Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Cinta Sepanjang Durasi
0
Suka
4,562
Dibaca

"Cut!"

"Elisa, saat adegan tadi coba kamu tatap mata Arden dengan penuh cinta. Jangan mengalihkan pandanganmu ke arah lain saat kalian berbicara." Pak Sutradara lagi-lagi memarahiku.

Sebenarnya aku tahu harus bagaimana saat adegan itu, tetapi tetap saja melakukannya dengan Arden terasa sangat menyebalkan.

Lagipula, entah dosa apa yang kuperbuat sehingga harus memainkan drama romansa di mana aku dan Arden menjadi tokoh utamanya. Lebih mengesalkannya lagi, banyak adegan romantis yang bahkan aku sendiri jijik membayangkannya. Dan lagi Arden? Kenapa harus makhluk itu? Astaga!

Sebenarnya, Arden cukup tampan dan sering menjadi tokoh utama dalam film dan series, tetapi masalahnya dia adalah orang yang sejak SMA terus mengejar-ngejarku. Dia tidak berhenti terus mencoba mengungkapkan perasaannya padaku. Bahkan, dia juga mengikuti jejakku menjadi aktor hanya untuk membuatku mengakuinya. Dia sendiri yang menceritakannya padaku.

"Baiklah, kita mulai lagi! Bersiap!"

"Kamera ... rolling ... action!"

"Laras, aku sangat mencintaimu. Jangan pernah pergi lagi dari hidupku." Arden menatap dan membelai rambutku.

Adegan yang memuakkan, aku geli sekaligus jijik. Oh Tuhan, ini harus segera berakhir.

"Rendi, aku juga sangat mencintaimu." Aku tersenyum, lantas tanganku membelai wajahnya dan menatap mata Arden. Aku mencoba melakukannya seprofesional mungkin.

"Cut!"

"Baiklah, sampai di sini dulu untuk hari ini!"

Aku mengembuskan napas lega, akhirnya semua ini berakhir. Aku segera masuk ke ruang ganti, menghapus make up dan mengganti baju.

"Hei, gimana sama Arden?" Sahabatku Megan, menghampiri.

"Menyebalkan." Aku memeluk Megan dan bersikap manja padanya. Dia adalah sahabatku dari SMP dan orang yang paling tahu segalanya tentang aku.

"Kamu gak mau coba berhenti benci sama Arden?"

"Kenapa bilang gitu? Kamu tahu sendiri, aku males sama dia." Aku mencebikkan bibir.

"Hmm ... tapi sampai sekarang aku itu bingung. Memangnya Arden salah apa sih, sampai kamu sebenci itu sama dia?"

"Kamu tahu sendiri, aku risih dan ilfil sama kelakuan dia yang ngejar-ngejar aku terus dari dulu." Aku ingat sekali, bagaimana Arden mencoba mendekatiku dan menyatakan perasaannya berkali-kali bahkan setelah kami lulus.

"Memangnya kamu gak lihat dia sekarang? Dia bukan lagi anak SMA urakan, loh. Udah jadi aktor papan atas, banyak fans, tajir, mapan, kamu gak kegoda? Kalo aku jadi kamu, udah aku jadiin suami." Megan cekikikan. Dia memang suka sekali menggodaku.

"Yaudah, bawa pulang sana!" Aku menoyor Megan pelan.

"Tapi sekarang kayaknya dia udah nyerah, deh. Buktinya, gak deketin lu lagi sekarang."

"Halah, bisa jadi drama ini juga memang kemauannya. Bisa saja dia merekomendasikan aku kepada sutradara untuk menjadi patner mainnya."

"Geer banget. Emang kamu yakin dia masih suka sama kamu? Udah berapa tahun ngejar-ngejar kamu? Kalau cowok normal, apalagi sekarang dia sudah di atas, pasti udah ngincer wanita lain yang lebih cantik, baik, dan yang penting gak jual mahal kayak temen aku ini."

"Yaudah, bagus kalo dia udah deket sama cewek lain. Lagian ngapain bahas orang itu terus, sih?" Entah mengapa, makin ke sini obrolan Megan semakin ngaco. Aku jadi malas menanggapinya.

"Awas, loh, awalnya benci nanti malah jadi cinta."

"Najis."

"Kalo udah diambil orang, ntar nangis." Megan tertawa.

"Dih!" Aku menimpuk Megan dengan jaket.

***

"Apa ini?" Aku menggebrak meja dan melemparkan skrip naskah. "Kenapa naskahnya jadi berubah?"

"Ah, begini. Karena drama kita meledak karena episode kemarin, jadi kita ubah naskahnya sedikit untuk memberikan kesan di episode terakhir." Manajerku yang berbicara.

"Enggak, aku gak mau. Pakai pemain pengganti aja." Aku tidak setuju.

"Ta-tapi--"

"Pokoknya aku gak mau! Kalau memang harus seperti itu pakai saja pemeran pengganti atau aku mundur dari drama ini."

"Hei, kita sudah melakukannya sejauh ini, dan tinggal episode terakhir." Arden yang sudah bersiap ikut protes.

"Ini semua rencana busukmu lagi, kan?" Aku menunjuk muka Arden. "Ini yang membuatku membencimu. Kamu licik!"

"A-apa? Aku apa? Elisa, aku tidak tahu menahu soal ini. Aku juga baru dapat naskah barunya pagi ini."

"Sudahlah, silakan cari pemain pengganti. Aku berhenti." Aku melenggang pergi.

"Elisa! Bersikaplah profesional, sebenarnya apa masalahmu?" Manajerku berteriak.

"Masalahnya aku tidak mau mengotori pipiku dengan bibir pria itu." Aku berlari dan masuk ke ruang ganti.

Menyebalkan, mengapa harus ada adegan Rendi mencium pipi Laras?

"Elisa, biarkan aku bicara sebentar." Ketukan di pintu sekaligus suara seorang pria yang amat familiar itu tidak kuhiraukan.

"Elisa, please. Buka dulu pintunya." Ketukan itu menjadi semakin kencang. "Aku ingin bicara serius."

Aku mulai terganggu dengan ketukan pintu dan suaranya itu. Mau tidak mau aku membuka pintu.

"Apa? Lo mau nembak gue lagi? Udah gue bilang, gue gak suka sama lo. Gak akan pernah!" Aku menatap nyalang pria yang berdiri di ambang pintu.

"Enggak, aku udah nyerah buat dapetin kamu El. Memang benar, mau sekuat apa pun aku kejar bintang, tetep gak bisa aku gapai. Aku udah berhenti kejar kamu. Maaf, kalau selama ini aku egois karena memaksakan perasaanku padamu." Arden menunduk.

Seharusnya aku merasa lega saat Arden mengatakan itu, tapi mengapa rasanya sedikit ... sesak?

"Terus apa mau lo?" Aku berusaha bersikap seperti biasa.

"Ya, aku menyerah dan tidak akan menganggu hidupmu lagi." Dia menjeda ucapannya. "Tapi aku punya satu permintaan terakhir."

"Gak usah drama!"

"Aku serius. Buat terakhir kalinya, ayo selesaikan drama ini. Aku janji akan menjauh dari kehidupanmu setelah ini." Arden memohon, aku bisa melihat kilatan ketulusan di matanya.

"Gak!"

"Elisa, please. Ini yang terakhir."

Aku menatap Arden. Kenapa lelaki ini begitu menyebalkan.

"El ... buat terakhir kalinya, bisakah kamu memberiku kesempatan untuk dicintai layaknya Rendi? Aku juga ingin merasakannya, walau itu hanya sebuah peran dalam drama." Arden menunduk dan tersenyum kecut. "Elisa, tidak bisakah kamu mencintaiku, walau hanya sepanjang durasi syuting kita?"

Aku terdiam, ada sesuatu yang mengguncang hatiku. Sebenarnya, perasaan apa ini?

"Gue gak bisa!"

"Elisa, sudah sejauh ini. Tolong jadilah Laras yang mencintai Rendi, dan kesampingkan soal Arden dan Elisa."

Aku mengembuskan napas panjang. "Baiklah."

***

Aku dan Arden duduk di tepi pantai, memandang jauh ke depan.

"Laras, akhirnya kita bisa bersatu setelah banyak hal yang kita lalui." Arden memulai dialognya.

"Iya, sebagaimana besarnya badai, semua akan berlalu juga." Aku tersenyum menatap wajah Arden. Ternyata kalau ditelisik, Arden menjadi banyak berubah sejak terakhir kali berada di SMA. Wajahnya cerah terawat tidak lagi berjerawat, rambutnya sudah disisir rapi, tidak lagi urakan seperti dulu. Sejak kapan Arden berubah menjadi setampan ini? Kenapa aku baru menyadarinya?

Arden mendekatkan wajahnya. Ini adalah adegan terakhir dalam drama, di mana Rendi mencium Laras.

Tatapan kami bertemu. Seketika aku terpana, terhanyut dalam suasana. Aku memejamkan mata.

"Cut!"

Aku membuka mata dan terbelalak. Tidak! Itu salah! Adegan seharusnya Rendi mencium pipi Laras, kenapa jadi ....

Apakah adegannya akan diulang? Hei, kenapa jantungku berdebar sangat kencang?

Arden ... pria itu menunduk dengan wajah yang memerah.

"Bagus! Kemarin rasanya aku kecewa karena Arden menolak adegan ini dan menggantinya dengan mencium pipi. Tapi kalian sangat luar biasa!" Sutradara dan produser bertepuk tangan.

Setelah ini, aku duduk sebentar sebelum mengganti baju dan pulang. Namun, tiba-tiba Arden menghampiri.

"El, maaf soal tadi. Aku terbawa suasana." Arden menggaruk tengkuk.

"Lupakan saja." Aku mengalihkan wajah. Memandangnya membuatku teringat adegan tadi, dan entah mengapa detak jantungku berdebar cepat.

"Terima kasih, ya, sudah bersedia menyelesaikan drama ini. Aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi."

Aku hanya terdiam. Mengapa terasa sesak? Apakah karena ucapannya yang menyatakan bahwa dia menyerah mengejarku? Tidak! Harusnya aku merasa lega, mengapa jadi seperti ini?

"Ah, aku kira kamu ke mana. Kebetulan juga Elisa masih ada di sini." Manajer Arden menghampiri. "Kita ada tawaran drama lain, Pak Sutradara ingin kalia main bersama lagi. Bagaimana?"

"Tolak saja," ucap Arden.

"Serius? Tapi, drama ini sana sampai booming, loh. Sayang kalau disia-siakan." Sang manajer protes.

"Aku sudah berjanji pada seseorang. Mungkin aku juga akan berhenti berkarir di hidang ini." Arden mengatakannya dengan ringan.

Aku sangat terkejut dengan keputusannya. Mengapa aku merasa kecewa? Bukankah bagus kalau tidak ada lagi orang yang menggangguku?

"Kita bicarakan ini nanti saja. El, aku pulang duluan, ya." Arden mengajak sang manajer untuk kembali.

Harusnya aku senang mendengar ini semua, tapi mengapa?

"A-Arden!" Akhirnya aku memanggil pria yang baru berjalan beberapa langkah. "A-ayo kita bermain drama bersama lagi."

Arden berbalik. Sebenarnya apa yang kulakukan?

Pria itu tersenyum. "Maaf, tapi yang barusan adalah drama terakhirku. Aku sudah memutuskan untuk berhenti dan mengejar sesuatu yang harusnya aku kejar dari dulu."

"Siapa?"

"Apa?"

"Siapa orang itu? Siapa orang yang harusnya kamu kejar itu?" Aku berlari dan menghampiri Arden. "Katakan! Siapa?" Aku mengguncang tubuh Arden.

"Bukan seseorang, tapi mimpiku yang sebenarnya. Dari dulu sebenarnya aku ingin menjadi pelukis." Arden menggaruk kepalanya.

"Ah, seperti itu." Aku masih bingung dengan perasaanku saat ini.

"Ya."

Kami saling diam.

"A-aku harus kembali." Arden memecah keheningan itu. Tanpa menunggu jawabanku, pria itu berbalik dan melangkah.

"A-arden ...." Aku menggenggam tangannya.

"Y-ya?"

"A-aku ... apakah masih ada kesempatan untukku mencintaimu secara nyata?" Aku menatap Arden, tetapi sorot matanya membuatku gugup dan bingung. "Ma-maksudku ... apakah aku bisa mencintaimu di luar durasi syuting kita? Se-seperti yang kamu katakan saat itu ... ta-tapi bukan cinta Laras pada Rendi ... H-hal yang nyata seperti aku dan ka--"

"Ya, tentu saja. Terima kasih, El." Arden memeluk tubuhku erat.

Hangat dan sangat melegakan. Tak terasa air mataku jatuh bercucuran.

***

TAMAT

Sumedang, 18 Desember 2023

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Cinta Sepanjang Durasi
aksara_g.rain
Novel
Gold
Asal Muasal Pelukan
Bentang Pustaka
Cerpen
Bronze
Cinta Buta
Galang Gelar Taqwa
Novel
Bronze
Secret Love You
Pitasutria
Novel
Kesedihan dan kebahagiaan
Dewi Wulan
Novel
Paintease
Delima Ami
Novel
Bawa Aku Pergi
siucchi
Novel
Terjebak Nostalgia
Ranu Kaswari
Novel
Nenek Zone
alivia imani
Cerpen
Bronze
Pacarku Preman
Sulistiyo Suparno
Novel
Gold
Agnes Grey
Mizan Publishing
Novel
Gold
The Mocha Eyes
Bentang Pustaka
Novel
Kembali Lagi
Bla
Novel
Bronze
ALEA
Audhy R.H
Komik
Strong Bond
Phitaloka
Rekomendasi
Cerpen
Cinta Sepanjang Durasi
aksara_g.rain
Cerpen
Jas Hujan Biru
aksara_g.rain
Cerpen
Diammu Bukan Emas
aksara_g.rain
Cerpen
Rindu Suara Azan
aksara_g.rain
Cerpen
MONAS
aksara_g.rain
Cerpen
Bronze
Balkon Lantai 4
aksara_g.rain
Flash
Bronze
Gara-Gara Status
aksara_g.rain
Cerpen
Salah Siapa?
aksara_g.rain
Cerpen
Janji Kelinci
aksara_g.rain
Cerpen
Badut
aksara_g.rain
Novel
Black Rose
aksara_g.rain
Novel
Yang Terkenang
aksara_g.rain