Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
CIBIRU
1
Suka
47
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Cibiru tidak pernah sepi oleh waktu. Daerah paling timur di kota Bandung ini, meskipun namanya tidak banyak terdengar manis seperti Dago, Ciwidey, Pengalengan dan daerah Bandung lainnya. Akan tetapi menyimpan banyak sudut menarik untuk di ceritakan.

Kemacetan Bunderan setiap pagi dan menjelang magrib, perkelahian antara driver ojek online dengan ojek pangkalan, berita kehilangan motor yang sering beredar hampir tiap bulan, dan keresahan terhadap warga sekitar menjadi cerita yang selalu digaungkan saat mendengar nama Cibiru. Pun demikian dengan Arvino, seorang mahasiswa baru jurusan ilmu hukum di kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Pada mulanya, sebagai anak dari Sekretaris Direktorat Jenderal Haji dan Umroh di Kementerian Agama (Kemenag) tentu sangat menginginkan anaknya melanjutkan karir Bapaknya. Lulus sebagai alumni siswa dari MAN 1 Kota Bekasi, Arvino kemudian mendaftar di kampus UIN terbaik se-Indonesia tersebut. Akhirnya, melalui jalur seleksi SPAN-PTKIN, Arvino dinyatakan lulus sebagai mahasiswa ilmu hukum.

Tahun pertamanya berkuliah, Arvino tinggal di kosan daerah Cipadung sebelah bawah. Alasannya, wilayah tersebut sangat dekat sekali dengan kampusnya. Akan tetapi, justru karena sangat dekat, kosannya terhimpit di kawasan rumah warga lainnya. Sehingga, kerap kali jika ia berisik sedikit di waktu malam, ia mendapat teguran dari warganya. Selain itu, karena lokasinya yang terhimpit dibalik gang-gang kecil, seringkali bau tidak sedap dan sumpek menghiasi hari-harinya. Sehingga Arvino lebih senang untuk berlama-lama di kampus dan baru balik tengah malam hanya untuk tidur.

Dikampus, Arvino bukanlah anak pendiam. Ia sangat aktif dan tergolong sebagai anak yang cukup nakal. Disela-sela kesibukannya, Arvino gabung dalam organisasi eksternal kampus dan ikut dalam unit kegiatan mahasiswa. Alasan itu diambil selain karena keaktifannya secara personal, lingkungan kampusnya sangat kental sekali dengan budaya organisasi. Jika pagi sampai sore ia harus masuk untuk kelas, sorenya ia akan nongkrong di taman kampus yang sering disebut DPR atau dibawah pohon rindang. Malamnya, ia kadang mengikuti diskusi bersama teman-teman organisasinya atau hanya duduk santai di sekretariat UKM.

Tapi, bukan Bandung namanya jika tidak dikenal dengan kota anak muda. Hobi bermainnya mendorong ia untuk bertemu dengan banyak teman asli Bandung yang sering mengajaknya hangout ke daerah Bandung seperti Dago, Trunojoyo, Antapani, Cihampelas, Paskal dan Taman Sari. Meskipun secara jarak cukup jauh dari kosannya, akan tetapi sebagai pendatang ia sangat ingin menjelajahi sudut jalanan Bandung. Bahkan, ia juga menyelami dunia malam bersama anak-anak hits kota Bandung lainnya.  

Meskipun sebagai anak hits kota Bekasi yang sudah tidak asing dengan kultur seperti di Jaksel. Baginya, ada culture shock yang harus ia temui selama setahun pertamanya di Bandung. Lampu merah atau stopan selama 120 detik dan tanpa klakson adalah hal yang sangat membuat dirinya kaget. Citra anak agama yang melekat dikampusnya juga membuatnya sedikit terkejut disaat beberapa kali sering ia temukan teman perempuannya di kampus, sedang party dengan pakaian hot yang menggugah pandangan. Juga dengan gerungan rombongan motor dengan membawa bendera menjadi hal yang sangat ia takutkan sepulangnya party. Mungkin jika didaerahnya terkenal dengan tawuran antar pelajar, disini dikenal dengan perkelahian antar gengster. “Kadenya maneh, Vin. Mun peuting biasana loba barudak rese nu keur rolling” ucap Hengki, temannya yang asli Bandung.

Oh iya, tapi ternyata Cibiru juga tidak semenakutkan atau sejelek yang orang bicarakan. Nyatanya, disini juga setiap pekan sering terdengar rombongan warga lokal dengan pakaian khas sunda dan dengan bedug yang sedang berkeliling. Saat Arvino bertanya, temannya menjawab bahwa itu namanya adalah Benjang atau Dog-dog. Sebuah kebudayaan lokal yang masih diwariskan dan dipertahankan di era modern. Selain itu, dibalik sifat menjengkelkan warga sekitar, orang-orang disini sangat kental dan menjunjung tinggi nilai solidaritas antar sesama. Makanya, setiap kali Arvino bermain, teman-temannya suka mengatakan istilah “kebarudakan”. Sehingga, setiap orang yang datang akan disambut sebagai “dulur” atau keluarga, tanpa melihat suku, kasta, ras dan agama.

Keaktifan dirinya membuat namanya dikenal oleh banyak orang. Sehingga ditahun keduanya, Arvino diamanatkan diorganisasinya (internal maupun eksternal) sebagai ketua bidang Kaderisasi. Ia juga kemudian menemukan wadah berkumpulnya anak-anak Bekasi yang sedang menempuh perkuliahan di Bandung. Arvino kemudian berkenalan dengan Rehan, Putra dan Yuda dari kampus yang berbeda.

Rehan, sebagai anak manajemen yang sedang menempuh perkuliahan di kampus Muhammadiyah Bandung, juga dikenal sebagai anak organisatoris. Beda halnya dengan Putra, yang sangat gemar mendukung klub sepakbola kebanggannya dikenal aktif dalam forum antar supporter dikampusnya. Pun demikian dengan Yuda, dengan backgroundnya sebagai anak Farmasi sangat gemar bergabung dengan komunitas seni karena keahliannya dalam menggambar.

Keempatnya kemudian kenal dekat karena rumah mereka ternyata saling berdekatan. Sehingga mereka memutuskan untuk mengontrak bersama di Jl. Pertamina, Cibiru-Bandung.

Setahun berlalu. Arvino tumbuh menjadi anak yang sangat extrovert. Energinya benar-benar tidak pernah ada habisnya. Dikampus, ia dimandatkan sebagai ketua himpunan jurusan atau HMJ. Di UKM, ia dimandatkan sebagai pelatih atau instruktur. Di ekternal ia juga naik cabang untuk mengurusi masalah pengkaderan organisasinya di tingkat kota Bandung. Bahkan selain selalu unjuk tampil di forum-forum antar organisasi kampus, Arvino juga dikenal sebagai aktivis yang sering turun kejalan untuk menyuarakan pendapat.

Akan tetapi, justru hal inilah yang membuat banyak terjadinya konflik di persahabatan mereka berempat. Arvino tumbuh menjadi anak yang terkesan arogan. Ketiga temannya yang jarang mengikuti kabar soal politik kenegaraan suka dianggap apatis, membuat ketiganya merasa kesal.

“Lu jangan sok jagoan deh, mentang-mentang jadi ketua emang gue takut,” balas Rehan dianggap antek pemerintah setelah pulang dari kantor pemerintahan.

“Eh Han, lu tau ga kondisi rakyat sekarang udah gimana? Tuh di Dago Elos, Tamsar, Cicalengka, mereka semua lagi ada konflik gara-gara rezim anjing ini. Lu bisa-bisanya malah gabung sama komplotan bangsat itu” balas Arvino dengan nada yang tinggi

“Tapi semua orang juga punya caranya masing-masing, Vin. Lu gabisa egois sama idealis lo sendiri. Hormatin dong” jawab Yuda mencoba menenangkan situasi

Putra pun ikut memanaskan situasi, “Bapak lu kan juga di pemerintahan, setan. Suruh mundur aja Bapak lu yang bangsat itu,”

“Lu jangan bawa nama Bapak gue ya anjing”

Disaat perdebatan dan perkelahian sudah muncul. Yuda menenangkan dan menengahkan mereka semua. Arvino pun memutuskan untuk pergi dan darisanalah terjadinya ketegangan antara mereka berempat.

Putra yang lebih gemar untuk mengikuti pertandingan tandang atau away bersama teman-teman supporternya. Rehan yang kini menjabat sebagai ketua organisasi himpunan manajemen, serta menjadi ajudan staff salah satu politikus yang ada di kota Bandung, lebih gemar bepergian keluar kota. Hanya ada Yuda yang masih mengajak mereka bertiga untuk berkumpul kembali meskipun sama sekali tidak ada respon dan titik terang dari permasalahan tersebut.

Ditahun ketiga, mereka semua disibukan dengan KKN, Magang dan Praktek. Meskipun kontrakan sangat jarang dipakai untuk mereka berkumpul, tapi barang-barang mereka semua masih ada disana. Karena sejak awal, mereka mengontrak dengan durasi yang panjang.

Arvino sempat mengalami frustasi disaat motor dan laptopnya hilang di kontrakan. Meskipun pada awalnya, ia sempat menduga pelakunya adalah diantara mereka bertiga, akan tetapi setelah di cek di cctv, pelakunya adalah maling itu sendiri. Disaat masa jatuhnya, Arvino sempat meminta maaf kepada teman-temannya. Meskipun respon mereka terdengar cuek, akan tetapi Yuda lah yang pada akhirnya merangkulnya dan tetap menganggapnya sebagai sahabatnya.

Selain itu, Arvino juga mengalami masa sulitnya saat ia akhirnya dilengserkan oleh teman seorganisasinya saat beberapa bulan setelah menjabat sebagai ketua cabang organisasi di eksternal. Propaganda yang dilakukan oleh lawan politiknya dahulu, membuat namanya digoreng sebagai organisasi cabul dan tidak layak karena video-video lamanya yang sedang dugem di klub malam diangkat sebagai kartu AS. Di internal kampus pun tak jauh demikian, karena dirinya jarang aktif di UKM, Arvino sampai harus diteror kekontrakannya. Bahkan ia sampai harus bersembunyi karena ketakutannya terhadap senior di organisasi internalnya. Belum ditambah beberapa mata kuliahnya mendapatkan nilai E karena ia sangat jarang masuk kelas. Bagi Arvino, tahun ketiganya di Bandung membuat dirinya sangat terpuruk.

Pun demikian juga dengan Putra. Ditahun ketiganya, ia sampai harus ditangkap polisi karena ketahuan mengedarkan narkoba. Belum lagi kuliahnya yang nunggak karena duitnya juga dipakai untuk membeli obat-obatan terlarang, ditambah ia juga sempat berkelahi dengan debt collector karena terlilit pinjol karena uangnya habis dipakai untuk judi online.

Disaat kedua sahabat ini sedang terpuruk, Yuda mengabarkan Rehan untuk bisa datang ke kontrakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan mereka berdua. Pada awalnya, Rehan masih bersikeras menolak, karena rasa kesal dan dendamnya terhadap Arvino dan Putra masih hinggap di hatinya. Sebelumnya, Putra juga sering meminjam uang kepada Rehan dengan alasan Ibunya sakit. Akan tetapi setelah mengetahui ternyata uangnya dipakai untuk hal-hal yang buruk, kepercayaan Rehan terhadap Putra makin pudar.

Tapi, bukan Yuda kalau tidak dikenal sebagai pemersatu persahabatan. Dirinya bukanlah Arvino dan Rehan yang memiliki skill dan keahlian mumpuni di bidang organisasi. Bukan juga Putra yang sering melalang buana ke berbagai daerah. Yuda hanyalah anak farmasi yang sering dicibir karena gayanya yang tidak gentel atau lemah gemulai. Juga sering dianggap remeh karena dari kampus kecil yang tidak terkenal. Tapi kelembutan hatinya membuat diriny menjadi anak periang dan selalu sabar dalam menghadapi apapun. Bahkan ia sama sekali tidak menaruh rasa dendam terhadap ketiga sahabatnya, meskipun sering menjadi samsak dari cemoohan mereka.

“Lu bisa balik sekarang ga, Han?” tanya Yuda dalam perbincangan di telpon.

“Gue sibuk, Yud. Gak ada waktu buat ngurusin itu orang” balas Rehan dengan nada kesal

“Gue mohon plis banget, kalo lu gak ada jadwal lu balik ya. Urgent banget Han, sumpah”

Cukup lama mereka berbincang sampai akhirnya Rehan menutup teleponnya dengan ucapan, “Emm gue pikir-pikir dulu deh ya. Ntar gue kabarin”

Memasuki tahun keempat, angkatan mereka disibukan dengan skripsi dan jadwal sidang. Seharusnya, ini adalah tahun terakhir mereka di Bandung. Akan tetapi, dari keempatnya, hanya Yuda yang sibuk menyusun skripsi. Arvino sibuk untuk mengejar dosen untuk meminta perbaikan karena kuliahnya hancur selama satu tahun. Putra juga kini sudah bebas dari penjara. Beruntung, selepasnya dari sel, Putra berubah menjadi sosok yang lebih baik. Arvino pun sama, ia sudah melepaskan title jabatannya di semua organisasi dan fokus untuk menyelesaikan perkuliahaannya.

Rehan yang awalnya menaruh dendam dan kecewa, kini mulai kembali hangat setelah Yuda membujuknya beberapa kali.

“Em.. gue minta maaf ya sama kalian semua. Sori banget ngeribetin,” ucap Arvino suatu ketika, disaat mereka semua sedang kumpul di kontrakan.

“Gue justru yang harusnya minta maap. Kalo bukan karena kalian, kayaknya gue masih di ada di sel deh. Sori banget, Yud, Han, Vin” balas Putra

“Eh gue juga minta maap ya kalo dendam sama lo, Han, Put,” kata Rehan

Yuda yang dari tadi nyimak mulai ikut nimbrung, “gue harus minta maap ga nih?”

Celetukan Yuda membuat suasana pecah seketika. Tawaan dan rasa haru menyelimuti obrolan malam itu. Setelah beberapa waktu lamanya, akhirnya mereka berempat kembali berdamai dan menjalankan hidup dengan lebih baik.

***

Arvino dan Putra kini membuka warkop di dekat kampus. Pendanaan di support oleh Rehan sebagai investor utama. Yuda dibagian marketing kreatif, menghandle social media dan beberapa event yang mengundang teman-teman musisinya di komunitas seni.

Hasilnya, sebagian dipakai untuk biaya perkuliahan Arvino dan Putra. Sedangkan Rehan dan Yuda, mengambilnya untuk ditabung dan diinvestasikan.

Sebulan, tiga bulan, lima bulan hingga tak terasa setahun berlalu.

Warkop Satu Rasa kini sudah sangat terkenal di kampus mereka. Setahun berjalan, bisnis mereka berkembang dengan cepat. Jatah Preman yang suka ditagih kini sudah tidak lagi, karena kedekatan mereka dengan warga lokal menjadi lebih hangat. Meskipun dahulu pandangannya terhadap warga lokal sangat buruk. Dikondisi inilah mereka sadar, bahwa stigma buruk itu hanyalah didapatkan ketika mereka belum mengenal dekat dengan warga sekitar.

Beberapa kali bahkan, disaat mereka ada permasalahan dengan warga sekitar terkait perizinan keramaian, preman-preman tersebutlah yang menjelaskan secara  baik-baik. Tukang parkir yang dahulu secara mendadak dianggapnya menyebalkan, setelah berkenalan lebih jauh, ternyata faktor ekonomilah yang membuat mereka harus bertahan hidup dengan cara apapun. Akhirnya, warkop mereka bukan hanya diperuntukan untuk membayar biaya perkuliahan saja, melainkan juga memberdayakan masyarakat sekitar.

Yuda yang kini sudah lulus terlebih dahulu, memutuskan untuk kerja di salah satu perusahaan obat di Bandung. Di luar itu, ia juga membuka jasa freelance dibagian editing dan design. Pun demikian dengan Rehan yang tinggal menunggu jadwal sidang akhir, kini memutuskan untuk tetap menetap di Cibiru karena ia diterima kerja sebagai biro administrasi di perusahaan milik seniornya di organisasi. Meskipun jalannya tidak secemerlang keduanya, Putra dan Arvino tetap memutuskan untuk membesarkan bisnis mereka. Kini, sudah tidak masalah lagi terkait biaya perkuliahan, hanya tinggal satu semester saja mereka berdua harus mengulang di semester bawah bersama adik tingkat.

Orang tua Arvino, pada mulanya tidak tahu tentang keberadaan anaknya. Ia hanya mengabarkan bahwa kondisinya baik-baik saja. Meskipun insting kedua orang tuanya tidak bisa dibohongi, akan tetapi setelah berdebat panjang. Akhirnya kedua orang tuanya merelakan mimpinya dan mempercayai segala keputusan Arvino untuk bisa mewujudkan impiannya.

Putra pun demikian, Ibunya kini sudah sehat dan pulih dari penyakitnya. Kecemasan dan perasaan bersalah yang membuat dirinya terjerat dalam obat-obatan terlarang, kini sudah sangat bersih. Putra tumbuh menjadi anak yang membanggakan.

Bersama dengan Arvino, keduanya sudah tidak melayani pelanggan di warkopnya. Keduanya malah lebih sering untuk ikut bersama Rehan untuk mencari investor demi mengembangkan bisnisnya.

Pernah satu kali, keduanya menjuarai perlombaan bisnis yang diadakan oleh pemerintah sehingga menjadi sorotan media lokal maupun nasional.

Kini, mereka berempat sadar bahwa Cibiru. Daerah terpinggirkan dengan seribu satu masalah yang tak pernah selesai, menyimpan banyak kenangan, harapan dan perjuangan didalamnya. 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Anonymous Code
Wina Alda
Komik
BUKAN CINTA SEMUSIN
Kamalsyah Indra
Cerpen
CIBIRU
Rizki Mubarok
Skrip Film
STORY OF DIFFERENT HOME
Oktaviona Bunga Asmara
Flash
Bronze
Realita atau Mimpi yang sering di perdebatkan
Yadani Febi
Novel
Dear Random
Lirin Kartini
Skrip Film
Toko Tanah Bambang
Estria Solihatun N
Flash
Bronze
Lelaki Kemarin Sore (Membicarakan Adam 6)
Silvarani
Novel
Stigma
Nita Simamora
Novel
The Woman with Purpose
judea
Novel
Baby Orca
Dianikramer
Cerpen
Crown Thieves
FS Author
Cerpen
Aluna dan Sepatu Kiri
Mahalawan
Novel
Pilar
Dwi Kurnialis
Skrip Film
Belajar Bersama ArRa
Dean Patria Budoyo
Rekomendasi
Cerpen
CIBIRU
Rizki Mubarok
Cerpen
Jatuh dalam Pelukan
Rizki Mubarok
Cerpen
Tak Ada Lampu Merah di Bandung
Rizki Mubarok
Cerpen
Katanya sih Cinta
Rizki Mubarok
Cerpen
Catatan si Anak Emas
Rizki Mubarok
Cerpen
Surga Para Raja
Rizki Mubarok
Novel
TINTA HITAM
Rizki Mubarok
Cerpen
When Nation Falls
Rizki Mubarok
Cerpen
Sketsa Mulia Di Langit Jakarta
Rizki Mubarok
Cerpen
Selepas Ayah Berpulang
Rizki Mubarok
Cerpen
Biru Akan Selamanya Tetap Biru
Rizki Mubarok
Cerpen
Get Rich Overnight
Rizki Mubarok
Cerpen
Segelas Matcha di Siang Hari
Rizki Mubarok