Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hai, sob, kenalin, gue Nira, Nira Nirwana. Katanya, sih, gue ini duta baca salah satu kabupaten di Jawa Barat. Tugas gue? Promosiin literasi, baca buku, terus bikin orang-orang mau ke perpustakaan. Tapi, jujur aja, ya, bacaan favorit gue itu teenlit sama platform daring—yang kata orang kurang nyasastra. Ah, bodo amat. Yang penting gue suka, kan?
Anyway, ini tulisan pertama gue di blog. Baca sampai habis, ya, karena ada satu cerita di balik kunjungan gue ke situs makam ronggeng yang bikin pikiran gue nggak berhenti muter. Dan, jadi salah satu alasan kenapa gue pengen banget nulis-nulis diary kaya gini.
Di musim panas bulan juli lalu, gue diajak kepala dinas perpustakaan buat ngunjungin salah satu situs keramat yang ada di kabupaten gue. Denger itu gue langsung merinding, dong, tapi, apa boleh buat, ini udah jadi tugas gue, terlebih, kata kepala dinas, kita bakalan jemput naskah tentang situs tersebut yang bakalan diterbitin sama dinas.
Pagi-pagi banget, gue udah bangun buat siap-siap. Kepala Dinas, Pak Gunawan, bilang kita harus berangkat lebih awal biar nggak pulang kemaleman. Situs makam ronggeng ini letaknya di pelosok banget, katanya. Gue sempet mikir, sepelosok apa sih? Tapi pas gue cek di peta, ah, gak pelosok-pelosok amat.
Gue naik mobil dinas yang udah nunggu di jalan depan rumah. Duduk di belakang, bareng Pak Gunawan, gue nyiapin novel favorit buat ngisi waktu (ya, teenlit, tentu aja). Tapi begitu masuk ke jalan kecil di luar kota, perjalanan mulai terasa beda. Jalanan aspal halus yang tadi gue lihat tiba-tiba berubah jadi jalan berlubang dan berbatu. Mobil yang kita tumpangin mulai goyang ke kiri dan kanan kayak odong-odong.
“Pak, ini jalannya rusak banget,” kata gue yang ga sengaja nyenggol Pak Gunawan.
“Ya, begitulah, Nir,” jawabnya santai sambil senyum. “Namanya juga pelosok. Untung mobil ini sudah terbiasa lewat jalan seperti ini.”
Untung buat mobil, nggak untung buat perut gue. Guncangan itu bikin kepala gue pening, dan gue cuma bisa berdoa semoga kita cepat sampai. Tapi itu ternyata cuma harapan kosong. Jalan semakin kecil, sempit, dan beberapa bagian malah nyaris ketutup semak-semak liar.
“Pak, ini kita beneran ke situs makam ronggeng, kan?” gue tanya sambil melirik peta di HP gue, ‘bjir, ga ada sinyal!’.
“Betul, sabar aja. Sedikit lagi sampai,” jawabnya penuh percaya diri.
Perjalanan akhirnya berhenti di depan gerbang kecil. Di sanalah papan kayu tua menyambut kami, dengan tulisan yang hampir pudar: "Situs Makam Ronggeng." Pas keluar mo...