Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Bronze
Cermin Kegelapan
2
Suka
2,660
Dibaca

 

Malam itu pekat, tanpa cahaya bulan menembus tirai awan tebal yang menggantung di atas Hutan Cemara. Di dalam rumah terpencil yang berdiri sendiri di tepi hutan itu, Clara terbangun. Bukan oleh dering jam alarm yang biasanya menyentakkannya dari mimpi, melainkan oleh sesuatu yang jauh lebih halus, namun jauh lebih meresahkan: sebuah bisikan. Bukan bisikan kata-kata, melainkan bisikan keberadaan. Suara aneh, gesekan pelan, seperti langkah kaki yang diseret, datang dari lantai bawah.

Jantung Clara langsung berpacu, memukul rusuknya seolah ingin melarikan diri. Dia tinggal sendirian di rumah ini sejak orang tuanya pindah ke kota lain beberapa bulan lalu. Sebuah rumah warisan yang seharusnya menjadi tempat nyaman, kini terasa dingin dan luas, penuh dengan sudut-sudut gelap yang menyimpan bayangan. Ketakutan pertamanya, yang paling rasional, adalah maling. Kota kecil tempat dia tinggal, Windfall Creek, jarang sekali terjadi kejahatan serius, tapi insiden kecil seperti pembobolan rumah sesekali terjadi.

Dia menahan napas, telinganya menajam. Suara itu berulang, lebih jelas kali ini. Gesek… gesek… seperti sesuatu yang berat diseret di atas lantai kayu ruang tamu. Clara meraih ponselnya di nakas, tangannya gemetar saat mencari ikon senter. Cahaya putih pucat menyinari kamarnya, menyingkirkan bayangan di sudut. Dia memaksa kakinya turun dari ranjang, merasakan dinginnya lantai kayu di telapak kakinya. Setiap serat kayu berderit di bawah bobotnya, suaranya terasa begitu keras di keheningan malam.

"Siapa di sana?" suaranya serak, nyaris tak terdengar. Tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang menyesakkan, diperparah oleh detak jantungnya sendiri yang menggila.

Dia melangkah perlahan menuju pintu kamarnya, mendorongnya sedikit. Ruang tamu di lantai bawah tampak gelap gulita. Hanya ada celah cahaya remang-remang dari jendela dapur yang terbuka sedikit, membiarkan angin malam berembus masuk, membawa serta aroma pinus dan tanah basah. Clara menelan ludah, otaknya berteriak untuk tetap di kamar, mengunci diri. Tapi rasa ingin tahu, atau mungkin naluri pertahanan diri yang primitif, mendorongnya maju. Dia harus tahu.

Senter di tangan kirinya, memancarkan lingkaran cahaya yang menari-nari di dinding, Clara mulai menuruni tangga. Setiap anak tangga terasa seperti jebakan. Derit kayu di bawah kakinya bagai jeritan pelan yang menggaung di seluruh rumah. Di setiap bayangan, dia membayangkan sosok mengintai, sepasang mata mengawasinya dari kegelapan. Sensasi dingin yang aneh ini, bukan hanya dinginnya malam, melainkan sensasi dingin yang lebih dalam, merayapi tulang punggungnya. Ini bukan sekadar maling. Ini… sesuatu yang lain.

Ketika kakinya menapak di lantai dasar, suara gesekan itu berhenti. Hening. Clara mengarahkan senternya ke ruang tamu. Sofa-sofa tertata rapi, meja kopi di tengahnya, perapian yang dingin. Semuanya tampak normal. Dia menghela napas lega, namun napas itu tertahan di tenggorokannya.

Di tengah karpet Persia tua yang memenuhi lantai ruang tamu, sebuah benda aneh tergeletak. Lingkaran cahaya senter Clara menyinarinya. Itu adalah sebuah boneka anak-anak.

Bukan boneka miliknya. Clara yakin. Dia tidak pernah memiliki boneka seperti itu. Boneka itu duduk tegak, kaki ditekuk, tangan terlipat di pangkuan. Pakaiannya lusuh, gaun kapas biru yang pudar. Wajahnya terbuat dari porselen retak, dengan mata biru yang besar, namun kosong, menatap lurus ke arahnya. Senyum tipis yang terukir di bibir boneka itu tampak menyeramkan di bawah cahaya senter yang bergetar.

Napas Clara tercekat. Bagaimana boneka ini bisa ada di sini? Jendela-jendela terkunci dari dalam, pintu terkunci. Dia merasakan merinding di sekujur tubuhnya. Ini bukan pekerjaan maling. Maling akan mencari barang berharga, bukan meninggalkan boneka usang. Ini adalah pesan. Sebuah ancaman.

Ketakutan yang dingin dan mencengkeram merayapi setiap inci tubuhnya. Dia mundur selangkah, pandangannya terpaku pada mata kosong boneka itu. Seolah-olah b...

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp16.000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Bronze
Cermin Kegelapan
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Ibu
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Menjadi Tua, Lalu Luka
Fazil Abdullah
Cerpen
Bronze
Cerita Ratna, Seorang Pengarang, dan Sebuah Novel
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Arwah di Sungai Sa'dan'
Risti Windri Pabendan
Flash
DEEP INTERVIEW
Vica Lietha
Cerpen
Firasat
Sekarmelati
Novel
Bronze
AFTER DUSK HAS COME
Tara Abdi
Flash
Bronze
Arini
Sunarti
Novel
Bronze
Luk Thep ~Novel~
Herman Sim
Novel
AIN
Almaira Fatimatul Mufida
Flash
Bronze
Wayang ghaib ( Demit tanah Jawa universe )
Okhie vellino erianto
Cerpen
Bronze
Pohon Toge yang Mencari Kacang Merah
Mochammad Ikhsan Maulana
Novel
Gold
At the Mountains of Madness dan Other Stories
Noura Publishing
Flash
Pelukan Tanah Basah
Jasma Ryadi
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Cermin Kegelapan
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Ibu
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Cermin Di Kamar Kost
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Panggilan Dari Bawah Tanah
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Cermin Yang Tersisa
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Hidup Di Dunia Lain
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kutukan Merapi Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Suara Dari Frekuensi Mati
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Boneka Bobo
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Maut Di Kapal Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Bayang - Bayang Kaktus Berdarah Seri 02
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Tak Ada Percaya Pada Ku
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Arga
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kata Terlarang
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Aku Di Bawah Ancaman Mereka
Christian Shonda Benyamin