Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Cemas dan Badai
0
Suka
954
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

11 Juni 2018

           Tapi dia selalu ingin keluar dengan menggebu – gebu

_Badai

           Aku harap rindu itu bukan piatu, yang membuatku rindu tanpa buntu

_Cemas

Sebab, piatu selalu lupa pulang, bahwa dia adalah lembah tempat danau rindu bertemu

_Badai

           Rindulah yang menyuruhku pulang,

           Rindu pula, yang menyesatkanku

           Dalam kehampaan.

           Rumahku tempat pulang, begitu ramai orang

           Tanpa dia, yang kurindukan, aku hanyalah kehampaan

_Cemas

           Hingga pada jarum jam yang pas, ku terlelap dalam pangkuan rindu yang mulai meyerut

_Badai

Meski begitu, rindu tidak pernah habis terkikis, ia tidak pernah tahu, kapan harus pergi, terkadang muak.

_Cemas

           Sebab ini, soal waktu pertemuan dan aksara

_Badai

Kau itu piawai, memangut kata dengan rindu. Aku hanyalah amatiran yang gagal paham perkara rindu itu apa dan untuk siapa.

_Cemas

Sebab soal rindu, penafsirannya hanya dia yang tahu dan yang merasakan.

Tidak usah mengutuk rindu, nikmati saja dia dalam pelukan waktu

Karena cahaya butuh gelap untuk terang,

Dan,

Tidak usah kau remas rindu itu menjadi lusuh, hanya karena tak tersentuh,

Biarkan dingin hatimu membalas kecemasan yang menggebu,

Sampaikan saja meski tidak terbalas,

Karena hatimu bukanlah teka teki silang

Yang bisa semua orang isi sesuka hati

Karena danau butuh lembah, agar terlihat indah

_Badai

           Ah, sial, bolehkah aku beralih

           Untuk mengagumi puisimu

           Ketimbang bicara rindu ?

_Cemas

           Tak akan kau sampai hidup tidak, tanpa rindu.

           Sebab puisiku hanyalah penjelmaan

Bagaimana rindu itu hadir, di tengah – tengah manusia yang kehausan cinta pada penafsirannya,

_Badai

           Kau pun dingin,

           Namun bicaramu selalu rindu dan cinta

           Aku bukan penafsir,

           Aku tidak merindu pun, mencitna

           Yang kulihat itu kelam, sebuah danau rindu yang membuatku tenggelam

           Ku harap puisi menjadi sedikit obat,

           Untuk ingatan, soal cinta yang semakin sekarat.

_Cemas

           Oleh karenanya, mari kita istirahatkan rindu itu,

           Agar dia memiliki ruang, untuk berjuang, pada siapa hati kita akan berikan 😊

_Badai

           Aku pernah menutup hati serapat mungkin,

           Lalu rindu itu datang, mengetuk tanpa henti,

           Aku tidak tahu, dia datang darimana, dan dengan maksud apa ?

           Lelahpun, memaksa untuk membuka pintu hati,

           Rindu pun masuk,

           Apa yang dia lakukan ?

           Dia hanya diam duduk menatapku, lekat tanpa berkata,

           Aku pernah menanyainya,

           “apakah kamu rindu ?”

           Dia tidak menjawab, hanya menggenggam erat jemari,

           Lalu ia bangkit dan bergegas,

           Sejak saat itu, kutunggu ia tidak kunjung kembali.

           Sampai aku sadar, bahwa dia itu diriku,

_Cemas

           

           

 

 

 

 

31 Oktober 2021

 

           Badai ; kita sudah sering belajar kehilangan

           Cemas ; tapi tidak pernah siap!

 

03 November 2021

 

           Cemas ; mengapa kita manusia, perlu jatuh cinta, mencintai, dan dicintai ?

           Badai ; karena itu alasan Tuhan menciptakan semesta.

 

06 Juni 2022

Badai ; lekuk angin menghampiri petangku yang kalap

           Cemas; apa yang hendak tubuhmu katakan ? akankah kau mencaci angin yang menemani ? atau meninju resah yang berdiri angkuh di hadapanmu ?

           Badai ; ku kira hujan akan lebih bisa menerka apa yang di rasakan resah, hingga basah menjadi selimut meredam amarah,

           Cemas ; amarah memang bisa menyeretmu, dalam kubang angkara murka tanpa jeda, tapi bukankah tak apa sesekali merasa amarah ? jika ada hal yang ingin kau caci, sebaiknya sampaikan saja pada angin, sampai segala kecamuk dalam hati benar – benar terbawa bersamanya.

           Badai ; mengapa juni harus basah dan resah, mengapa kita tidak kunjung jua menjadi rekah, sesulit itukah menyelam rindu di ujung waktu,

           Cemas ; kita juga tidak mengerti, mengapa Sapardi menulis puisi hujan bulan juni, akupun tak mengerti kenapa, memilih merayakan kesedihan dengan puisi di bulan Juni, tapi perihal rindu, memang tidak ada hal yang lebih sulit selain itu.

           Badai ; kuharap angin, bisa saling merindu Bersama hujan dan juga dirimu.

 

07 Juni 2022

           Badai ; okeee, kita lemparkan saja persoalan paus pada langit, biar mereka menikmati kesepiannya. Coba kita lihat ke bumi, siapa yang paling kesepian ? pak Sapardi ?

           Cemas ; Sapardi tidak mungkin kesepian, karena anak – anak puisinya sedang bermain Bersama di pemakaman. Artinya, sekarang hanya pertandingan, apakah kau atau aku yang paling kesepian ?

           Badai ; mengapa harus ada pertandingan ? kalau kita, bisa membuat kebersamaan, sebab petandingan, hanya ajang ladang tempat penguasa meraih kesepian.

           Cemas ; tidakkah tertarik, untuk menjadi yang paling kesepian ? bukankah sepi sesuatu yang membahagiakan ? jadi, kenapa kita tidak perebutkan saja. Memang pertandingan bukan hal baik, tapi jika soal sepi, perlukah kita menguji tentang hati mana yang tak akan jatuh!

           Badai ; menentukan pertandingan saja, diri sudah kesepian, menghitung siapa yang datang mendukung, apalagi harus jatuh kedalam pertandingan. Kesepian, tidak selalu perihal antara aku dan kau, tapi antara kita dan semesta beserta isinya. Begitulah perupa sepi, yang sedang aku jalani, menunggu dirimu, terbawa jauh kedalam pertandingan semu.

           Cemas ; jadi, kau menolak mengukur sepi. Memang kesepian itu, abstrak sayang, karena itu, perasaan sepi tidak bisa di pertandingkan. Aku hanya berharap kau tidak menolak sepi, sebagaimana aku menggilainya, bertengkar, saling jambak, dan saling menertawakan. Karena sepi merawatku, dengan tangan – tangan dinginnya, untuk tetap tumbuh dengan hangat, dan menyebarkan semi pada diri – diri yang penuh hampa. Begitulah titah sang sepi padaku.

           Badai ; sebab menulis, mengajariku bagaimana menerima sepi, dalam bentuk apapun. Bahkan dirimu yang kunjung ranum.

           Cemas ; bukan lagi ranum, aku justru sudah lama layu, karenanya aku tak pantas untuk di petik oleh siapapun!

           Badai ; itu tanda, kau menolak sepi, tuan. Akhhhh

           Cemas ; oh ya ? bukankah aku akan selalu Bersama sepi, jika tidak di petik.

           Badai ; “ dan angin, menentukan arah kemana kau hendak bermukim”

           Cemas ; haruskah aku bermukim ? aku selalu khawatir, tempat mana yang rela aku diami. Aku selalu takut, bumi yang ku pijak, malah ku injak – injak. Terus terang saja, aku pun mulai lelah.

           Badai ; kita sama – sama lelah tuan, terlepas bagaimana cara kita bertahan, menapaki pemukiman, di dada, kepala, atau di balik luka – luka.

           Cemas ; bagaimana, jika kita mencari tempat bermukim ?

           Badai ; bagaimana ? jika kita yang membuat tempat bermukim itu,

           Cemas ; kau yakin, untuk melewati badai bersamaku ?

           Badai ; akulah badai, mari kita nikmati, karena sulit untuk di lewati.

           Cemas ; baiklah. Seperti apapun keadaannya nanti, aku akan selalu jadi rumah untukmu. Pulanglah saat segala lelah, mengalahkanmu di luar sana.

           Badai ; hari – hari akan berlalu, dan waktu adalah rindu yang akan kita saling tunggu, di altar matamu, atau resah ku.

 

11 Juni 2022

Badai ; sayang, malam riuh telah tiba/Di ujung dinding aku bersua. /Menikmati dirimu yang hilang rupa. /Sayang, kerinduan ini menjelma, menjadi macam – macam peristiwa. /Mengubur malam – malam ku di dalam vodka. /Sedang kunikmati dansa. Yang di setubuhi kecewa./ Sayang, kemarilah mendekap. /

–Anggur Merah/jalan(g)raya/

           Cemas ; ciptakanlah aku sayang. /Lewat kata – kata./ Sampai segala kecewa, merupa raga/. Yang berbentuk, hingga mampu kau peluk./ Teguklah segala rindu, yang berkubang dalam lumpur hatimu./ Rengkuhlah segala ingatan, tentangku yang masih tersimpan dalam pikiranmu./

 –The jus/seribu/

                       

16 Juni 2022

Badai ; Rindu mengurai menjadi embun./ Cukup membasahi pagi dan telapak kaki/. Aku membiarkan lara menjemput semesta/. Tidak ada lagi yang harus di eksekusi./ Perihal nama, perihal wajah dan juga sentuhannya./ Isi kepala membiarkan kenangan berdansa sesukanya./ Yak, sesukannya. Biarkan dia merasa lelah dan terbiasa./ Punggung yang sepi biarlah sepi. Sebab sepi, tidak pernah meminta untuk ditinggali./

 –Aku, Terimakasih, ---Istirahat/mertamerdeka/ ??????????????? gak di bales ☹

 

27 Juni 2022

Badai ; ada yang mau lu certain ? atau ada hal yang bisa w denger ?

           Cemas ; oh, apakah perasaan bisa di denger ?

 

16 Juli 2022

           Badai ; langit meredam. Deru langit mengais hujan. Pagi ini, dingin menyelimuti tubuhku. Dan menyapa tidurmu. Hujan dan ngantuk.

           Cemas ; tidur, dan timanglah lelah dalam lelapmu. Berbantal harap dan berselimut do’a. Yang keras seperti mimpi. Pejamkanlah segala cerita, untuk hari ini.

           Badai ; akhhh hari ini, aku di peluk kata – kata

           Cemas ; seandainya, seandainya saja aku bisa menjadi kata. Aku ingin menjadi kata yang tepat untukmu. Memeluk sepi abadimu. Dan merengkuh segala keluhmu. Kata apakah itu ?

           Badai ; kata dari sekumpulan huruf – huruf yang membunuh. Membunuh kecewa, membunuh luka. Hingga aku hidup, dan Kembali bersenggama Bersama puisi semesta.

           Cemas ; apapun itu, aku siap menjadi alas tidurmu sayang. Kau boleh berbisik desah atau berteriak bajingan. Akan ku tahan segala beban yang mengalir Bersama keringat dan kebangsatan. Aku, abdimu.

           Badai ; akhhh aku menyukai hujan. Mampu menyembunyikan segala teriakan jiwa. Dinginnya, mampu membujuk tubuhku. Bersembunyi di lenganmu.

           Cemas ; bersembunyilah. Pada hangat tubuh yang penuh sepi. Jauh dari bising dan derap serakah manusia. Sunyi senyap menelanjangi segala resah yang membantu di dalam hati. Mendesahlah sekuatnya. Keluarkanlah segalanya. Kita, bebas dalam sepi.

           Badai ; dan aku tenggelam. Menuju altar. Kembali mengais sisa – sisa kehidupan. Untuk pagi ini saja. Diamkan waktu sejenak. Sebelum aku memuntahkan pertanyaan – pertanyaan lagi!. Dan kau, cukup mendengarkan.

           Cemas ; aku hanyalah dinding yang membatasimu antara mimpi dan kenyataan. Membatasi sepimu, dari ramai. Dan membatasi gelapmu dari mendung. Bicaralah sesukamu.

 

04 Agustus 2022

Badai ; jika aku menjelma hujan./ Ku sarankan kau untuk berteduh./ Menikmati bunyi rintiknya. Menikmati deru kerasnya. Menikmati anginnya. Dan menikmati pelukannya./ Sebab hujan. Adalah badai rindu yang kehadirannya candu./ Sebab hujan. Adalah kekasih yang tidak pernah bisa kita miliki. Sebab hujan. Adalah perasaan yang di tenggelamkan. Sebab hujan, adalah hati yang dingin di pelantaran./

 --- akulah hujan itu.

 

 

07 Agustus 2022

Badai ; Menerka saja, beberapa sendi telah menjadi puisi. Kulihat tubuhmu menyerupai diksi. Sepi mu yang mulai lihai. Atau aku yang terlalu lama menunggu.

           Cemas ; dari balik sepi. Rindu menyeringai membajak hati. Yang terus menari di atas bisu dan waktu. Kau meraih ragaku. Aku yang kian haus rindu. Dan kau yang meminjam aku.

 

08 Agustus 2022

Badai ; nelangsa telah pergi melalang buana/. Dan sepiku juga sepimu menikmati dansa di nirwana./ Jika meminjam malam mu adalah hal entah./ Maka aku lapang dada mendayung nelangsa dengan rupa air mata./ Sendiri, namun akan aku pinjami sepiku untuk menemani sepimu./ Maka api, tidak butuh air untuk menjadi padam./ Tapi api, butuh embun untuk saling menghangatkan/. Ku titipkan sepi, semoga dia adalah tanda terima kasih ku atas kebaikanmu./

 --- bahagialah selalu—Biru, ---- puisi tidak di balas ☹

 

14 Agustus 2022

Cemas ; kau memang keras kepala/. Tapi tidak lebih keras dari rindu./ Sedangkan aku terlalu rumit/. Tapi tidak lebih rumit dari apa yang kita rasa/. Semesta nampaknya paham bahwa, bisu tak bisa bercumbu, dan sepi tak mampu memuaskan birahi./ Semesta nampaknya paham, bahwa kata – kata dalam kepala kita tak mampu lagi menerka./ Semesta nampaknya paham, bahwa kita perlu berejakulasi puisi berkali – kali/. Sampai rasa menjadi nyata. /Sampai samar makin memudar. /Sampai segala Hasrat, menemukan diri yang tepat/.

           Jika rindu memiliki tubuh./ Aku akan memeluknya secara utuh./ Karena ia lebih memabukan dari anggur, dan lebih candu dari nikotin./ Hanya saja, tubuh itu begitu jauh. Bersemayam pada sesuatu, di masa lalu./ Jika waktunya nanti/. Akan ku tulis 10 puisi berisi kesedihan di tubuh itu/. Dan satu sajak kebahagiaan tepat belahan dada./ Dengan begitu, aku bisa memeluk kebahagiaan dan kesedihan sekaligus./

           kali ini, aku ingin mencintaimu dengan bijaksana./ Dengan kata yang tidak bisa di ucapkan si bisu, namun dapat di mengerti./ Aku ingin mencintaimu, dengan bijaksana./ Dengan isyarat ragu, di wajahmu yang selalu harus ku baca./ Jika waktu tak berkenan membalas, biarkan, perasaan itu menunggu sampai pulas./ Jika waktu tak berkenan menjawab, biarkan perasaan itu./ Karena pada kata – kata ia senang terjerembab/.

 

25 Agustus 2022

           Cemas ; Purnama merintih. Saat sepi meruntuhkan mimpi. Tangismu makin lirih. Merusak segala sunyi. Adakah luka masih sembunyi.

 

26 Agustus 2022

           Badai; tubuhku merintih meluluhkan ingin./ Bagian dalamnya rusak karena angin. Angin yang meniupkan api dan mendatangkan badai./ Hujannya tak lagi dapat membasahi Pelangi. Hanya ada ragu dan kesedihan./ Barangkali ia, hanya butuh kecupan./ Ditelanjangi yang terlunta – lunta./ Maukah kau sayang, menggema di dada dan juga telinga./ Ku berikan kau misi, untuk menyalakan api./ Alangkah indahnya, mencintai dengan merdeka./ Tak perduli jarak dan juga waktu, karena kemungkinan – kemungkinan adalah nafas deruku dan dirimu./

           Cemas; aku tidak punya apapun, untuk ku pakaikan padamu. Selain Hasrat dan puisi./ Keduanya memuai menjadi hangat/. Sudikah ku benamkan hangat itu, tepat diantara dada, atau mungkin di lehermu, yang rindu kecupan./ Sayang, jika ini berarti bagimu, biarkan aku menjadi kehangatan itu.Sampai pagi./ Apakah kau tengah merindukan sesuatu ?. aku sebenarnya sedang merindukanmu./ Jika kau bertanya bagian apa yang ku rindukan dari mu, ku jawab, bekas luka didahimu./ Atau tanda lahir di wajahmu. Atau kata – kata yang bergelayut dan berjatuhan Bersama rambutmu./ Atau desah nafasmu, yang tengah menahan sesuatu./ Aku ingin memeluk punggungmu. Yang sepi dan menulis resah disana, agar ramai, agar bising. Agar, kita semakin terbuai tak lagi asing./

 

 

 

 

28 Agustus 2022

Cemas; semoga segera, kita dapat menjenguk rindu yang sedang bermain dengan hantu – hantu./ Bagaimana rindu menghubungkan kita ?. apakah ia memuai Bersama awan. Atau ia dengan mudah terbawa angin./ Apakah ia keluar dari kepala kita, atau dari pori – pori. Apakah rindu itu tidak bisa bicara, apakah ia juga tidak bisa mendengar ?./

           Badai; ku inginkan pagi, yang merah dan basah./ Puisimu dan puisiku bercinta. Diantara rinduku dan rindumu./ Adakah yang menulis puisi dipunggungku. Melerai belai dan juga kehangatan./ Seperti bayi yang rindu tetek ibunya/. Akhh sayang, aku lebih menyukai kata – kata. Memperkosa isi kepala ku. Dengan intuisi dan juga resah./ Ku rela di setubuhinya dengan rekah. Disitulah rindu akan selalu hidup./ Pada dua tubuh yang saling merengkuh. Melepaskan waktu dan menelanjangi deru. Barangkali rindu, adalah waktu yang kita abaikan menggerutu./.

           Cemas; rindu suka merengek seperti bayi./ Tangisnya, menjadi tanda hausnya akan pelukan. Perlahan ia tumbuh, membutuhkan lebih dari belaian./ Ia ingin kehangatan, lalu ia merengek. Ia ingin kecupan, namun ia tetap merengek. Ia ingin sesuatu yang lebih intim, tapi ia tetap merengek./ Rindu seolah menjalar ke seluruh tubuh. Ia minta di jilati di seluruh pembuluh./ Kadang kutangkap dia di bulu – bulu halus di belakang lehermu. Terkadang ia bersembunyi pada keringat yang keluar di atas payudaramu./ Rindu menjelma, menjadi kamu./

Badai ; tak pernah ku merencanakan untuk jatuh cinta sepagi ini, mungkin kita, adalah sepasang yang jatuh di halaman buku yang sama.

Cemas; apakah itu buku filsafat ? atau buku penuh dongeng ?/ apapun itu, kuharap bukan buku narasi politik. Sebelum tidur./ Aku mengintip rindu di beberapa halaman buku./ Ia bercakap – cakap dengan beberapa baris kalimat./ Ia sibuk membaca, entah itu kata atau rasa./ Ia (rindu), menutup buku dan memejamkan mata ku, rasa gelap dan sepi memadu./ Membawa akal ku. Ia, menelusup masuk ke bagian dada, bermuara di kepala menyalakan dunia mimpi./ Aku tersasar dalam labirin ilusi, dan tersadar pukul tiga pagi./ Sebelum terbangun, aku melihat wajahmu, sosok rindu yang mulai menjadi satu./

 

11 September 2022

Badai; datang, datang saja./ Simpan segala tanya, apapun itu!/ Jika langkahmu saja ragu, bagaimana akan nasib hatiku./ Datang saja, apapun. Keentahan ini, akan aku terima dengan lapang dada./ Jika cuaca bagus, dan isi kepala kita mulai Meletus./ Akan aku kecup rindu sebagai bonus./ Sebuah puisi, satu kalimat dari ku, dan tugasmu menerjemahkannya./

Cemas; aku rasa, tugasku bertambah satu./ Selain menerjemahkan puisi- puisi yang kau rangkai, aku juga harus mengukur waktu untuk menyampaikan rindu./ Langkahku sama sekali tidak ada ragu, aku pasti datang membawa gumpalan Hasrat yang siap meledak./ Mungkin akan jadi kembang api. Atau puisi./

 

21 September 2022

Hai

Hey,

Heiii

Ia em!

Hehe dingin

Kita semua kedinginan hehe,

Apakah kesepian juga ?

Kesepian siapa ? aku, kamu, mereka dan dia. Sepertinya sudah terbiasa meminang kesepian em hehe

Mari sedikit mengawang

Aku menunggu

Kau tahu kan cerita tentang adam, 

Sedikitnya, ya!

Aku penasaran saat adam di turunkan ke bumi dan terpisah dengan hawa. Mana perasaan yang lebih besar, apakah rasa bersalah terhadap Tuhan nya, atau rasa rindu terhadap hawa ?

Ku kira, jika Tuhan tidak menciptakan perasaan rindu! Adam lebih merasa bersalah pada Tuhan, dari pada dia harus susah payah, menggendong sepi di punggungnya yang entah dimana hawa berada. Aku harap, takdir dan mengikuti arus adalah dua lengan yang membuat kita nyaman. 

 

 25 September 2022

Badai ; Kali ini, kau menjadi penonton./ Hanya menyaksikan seluruh lekuk tubuhku menari, menjinjit kesana kemari, kau hanya menonton, menertawai helai demi helai, rontok rambutku yang belum di sisir sisa keramas malam kemarin./ Kau hanya menonton Bersama safas, yang tak sabar ingin segera menghampiri, tengkuk yang berkeringat, di selimuti berhelai – helai rambut kiri./ Dengan satu album Adele tahun dua ribu dua puluh, aku menghadirkan jiwamu, di atas ranjang, tempat ku cumbui puisi./ Bagaimana, kau menikmatinya, sayang ? kuhampiri kau, dengan sejuta ranting klimaksnya!/

Hari ini cerah, sayang, jika kita lewatkan hanya dengan amarah.

Cemas ; Aku menikmati apapun; segala rasa, segala kata./ Kau sajikan di atas ranjang, atau di atas makam./ Aku menikmati apapun; segala waktu, segala jemu./ Yang semesta sajikan diatas tubuhku, atau di atas bibirmu./ Tidak ada amarah yang berhasil memelukku, juga jemu yang tak pernah sampai, menyentuhku./ Aku hanya menikmatinya, baik dengan bicara maupun bisu./

 

08 November 2022

Cemas; aku ingin memelukmu, beserta puisi!./ Aku ingin menciumi segala sudut tubuhmu, dimana puisi hinggap./ Entah dibalik leher, atau diatas bibir, entah di pergelangan tangan, atau sembunyi di ketiak, entah di atas dada, atau turun hingga ke putingnya./

 

10 November 2022

Cemas; sayang, bolehkah aku meminjam dadamu ?/ aku ingin melukis bulan diantara payudara dan menuliskan kata – kata yang terjun hingga kepusar/ aku ingin membuat puisi erotis dari tubuhmu/ aku ingin menaburkan anggur di kedua bahumu agar kuman – kuman ikut mabuk/ biarkan lidahku, menyebarkan anggur ke sekujur/ dan memelukmu dalam birahi yang purna seperti bulan/.

 

15 November 2022

Cemas; {}/rahasia – rahasia sunyi jatuh di atas tubuh/ia pecah menjadi tabir birahi/yang telah lama menahan gairah/satu demi satu/kata demi kata/tertuang melalui lidah yang menjamah sepi di setiap sudut/desah, diramu menjadi nada – nada nafsu/beriring peluk dan tangan – tangan kecil yang rindu payudara/malu dan malu saling bertemu/menafsirkan rindu dalam Bahasa tubuh/

Badai ; {}

 

 

 

 

16 November 2022

Cemas; aku ingin mengecupmu/dibagian tengkuk leher sembari mengucap mantra/dengan hikmat dan penuh renung/atau di daun telinga/ku gigit mesra sembari melempar desah/ menyentuh sensor tubuh yang tengah bergairah/aku ingin memandangi kedua payudaramu/yang teduh dan penuh magis/ingin ku benamkan wajah diantara keduanya/sambal mengulang – ngulang kata agar langsung terdengar oleh hati/

 

21 November 2022

Cemas ; Hai/Pukul satu dini hari, aku mendengar lagu di iringi gerimis, perlahan rinduku basah. Oleh rasa cemas dan bayang – bayang ketakutan/Pukul satu malam itu, gerimis mencegah mimpi, katanya aku tak perlu tidur, katanya biarkan sepi merangkul/Pukul satu malam itu, mataku bukan lagi milikku, aku tidak bisa melihat apa yang ada dihadapanku. Aku melihat jauh pada bayanganmu,yang sedang berlari di padang mimpi, bermain – main dengan takdir dan menyapa maut/Malam itu pukul satu, khayalku menyapa, mataku terbuka/

Badai ; Hai/Pukul satu malam ini, aku menyirami mimpi/membiarkannya tumbuh, dengan atau tanpa keliaran ku malam ini/sayang, aku banyak mengiyakan/perihal lalu dan juga akan!/

Cemas; Satu demi satu/Mimpi akan bermekaran/Saat angin malam dihembuskan Jibril/Saat itulah kelopak mimpi bertebaran seperti Dandelion/ia akan tumbuh dimanapun ia jatuh/Begitulah kita/Kita mengiyakan segalanya/menerima apa yang semesta sajikan/dan tumbuh seperti sekarang/

 

22 November 2022

Badai ; Matahari dan bulan/tidak pernah saling mengecup/meskipun mereka sama – sama pelengkap semesta yang penuh tanya!/Begitupun kita, sepasang pelengkap sunyi dan penabur rindu/kita adalah sepasang yang semu/karena terikat rasi ragu/

Cemas ; Kita memang semu, tapi setidaknya kita sepasang/Jika memang ragu mengikat ulu hatiku ataupun denyut nadimu/tapi setidaknya kita dalam satu garis yang sama/kita bisa meramu ragu menjadi lagu pengantar tidur ataupun puisi yang dibacakan sembari kita bercinta/

 

28 November 2022

Badai ; Hari ini, sepi kita menjadi jingga/ kita menuntun sepi kedalam pelukan/kita menikmati sepi yang akan pergi/hingga esok hari dia Kembali/bersamaan dengan puisi yang kita saling bagi/

Cemas ; Senja yang kian redup menjadi tanda bab penutup/sepi diubahnya menjadi gerimis/kubawa ia dalam perjalanan menuju hidup/yang merekam dan me- reka peluk yang tak pernah habis/

 

30 November 2022

Badai ; Kubiarkan debu jalanan berkembang biak di wajahku/menjadi pori-pori laktosa dan jerawat/karena tidak ada rindu seberat aku, memutar – mutar kaleng yang aku kerjakan di dalam pabrik/kubasahi sekujur lehermu dengan desah/kubiarkan kau, melumat sayang yang bermukim di putingku/ku menaruh coklat di dadamu/

Cemas ; Jeda memberi waktu/kita menatap – natap rindu/wajah – wajah yang merah/dan sudut ruang penuh desah/birahi bergema sebelum adzan/kita bergelut sebelum fajar/

 

 

 

 

 

05 Desember 2022

           Cemas; Sayang, jika kata – kata ku jatuh di lembar sutra/maka ia akan menjadi dharma/sebagaimana rinduku yang jatuh diantara dada kita/jiwa kita seolah melafalkan bait – bait sepi/melontarkannya pada angin musim semi/Teratai mekar seperti iman/sebagaimana kita percaya pada rencana semesta/dua malaikat tidak lagi mencatat amal/mereka menulis sajak tentang, seberapamsering namamu ku dengung/

           

08 Desember 2022/Pagi Buta/Tangerang/

           Badai; Bukankah, kita semua lahir dari rasa kesepian, sayang? /Semenjak Adam merasa terlalu lama sendiri dan Tuhan menghadirkan Hawa sebagai teman/kita memang berasal dari kesepian/setiap detik anak – anak sepi lahir/dari Rahim tawa/dari telinga luka/dari rasa gembira/dari setiap sudut logaritma, sepi lahir/apakah sepi berhak lahir sayang/semenjak sepi lahir/kesepian menjadi jembatan untuk kita bertualang/

           Cemas; Sepi mana, yang tengah kau dekap sayang /Bolehkah sebentar aku merabanya/aku ingin, jemariku merasakan dinginnya/atau barangkali kesepianku, akan mengusir kesepianmu/bolehkah aku mendekapmu sayang/barangkali peluk bisa menyatukan irama jantung kita/mengusir sepi yang berpendar diantara dada/ dan meledakkannya di angkasa/menjadi debu intan/atau jadi rembulan/

 

21.15/Manggarai/

           Badai; Jejaknya semakin dingin/lautnya semakin payau/gunungnya semakin badai/tidak ada jalan untuk ku tualang/menuju punggungmu/meraba lenganmu/memeluk wajahmu/jejaknya semakin dingin/tapi kau tidak pernah absen menuntun ku kedalam danau/yang di dalamnya, adalah potongan tubuh – tubuh puisi/anak – anak dari do’a dan rinduku setiap hari/jejaknya semakin dingin/kuharap pagi/membiarkan puisi di peluk Mentari/

 

12 Desember 2022/Melihat Kita/

           Badai; sungguh/aku melihat purnama lebih bercahaya/kita diatur lagi oleh jarak/dan sedang disirami sunyi oleh waktu/kata semesta “rindu berhak tumbuh liar di isi kepala kita”/sungguh/aku melihat purnama/diatas ranjangku/sedang menikmati tubuhku dan tubuhmu beradu puisi/dari ujung kepala sampai ujung kaki/sayang, wangi tubuhmu aku suka/

 

13 Desember 2022/I want u poem/

           Cemas; Bukankah sepi layak kita rayakan, sayang/mari, biar ku hibur sepi yang menari-nari di jari jemari/juga beberapa sunyi di balik bibir yang nyenyak bersembunyi/apakah payudaramu, juga hampa sayang ?/ bolehkah ku jamah dan membuat rasi di atasnya/apakah lingkaran pusarmu juga tak lekang oleh hening/bolehkah aku membenamkan wajah atau melempar sperma untuk menemaninya/sepi – sepi itu adalah jembatan kita/tempat kita menyebrang ke surga yang di tunggu izrail/sayang, biarkan aku bercinta dengan sepi abadimu dalam keabadian/

           

14 Desember 2022/Ejakulasi/

           Badai; aku lupa mengeja kata cinta, atau memang aku tidak pernah menyetujui bentuk cinta menurut siapapun. Dan, aku sendiri tidak pernah berhasil mengeja tubuh cinta, entah bagian dadanya, barangkali bagian pahanya, atau mungkin bagian belakang kepalanya, entahlah, cinta berhasil sembunyi dimana, sehingga jalan menuju cinta, tak jua aku menemukannya.

           Ada satu dimensi yang beratraksi di dasar jiwa paling dalam, yang tumbuh di relung hatiku, ia abstrak namun mudah untuk mengeja. Ia hanya bisa merasakan, ia hanya bisa mengekspresikan apapun yang bisa ia sentuh, berasal dari jari – jari nya kah, entah dari isi kepalanya kah, atau bahkan, sentuhan – sentuhan yang mengusir Tuhan.

           Ia tidak mengenal cinta, tapi jiwa yang tumbuh secara abstrak di relung paling dalam, dia tahu, bagaimana matahari bisa tumbuh, meski tidak pernah memeluk bulan, bagaimana puisi bisa hidup, meskipun jiwa telah di bawa purna.

           Akhhhhh, sayang, boleh aku berkata jujur ? aku ingin setiap hari berpuisi denganmu tanpa henti,

 

Cemas; hari ke hari, awan terbiasa menari dari jari ke jemari. Memeluk ruas – ruas sepi, yang terbiasa dengan tualang penuh sunyi/ sayang, adakah rasa yang telah lama mati ?, yang Kembali tumbuh di nadi, disirami percak – percik puisi. Menumbuhkan, kelopak dan duri – duri/ sayang, sudahkah ia mekar. Bolehkah ku jamah keindahannya. Ia cantik layaknya rembulan, namun juga tangguh, Bagai badai/ sayang, sudahkah rindu menguasai tubuhmu ?. sudahkah sepi – sepinya, menggerayangi ujung kaki, meniupkan udara sunyi, di putting payudara kiri ?. apakah ia menitip, hening pada permukaan klitoris, yang kering, dan merindukan sentuhanku ? / sayang, maukah berpuisi denganku ? / 

 

17 Desember 2022

           Cemas; malam itu, aku menikamti matamu yang teduh/terpejam menutup pandang dari segala keluh/ bibirmu yang diam seolah, tersenyum memandang mimpi/ apakah kau bertemu Jibril/jika iya, mintalah wahyu, bagaimana mengatasi rindu/lantas, sabdakan padaku satu demi satu, saat kita bersetubuh/saat para malaikat ikut bersenggama di waktu subu/sayang, aku merindukanmu/merindukan setiap pori – pori dan luka – luka mu/

           Badai; ternyata, puisi juga butuh sepasang/puisi butuh akan pelukan puisi/puisi butuh sentuhan – sentuhan puisi/puisi butuh purnama merindu dengan puisi/puisi akan merasa hidup/jika ia bertemu puisi yang lain/dan aku, butuh puisimu, sayang!/

 

04 Januari 2023

           Badai; Satu cangkir kopi/adalah kenikmatan anggur di pagi hari/pelukan sehangat Mentari/adalah hidangan, pisang goreng di pagi hari/satu batang rokok, yang kita nikmati/adalah ciuman – ciuman puisi/yang kata – katanya, membentur jendela dan rak kiri/satu sentuhan jemari/adalah sebuah pertanyaan, why me ? / kita mempertanyakan sebuah radio/adalah bintang – bintang yang tidak pernah padam/sekalipun hujan lebat dan tergilas kemajuan teknologi/satu malam/adalah sealbum rindu yang terlewatkan/masihkah ada pertanyaan /tentu, isi kepala adalah nada/disaat rasa, telah dulu tumbang dipangkuan adam dan hawa/hari ini, secangkir pagi, telah ku seduh didalam puisi/merangkum nadi, yang masih bernafaskan puisi/sebelum kucelupkan lelah/aku menampungnya dengan/cigarette in the wine/semoga luka, adalah kebahagiaan kita/

 

09 January 2023

           Badai; Pertandingan Sunyi/Apakah kidung setia benar adanya sayang, ?/Apakah benar, cinta selembut biru sayang , ? /Kita sering menyaksikan kesetiaan,/Dan tak sedikit menangisi kepergian/Karena pilihan,/Hahaha… ternyata setia juga pilihan/Kita sedang memasuki babak penyisihan,/Karena luka yang kunikmati,/Dan cemasmu yang sering menghampiri,/Apakah kita sedia bertukar penalti,/Atau kita cukup menjadi rasi,/Yang meledak berkali – kali/Aku tidak cukup paham perihal rumus setia,/Tetapi, berbicara menjalani prinsip,/Sudah kupastikan,/Aku terlatih untuk hal itu/Pukul berapa pertandingan Wakabayashi sayang ?

 

Pabrik/06 Januari 2023/mertamerdeka/

 

 

 

 

10 January 2023

Badai; Laksa purnama/Bagai hujan menampung resah/Jika perjalanan adalah malam yang Panjang untuk mengaum puisi/Maka, aku ingin menjadi pena selayak teman yang dipilih oleh kertas kosong/

23.19/

 

11 January 2023

           Cemas; Rindu melolong di Lorong malam/Suaranya yang tajam, menusuk Cahaya bulan menjadi lebih temaram/Sayang, aku menyebut namamu dalam – dalam, sedalam do’a – do’a yang terabaikan namun selalu di panjatkan/ Aku mabuk rindu/aku mabuk dirimu yang kerap datang di mimpiku/

04.24/

 

14 January 2023

           Badai; Apakah awan permah merindukan hujan ?/ Apakah api pernah merindukan kayu/Apakah pagi pernah merindukan embun/ atau burung merindukan ranting/Kelak angka lima atau dua belas, tidak pernah tahu, mengapa garis dan koma tidak bisa menjadi bunga / sediakah renjana menjelma sungai, yang tidak malu memberi kehidupan pada danau./ perlukah pertanyaan, segala arah hinggap di tubuh kita ?/ aku yang kelewatan/atau memang kau yang sekedar mampir berteduh menyikapi angin/kubasuh rindu dengan segala gerutu/

 

15 January 2023

           Badai; Percakapan pukul satu menjadi bisu, dimakan semut diantara kayu – kayu. Masihkah engkau ingat pertanyaan empat purnama lalu ? perihal rindu yang dapat membuka hatimu /percakapan pukul satu menjadi bisu, tatkala waktu sudah menggariskan temu/sungguh semesta selalu punya cara jitu, untuk meyakinkanku, perihal asing yang di celup alcohol dan juga puisi yang ditumbuhkan oleh patri/ sayang, ternyata kita hanyalah debu yang di asuh oleh rindu/

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Cemas dan Badai
Merta Merdiana Lestari
Flash
Engkaulah Takdirku
Wirdatun Nafi'ah
Novel
Gold
Girls Meet Boy
Gagas Media
Flash
Ambilkan Bintang Untukku
Aspasya
Novel
SANG PEWARIS YANG TERBUANG
Dewi
Skrip Film
Kau Ada Dimana?
Sofia A.
Novel
Waiting For Him
Rania RI
Novel
Gold
Orion
Bentang Pustaka
Novel
Come to Stay
Winda Nazira
Novel
Bronze
The Privacy
Daniella Jeslynn
Novel
Gio
Tri Wulandari
Novel
Bronze
Atala & Anata
Nabila May Sweetha
Novel
Antologi Kata : Angan
Janete Stephanie Br. Hutabarat
Flash
Bronze
Reuni
Hesti Ary Windiastuti
Novel
Luka dan Bahagia
Nuraenah Yakin
Rekomendasi
Cerpen
Cemas dan Badai
Merta Merdiana Lestari
Novel
Ranum
Merta Merdiana Lestari