Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Caelan Kecil Tak Ingin Tumbuh Dewasa
1
Suka
291
Dibaca

Pagi Lembab di Lembah Mawar

Hujan turun di Lembah Mawar. Langit kelabu menutupi hamparan ladang mawar, dan aroma tanah basah bercampur harum mawar memenuhi udara. Di dalam rumah sederhana di ruangan tamu, di depan perapian menghangatkan ruangan.

Namun hangatnya perapian tidak menyentuh hati seorang gadis kecil. Caelan duduk bersila di lantai sambil memandangi tetesan air di luar jendela.

Saat ini Caelan tengah memikirkan ucapan Nenek Dora kemarin sore saat Mama berbincang dengan Nenek Dora di pasar.

"Nyonya Marry, putri Anda sangat imut. Saya ingin sekali punya cucu perempuan seperti Caelan."

Nenek Dora menutup mulutnya dengan kedua tangannya yang keriput, dia terpesona melihat keimutan Caelan kecil yang sedang memakan apel merah seperti tupai.

"Caelan, putri kecilku memang imut sekali. Aku harap, Caelan selalu tumbuh sehat," ujar Marry sambil menyibak helai rambut perak dari wajah putrinya.

"Kalau Caelan besar nanti, dia pasti akan menjadi gadis yang cantik banget. Gimana kalau Caelan jadi teman cucu laki-lakiku?"

"Cucu laki-lakiku bocah yang baik. Dia suka membantu mencari kayu bakar di hutan. Bocah itu rajin. Aku yakin dia bisa diandalkan nanti," goda Nenek Dora.

Marry mengernyit. Ia tidak ingin putrinya dijodohkan dengan cucu laki-laki itu.

Namun, Marry tidak mengubah ekspresinya. Ia tahu putri kecilnya membutuhkan teman sebaya. Ia dengan enggan bertanya kepada putri kecilnya.

"Caelan sayang, maukah kamu berteman dengan cucu laki-laki Nenek Dora?" Tanyanya lembut.

Mata birunya memancarkan kelembutan seorang ibu sekaligus menyiratkan kesepian yang mendalam. Khawatir putrinya tidak punya teman sebaya sekaligus khawatir putrinya akan meninggalkannya.

Caelan menggelengkan kepalanya tanpa ragu.

"Caelan cuma mau main sama Mama," katanya sambil memeluk Mama dengan erat.

Melihat keimutan putrinya, Marry menghela nafas lega. Ia menatap dirinya di mata bulat putrinya

"Aku tak bisa berbuat apa-apa, Sayang. Caelan memang putri Mama."

Melihat interaksi hangat antara ibu dan putri kecilnya, Nenek Dora tersenyum. Dia ikut senang.

"Caelan memang putri Mama." Nenek Dora mengusap dagunya sambil memandang Caelan sesaat.

Lalu Nenek Dora mendesah dan menatap Marry.

“Nyonya Marry, putri Anda sungguh manis. Kamu sungguh diberkati dengan anak semanis ini.”

Marry menoleh ke arah Caelan sejenak. Lalu ia menatap Nenek Dora.

"Caelan memang putriku," pujinya.

"Tapi Nyonya Marry... Caelan tidak bisa selalu menjadi anak kecilmu, bukan? Suatu hari nanti, anak itu akan tumbuh dewasa, bersekolah, hidup mandiri, menikah, lalu berpisah dari ibunya.”

Nenek Dora menatap Marry sejenak. Lalu dia menatap ke langit.

“Tidak ada orang tua yang rela anaknya meninggalkan orang tuanya. Namun sebagai ibu dari dua putra dan dua putri, saya pernah mengalaminya."

Nenek Dora mengeluh tentang betapa beratnya membesarkan anak.

Mendengar keluhannya, Marry tak mau ambil pusing. Ia hanya tersenyum tipis dan menatap putrinya.

"Aku tahu. Saat ini aku hanya ingin hidup bersama Caelan."

Marry menarik Caelan ke dalam pelukannya dengan erat seakan tidak membiarkan dunia merebut kehangatan kecil ini.

Kembali ke Masa Kini...

Caelan memeluk tubuhnya. Dia masih bisa merasakan kehangatan dari pelukan Mama kemarin.

Caelan memandangi hujan dari luar jendela. Embun air memenuhi jendela seakan ikut bersedih melihat keceriaan pudar di wajah gadis kecil itu.

Caelan terus memandangi tetesan air yang mengalir di kaca jendela. Dia masih mengingat dengan jelas, setiap kata-kata Nenek Dora. Dan setiap kali dia mengingat ucapannya, dadanya terasa sesak.

Caelan kecil menoleh ke arah Mama. Wajah mungilnya mendung, kehilangan senyuman yang biasanya dia tunjukkan.

"Mama..." suara Caelan lirih.

"Hmm?" Marry menjawab tanpa menoleh. Ia sibuk merapikan sulaman sambil duduk di depan perapian.

"Kalau Caelan… sudah besar... apa… apa Caelan nggak bisa tidur di pelukan Mama lagi?" Suaranya serak.

Tangan Marry berhenti. Ia memandang putrinya yang sedang menatap jendela dengan tatapan yang seharusnya tidak dimiliki seorang gadis kecil.

Marry meninggalkan sulamannya. Ia berjalan mendekati putrinya. Lalu ia berjongkok dan mengelus kepala mungil itu.

"Sayang, kenapa Caelan tiba-tiba bertanya begitu?" Tanyanya lembut.

Caelan tidak langsung menjawab. Dia diam sejenak dan memeluk lututnya.

"Karena waktu terus berjalan. Dan kemarin Nenek Dora bilang, nanti Caelan akan sekolah, lalu hidup mandiri, menikah, lalu—"

“Caelan akan jauh dari Mama,” suaranya mulai putus-putus. Bahu mungilnya gemetar. Mata birunya mulai basah.

Mata Marry melebar. Ia segera memeluk putrinya. Ia duduk di lantai sambil memangku Caelan di pahanya.

Marry menyandarkan kepala mungil itu di dadanya. Lalu ia menyisir rambut perak putrinya.

"Caelan, Sayang," bisiknya. "Menjadi dewasa bukan berarti meninggalkan pelukan Mama."

“Tapi, Mama... akan pergi, kan?” Suaranya serak, nyaris tak terdengar.

Tubuh Marry menegang sesaat. Marry tahu, cepat atau lambat, dunia mungkin akan memanggilnya kembali. Entah itu dari sisa-sisa kekuatan lama, atau musuh lama yang kembali memburunya.

Tapi ia tak ingin wajah putrinya dibayangi kekhawatiran semacam itu. Ia hanya ingin Caelan tumbuh sehat dan bahagia setiap hari.

"Caelan," katanya lembut. "Lihat Mama!"

Caelan memandang wajah Mama. Wajah mungilnya terpantul di mata biru langit.

Marry mengacungkan jari kelingkingnya.

"Mama janji. Selama Mama masih hidup, Mama akan selalu menjadi tempat Caelan pulang.”

Marry terdiam sejenak. Lalu dia kembali membuka bibirnya.

“Bahkan saat Caelan besar nanti, punya rumah sendiri. Bahkan saat Caelan sudah jadi nenek. Kalau Caelan memanggil Mama… Mama pasti datang."

Tatapannya memancarkan kasih, pengorbanan dan ketulusan seorang ibu kepada putrinya.

Caelan ragu sejenak. Dia menunduk. Kemudian, dia menatap Mama.

Caelan tersenyum kecil. Tangan mungilnya gemetar saat dia menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Mama.

"Jan—janji?!" Suara Caelan serak.

"Janji!" Kata Marry lembut sekaligus tegas.

Marry mencium kening putrinya. Kemudian, ia mengusap wajahnya ke wajah mungil itu.

"Sayang! Tumbuh dewasa itu tidak selalu menakutkan. Itu hanya berarti Caelan bisa melindungi lebih banyak orang yang Caelan sayangi."

Mata Caelan berkaca-kaca. Dia mengangguk perlahan dan memeluk Mama.

"Kalau begitu, Caelan akan tetap tumbuh. Tapi hanya sedikit. Sedikit saja... agar Mama selalu memeluk Caelan setiap malam."

Marry tersenyum lembut. Matanya sedikit basah.

“Kalau sedikit, Mama bisa terima. Caelan bisa tumbuh kapan saja. Mama akan selalu bersama Caelan.”

Marry menepuk punggung mungil Caelan dalam pelukannya.

Langit di luar ruangan masih hujan dan membasahi ladang mawar. Namun kehangatan terus hadir di dalam rumah sederhana di antara ibu dan putri kecil yang saling berpelukan dengan penuh cinta, kasih sayang, ketulusan, dan disaksikan perapian hangat.

Dunia di luar mungkin dingin namun kehangatan ibu dan putrinya tetap menyala di dalam ruangan domestik dan sekali lagi menghangatkan dunia yang gelap.

Buku Rencana Hidup Caelan

Keesokan harinya, setelah hujan reda, Marry dan Caelan pergi ke ladang di halaman belakang rumah. Marry menanam bibit mawar merah muda. Dan Caelan berjongkok di belakang Mamanya.

Tatapan Caelan serius seperti bukan gadis kecil. Dia sedang menulis coretan di buku yang ia beri judul "Buku Rencana Hidup Caelan."

Caelan menulis di lembaran pertama. Tangan kirinya memegang buku putih. Tangan kanannya memegang pena yang diberikan Mama—hadiah untuk Caelan yang belajar menulis. Dia mencoret-coret huruf-huruf yang tak beraturan dan hampir sulit dikenali di lembaran putih.

Marry menanam bibit-bibit mawar pink di tanah yang berembun. Beberapa saat kemudian, semua bibit mawar merah muda berhasil ditanam.

Marry berjalan mendekati putri kecilnya. Ia berlutut dan berusaha mengintip tulisan putrinya. Di lembaran pertama tertulis: “Nomor satu: Tetaplah bersama Mama.”

Mata Marry melebar. Kemudian ia tersenyum tipis dan berkata, "Nomor dua?"

“Nomor dua: Jadilah pendek! Jadi Mama bisa memeluk Caelan sepanjang waktu,” katanya polos.

Marry menutup mulutnya dengan sikunya. Ia tak kuasa menahan tawa.

"Kalau begitu, Mama akan membuat bantal peluk berbentuk Mama supaya Caelan bisa memeluk Mama setiap hari."

Caelan langsung mengangguk antusias.

"Ya! Boneka Mama! Caelan akan memeluk Mama setiap hari."

Caelan menatap wajah Mama dengan mata berbinar.

“Mama akan membuatkan bantal peluk berbentuk Mama untuk Caelan?”

Marry mengangguk perlahan.

“Tentu saja, Sayang. Mama janji akan memberikan bantal peluk untuk Caelan.”

Seketika, Caelan melompat-lompat ringan di udara.

“Hore! Hore! Mama memang terbaik.”

Lalu, Caelan berlari kecil mengelilingi Mama dengan riang

“Boneka! Boneka Mama! Caelan memeluk boneka Mama. Hore!”

Caelan bersenandung di pagi hari. Marry ikut tertawa melihat keimutan putri kecilnya. Ibu dan putri itu akhirnya tertawa bersama.

Hati Marry menghangat. Sesaat, ia melupakan dunia luar dan identitas lamanya. Dunia lama boleh memanggilnya algojo darah.

Tapi saat ini dia hanya ingin menjadi Mama yang dipeluk putrinya setiap hari. Dan dunia yang dingin pun hangat… selama pelukan itu masih ada.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Cerpen
Caelan Kecil Tak Ingin Tumbuh Dewasa
Eldoria
Novel
Gold
The Orange Girl
Mizan Publishing
Novel
Gold
Let's Break Up
Bentang Pustaka
Komik
Philophobia
Chyruszair
Flash
Langit Sore Itu
kvease
Cerpen
Bronze
Pergilah ke Surga
Rika S. Muliawan
Cerpen
Bronze
SANIA
LSAYWONG
Cerpen
Bronze
MAMAKU INGIN MENIKAH LAGI
Iman Siputra
Cerpen
Bronze
Keadilan bagi seluruh penghuni tanah ini
Wachyudi
Novel
Gold
Words in Deep Blue
Noura Publishing
Flash
Bronze
Si Gadis Berkucir Satu
Andriyana
Flash
Bronze
Kapan Nikah : Flash Fiction Spesial Lebaran
Silvarani
Novel
Bronze
The Pianist
Luluk Mujiati☑️
Novel
Anak Desa
Nicanser
Novel
Melepas Bayangan
Nurul Fitria
Rekomendasi
Cerpen
Caelan Kecil Tak Ingin Tumbuh Dewasa
Eldoria
Novel
Pangeran Perak Hanya Tahu Dicintai
Eldoria
Novel
Mawar Darah: Belas Kasih Terakhirnya adalah Kematian
Eldoria
Novel
Ratu Legiun: Wanita Besi dan Putri Cahaya Bulan
Eldoria
Novel
Putri Mawar Darah Hanya Ingin Hidup Damai Bersama Putri Kecilnya
Eldoria
Cerpen
Bronze
Algojo Darah Kembali Menuntut Keadilan
Eldoria