungi tuannya dari antusiasme para koki gadungan itu.

"Bok! Bok! Bok! Bok! Bok!"

Dari balik gelapnya ruangan sempit dan pengap yang penuh dengan barang-barang rongsokan atau yang sudah tidak digunakan, yang disebut gudang, terlihat seorang pria berwajah merah sedang asyik menikmati olahraga malamnya dibawah sinar remang-remang sebuah lampu bohlam, yang berkedip-kedip seperti lampu disko, dengan memukuli dan mencambuk para anjing peliharaannya, yang sebenarnya bukan anjing sama sekali, berkali-kali hingga membuat anjing-anjing malang itu meneteskan darah merah mereka di atas lantai tanah liat yang basah bukan karena hujan.

"Rasakan ini! Terima ini, dasar anjing-anjing tidak berguna!"

"Kalian seharusnya berterimakasih kepadaku karena sudah mau menerima orang-orang aneh seperti kalian, dasar idiot!"

Pria itu kembali memberi hukuman cambuk kepada satu-satunya anjing albino miliknya, dengan mata biru esnya yang mulai mencair karena hawa panas neraka disekitarnya, menggunakan cambuk api berduri kesayangannya.

"Kalian seharusnya memberikanku banyak uang untuk membalas semua kemurahan hatiku kepada kalian, bodoh!"

Lagi, pria merah itu kembali melemparkan cambuk duri berapinya, kini kepada anjing terkurusnya.

"Kau! Berdiri! Berdiri, bodoh! Rasakan ini!"

"Bok! Bok! Bok! Bok! Bok!"

Kali ini, pria merah itu memaksa satu-satunya robot anjing miliknya untuk berdiri dan menerima semua pukulan dari tangan merah miliknya secara bertubi-tubi pada perut mekaniknya.

"Kau ... apa kau tidak pernah merasa menyesali perbuatanmu? Aku sudah berulang kali mengatakannya kepadamu, jika yang kau lakukan selama ini akan membawamu kepada penghancuran," ucap anjing berpakaian astronot di ujung barisan kepada tuannya.

Pria merah itu menjatuhkan si robot anjing, menendang tenggorokannya, dan berkata, "apa kau bilang?"

Pria merah itu melemparkan cambuk apinya kepada si anjing astronot hingga membuatnya terkapar tak berdaya di atas cairan merah yang mulai menggenang dibawahnya.

"Kau itu cuma astronot gila yang sudah dibuang oleh teman-temanmu! Kau bukan siapa-siapa jika bukan karenaku! Seharusnya kau berterimakasih kepadaku, bodoh! Bukan malah terus-terusan menceramahiku, idiot! Kau pikir kau benar-benar sudah berada di tempat itu dan mengetahui segalanya? Dasar bodoh, kau itu cuma seekor anjing gila yang mengira dirimu adalah seorang astronot yang tersedot oleh lubang hitam dan berhasil masuk dengan selamat kedalam pusatnya yang kau sebut sebagai mesin waktu. Kau itu cuma seekor anjing kampung yang menyedihkan, bodoh! Semua yang kau lihat dan pikirkan itu tidak nyata! Itu semua hanya sebuah ilusi dari mimpi bodoh dan idiotmu, dasar anjing kampungan! Kau tidak bisa menceramahiku dengan khayalan bodohmu itu, idiot!"

"Aku bisa ... aku melihat semuanya ... semua kengerian itu ... kau akan mati dimangsa oleh anjing-anjingmu sendiri ...."

"Kau tidak melihat apapun! Kau hanya tidak waras, dasar idiot!"

"Sepertinya ... satu-satunya idiot disini adalah ... kau ... tuan."

"Beraninya kau!"

"Kau! Berdiri! Cepat! Cepat berdiri, bodoh!"

Pria merah itu memerintahkan robot anjingnya untuk kembali berdiri, kali ini menghadap si anjing astronot.

"Tembak dia! Cepat, bodoh!"

"Tembak dia atau kumatikan sistemmu!" ancam pria merah kepada si robot anjing.

Robot anjing itu mengeluarkan pistolnya dan membidikkannya ke arah si anjing astronot.

"Lakukan!"

"Sekarang!"

"Tembak!"

"Maaf ...."

"Crot!"

Tiba-tiba, tanpa pernah terdeteksi sebelumnya, seorang badut menikam perut si pria merah dari belakang dengan sebuah senyuman di wajahnya yang lucu.

"Why so serious?"

"Stupid."

Sang pria merah terbelalak tak percaya dengan apa yang baru saja ia alami. Perut buncit pria merah itu seketika menyemburkan berliter-liter cairan merah dengan sangat deras bak sebuah air terjun yang dicat merah.

Guyuran air dari air terjun merah itu mulai mengalir ke berbagai sudut ruangan panas itu dan menyatu dengan genangan-genangan kolam merah lainnya, membentuk sebuah danau air asin yang amis dalam ruangan panas itu.

Si badut mencabut kembali pisaunya, yang selesai dicat ulang, dari perut buncit sang pria merah dan membiarkan si pria merah jatuh berlutut di atas permukaan dingin danau merah.

Si pria merah berbalik menghadap si badut dan berkata, "kau ... siapa ...."

"Badut," ucap si badut tersenyum ramah.

"Apa kau id ...."

"Sssttt ...."

Badut itu meletakkan jari tengah sebelah kanannya, sebagai pengganti jari telunjuknya yang buntung, pada mulut merahnya yang tertutup, berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan si pria merah dan berkata, "apa kau tuli? Kenapa kau selalu berteriak-teriak seperti orang gila sepanjang waktu? Apa kau tidak terganggu dengan suramu yang jelek itu? Atau ... kau memang suka berteriak-teriak seperti orang gila? Atau kau memang gila?"

"Apa k ...."

"Sssttt ... jika aku menjadi kau, aku akan menyarankan diriku sendiri untuk diam. Karena apa? Karena sesuatu yang buruk akan terjadi pada mulut jelekmu itu jika kau tidak bisa diam."

"Kau pikir aku takut?! Kau pikir kau bisa mengancamku dengan wajah dungumu itu?! Aku sama sekali ... aaarrgh!!!"

"Mulutku ... apa yang kau lakukan, idiot!? Dasar orang aneh! Kalian semua orang aneh yang jauh lebih buruk dan menjijikan dari sekumpulan anjing kampung! Kalian akan mendapatkan akibatnya! Kalian ... aaarrgh!!!"

Si badut kembali melanjutkan aksinya, setelah selesai dengan sisi sebelah kanan, kini sisi mulut sebelah kiri menjadi sasaran.

Wajah si pria merah kini akhirnya benar-benar bisa tersenyum untuk pertama kalinya dalam sejarah.

"Kalian berlima, para anggota sirkus yang terhormat, aku ...," badut itu, dalam sekejap, merubah wujudnya menjadi wujud si pria merah, tanpa senyuman, dan berkata, "tuan baru kalian. Mempersilahkan kalian untuk menunjukan bakat terpendam kalian. Sesuatu yang spesial yang selama ini sudah kalian pendam terlalu lama. Keluarkan itu semua ... untuk tuan baru kalian."

"Baik, tuan," ucap mereka berlima serempak.

"Tunggu, mau apa kalian, ha!? Anjing-anjing tidak berguna!" bentak si pria merah dengan senyuman.

"Memangsamu," ucap si anjing terkurus membentuk sebuah topeng, yang berwajah sama seperti wajah si pria merah saat ini, dengan tulang-tulang belulangnya yang keluar perlahan dari balik wajah tirus itu.

"Crot!"

Sang Pangeran iblis menusukan sebilah pedang tulang yang menggantikan fungsi tangan kanannya tepat pada alat vital si pria merah.

"Aaarrgh!" si pria merah berteriak.

"Sialan! Apa yang kau lakukan, bangsat!?"

"Menikmati makan malam kami."

"Aaarrgh!"

"Tidak! Tolong hentikan, kumohon ...."

"Aaarrgh!"

"Bajingan! Kau akan menerima akibatnya, bangsat!" teriak si pria merah kesakitan.

"Berisik!"

Kali ini si robot anjing mengeluarkan sebuah bor mesin dari tangannya lalu, secara perlahan, mulai melakukan pekerjaannya pada mata kiri si pria merah.

"Hentikan, kumohon hentikan."

"Aku minta maaf. Maafkan aku. Aku serius. Aku berjanji tidak akan menyiksa kalian lagi selamanya," mohon si pria merah saat mata bor yang menyala itu hanya berjarak beberapa senti dari mata kirinya.

"Permintaan ditolak."

"Tidak! Tunggu! Aaarrgh!"

"Hentikan! Kumohon!"

"Apa? Kau mau lebih cepat lagi? Baiklah. Sekarang permohonan dikabulkan."

"Tidak ... aaarrgh!"

Darah bermuncratan di seluruh penjuru ruangan pengap itu hingga ruangan itu sendiri tak mampu menampungnya dan membiarkan darah-darah itu merembes keluar ruangan.

Setelah si kurus dan si robot sudah merasa puas, kali ini giliran si anak durhaka yang beraksi.

Jeritan demi jeritan terus menggema dalam hujan badai malam itu, bagaikan sebuah petir yang menyambar-nyambar langit malam yang suram, teriakan-teriakan si tuan merah terdengar begitu menggelegar di sepanjang malam yang kelam.

"Kau tidak mau bergabung?" tanya si albino kepada si astronot gila.

"Tidak, kalian saja. Terimakasih."

"Tolong sisakan saja bagian terakhirnya padaku."

"Oh, baiklah. Kapten."

Setelah puas membekukan dan mencairkan si pria merah berulang kali, akhirnya si albino menyerahkan sisanya kepada sang Kapten.

"Giliranmu, Kapten," ucap si albino mempersilakan.

"Terimakasih."

Sang Kapten mendekati tubuh berantakan si pria merah dengan ekspresi dingin.

"Apa dia sudah mati?" tanyanya.

"Belum," jawab si kurus dari balik topeng tulangnya.

"Bagus. Sekarang tolong potong-potong tubuh menjijikan itu tanpa membunuhnya," perintah sang Kapten.

"Baik," ucap si kurus mempersiapkan peralatannya.

"Kalian juga," perintah sang Kapten kepada yang lainnya.

"Baik, Kapten."

Saat keempat anjing itu mulai mempreteli tubuh majikannya, tuan baru mereka berkata, "mau kau apakan daging-daging busuk itu?"

Kapten menoleh kepada tuan barunya dan berkata, "mengirimnya ke beberapa kembarannya di universe lain sebagai peringatan."

"Oh, itu ide yang bagus. Dan juga terdengar sangat mengancam," ucap sang tuan baru menyeringai.

"Sudah, Kapten."

Keempat anjing itu memperlihatkan mahakarya mereka yang masih bernafas kepada sang Kapten.

"Bagus. Sekarang menyingkirlah."

"Baik, Kap."

Setelah mereka berempat mundur sampai jarak aman, sang Kapten memulai aksinya.

Kedua telapak tangannya mulai mengeluarkan sebuah bola hitam, setelah itu, potongan-potongan tubuh yang masih hidup itu mulai terhisap satu persatu kedalamnya dengan cepat.

"Wow."

"Apa itu tadi?" tanya si kurus terpesona.

"Lubang hitam?" sambungnya.

"Ya."

"Wow."

"Ternyata kau memang tidak gila," pikir si kurus.

"Apa kau juga tidak mempercayaiku selama ini?" tanya sang Kapten kesal.

"Sebenarnya tidak ada yang percaya dengan omong kosongmu itu selama ini, Kap," jawab si kurus tak berdosa.

"Apa?!"

"Hehe ...," mereka meringis dengan wajah-wajah aneh mereka.

"Jadi kau tidak percaya kalau di universe lain kau punya versi dirimu yang sangat menyedihkan? Yang hanya bisa bermimpi di sepanjang hidupnya yang suram?" tanya Kapten kepada si kurus.

"Mmm ... tidak."

"Haa ... sudahlah. Lupakan."

"Lebih baik sekarang kita menyiapkan pertunjukan spesial untuk pertunjukan terakhir kita besok malam."

"Ya, kau benar," sahut sang tuan baru.

"Kita harus mempersiapkannya dengan sempurna. Sebuah mahakarya dunia dongeng abad ini, 'Nightmare'."

"Hahaha ... ini benar-benar menyenangkan, sayang," ucap si kurus kepada seorang gadis cantik dihadapannya.

"Siapa sebenarnya dirimu? Lepaskan topeng idiot itu dari wajahmu jika kau memang seorang pria," tantang sang gadis.

"Baiklah."

Si kurus melepas topeng "mantan" majikannya itu dan menunjukan wajah aslinya kepada sang gadis yang langsung terpesona karenanya.

"Kenapa?" tanya si kurus.

"Kau ... kau sangat tampan," ucap si gadis terpanah.

"Ya, aku tau. Terimakasih pujiannya."

"Crot!"

Setelah mengucapkan kalimat itu, si kurus, atau, sang Pangeran iblis, menikam perut indah sang gadis dengan pedang tulangnya setelah selesai menikmati makanan penutup yang manis itu.

"Terimakasih makanannya. Rasanya benar-benar lezat," puji sang Pangeran berambut putih.

"Aaaahh ... kenapa? Kenapa kau melakukan semua ini?" tanya sang gadis dengan mulut berlumuran darah.

Sang Pangeran berjongkok menyamakan tingginya dengan gadis malang itu, yang kini hanya bisa terduduk lemas menikmati saat-saat terakhir dalam hidupnya, dengan cairan merah yang membasahi seluruh tubuh indahnya.

"Kenapa? Karena aku menyukainya."

"Aku menyukai setiap detiknya, saat kalian menjerit kesakitan dan ketakutan, dipenuhi oleh rasa cemas yang tak ada habisnya, lalu melihat, menjilat dan merasakan setiap sensasi dari perasaan keputusasaan yang kalian sajikan melalui darah kental kalian yang berceceran di saat-saat terakhir kalian."

"Terutama wanita cantik sepertimu, nona," ucap sang Pangeran mencium dan menjilati darah segar yang mengalir keluar dari mulut gadis malang itu, tepat saat ia menghembuskan nafas terakhirnya di malam yang berdarah itu.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@darmalooooo : πŸ™ƒ
Sad ending dan miris😒
@semangat123 : Makasih ❀️
Yang ini agak panjang ya, tapi bagus si hehehe πŸ’™πŸ’™πŸ’™
Rekomendasi dari Thriller
Cerpen
Circus
Rama Sudeta A
Novel
The Wintergreen
Iis Susanti
Novel
Cynthia the Candy Addict
Impy Island
Novel
Bronze
SOKA: Air Mata Api
Agung Wahyu Prayitno
Novel
The Thread
Anna Onymus
Novel
Bronze
OBSESI
KUMARA
Novel
Gold
Playing Victim
Noura Publishing
Novel
Gold
Fantasteen: Kutukan Naskah Drama
Mizan Publishing
Novel
Gold
The Good Neighbor
Noura Publishing
Novel
HOME SCHOOL
Anonim people
Novel
Muffin school
Bella Puteri Nurhidayati
Novel
Bronze
Lelaki Sunyi
Rida Fitria
Novel
Bronze
Phantom Lily
Joselind Sienydea Salim
Novel
Perempuan Tanpa Nama
Daras Resviandira
Novel
Bronze
Eagle Dust
I. Majid
Rekomendasi
Cerpen
Circus
Rama Sudeta A
Novel
Deathskull
Rama Sudeta A
Cerpen
Game Over_
Rama Sudeta A
Flash
S
Rama Sudeta A
Cerpen
D-DAY
Rama Sudeta A
Cerpen
Tetangga Berisik
Rama Sudeta A
Novel
Robot
Rama Sudeta A
Cerpen
The Lost Boy
Rama Sudeta A
Novel
Venus: The Dawn
Rama Sudeta A
Flash
The Nightmare
Rama Sudeta A
Flash
Deathskull
Rama Sudeta A
Cerpen
The Universe Next Door
Rama Sudeta A
Flash
Flies
Rama Sudeta A
Cerpen
April
Rama Sudeta A
Flash
The Singularity
Rama Sudeta A