Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bunga Persik Merekah di Nanhui
Nanhui, 25 Maret
Tampaknya salah memilih sebuah hari di musim semi di Nanhui untuk bertemu. Orang - orang memenuhi jalan - jalan dan mengerumuni pertunjukan di sana sini, di Chengbei Folk Peach Orchard . Memang baru awal pembukaan festival, tapi wisatawan lokal sudah membanjiri pinggiran kota Shanghai, distrik Nanhui. Bisa jadi karena mau dihitung sebagai orang pertama yang menyaksikan mekarnya bunga persik.
Sebuah keluarga kecil melewatiku menuju tempat perlombaan balap babi. Melewati jembatan ke dekat dermaga. Di mana seorang pemandu meniup peluit dan memberi aba - aba pada babi kecil untuk lari lalu menyelam. Mereka bilang itu pertunjukan yang lucu. Babi - babi kecil bertanding dengan menggemaskan.
Mereka pikir itu lucu. Dari jembatan batu putih melengkung dari sisi sungai satu ke sisi seberangnya, aku tak berpikir itu lucu. Babi - babi kecil yang tidak tahu kalau mereka menggemaskan, hanya mematuhi perintah.
Prit! Lari dengan ekor pendek melingkar bergoyang kanan kiri seirama goyangan pantatnya sepanjang jalur yang dipagari warna - warni. Prit! Melompati gawang dengan kaki-kaki pendek gemuknya. Prit! Nyemplung ke air menyelam. Katanya seperti itu lucu dan menggemaskan.
Padahal itu seperti refleksi diriku saja. Kaki pendek dan muka kemerahan terbakar matahari berjalan ke sana ke mari mengikuti perintah. Perintah yang kuikuti bukan suara peluit, melainkan kata-katamu. Jadi, kau pemanduku yang kutemui di Xintiandi beberapa hari lalu. Apa yang kulakukan di Nanhui inipun atas perintahmu. Aku tidak menggemaskan, babi kecil yang menggemaskan, tapi kami sama-sama mengikuti perintah pemandu.
Aku mengulang suaramu yang tinggi seperti peluit dalam kepala. Kau bilang aku datang tepat di musim yang bagus. Musim semi akan ada banyak bunga mekar indah di Shanghai. Ada baiknya aku berkunjung ke distrik Nanhui di Pudong Baru, Shanghai. Akupun mengikuti perkataanmu. Sebab kau juga berjanji akan menemuiku di sini, Nanhui.
Namun sudah sejak pukul sepuluh aku datang, kau belum muncul juga. Aku tak mau sia-sia membayar RMB 55 hanya untuk bengong. Mungkin aku akan menunggumu sampai pukul lima saat tempat ini tutup.
Xintiandi, 20 Maret
"Huānyíng !" ujarmu ketika aku memasuki salah satu restoran internasional di Xintiandi.
Aku mengangguk. Sebagai mahasiswa sastra cina yang sedang berkunjung ke Shanghai, aku mengerti ucapanmu. "Xièxiè nǐ. Wǒ xiǎng sānmíngzhì ," pintaku sambil menuju ke meja kosong.
"Sandiwch? Oh, where are you come from? We are in Shanghai! How about noodle and dumpling? This restaurant provide best noodle. I recommend you. I am best tourist guide in Shanghai. Wǒ shì Jay ," sahutmu begitu mendengar pesananku.
Mungkin aku yang salah memesan menu. Tapi mendengarmu bicara dalam bahasa inggris membuatku terkesima. Bukan karena dialekmu yang kental atau kefasihan pengucapanmu. Aku seperti mendengar kau bernyanyi. Nyanyi rap.
"Hǎo . Akan kusampaikan pada pelayan kalau begitu. Aku cuma berafiliasi dengan restoran ini. Apa kau mau aku menjadi pemandumu? Bisa kutawarkan berbagai tujuan wisata sesuai keinginanmu. Dari objek umum sampai objek khusus yang ingin kau lihat. Aku juga menawarkan harga spesial untukmu, turis pertamaku di hari spesial ini," katamu begitu cepat. Pada kalimat terakhir kau bicara dengan suara rendah.
Telingaku tergelitik mendengarnya. Sungguh, kau bernyanyi rap alih-alih bicara. Kau memakai nada-nada persuasif dan provokatif. "Hari spesial?" tanyaku penasaran.
Senyum terkembang pelan-pelan di bibirmu. Kau membuka ponsel pintarmu. Ada aplikasi khusus berbahasa Cina yang kautunjukkan. Yang kupahami aplikasi itu menunjukkan hari, tanggal, dan perhitungan astronomi yang rumit. Aku tak tahu soal perhitungan astronomi itu, meskipun tampaknya kau sangat tahu.
"Hari ini equinox. Hari dimana malam dan siang tepat terbagi menjadi masing-masing 12 jam. Hanya pada musim semi saja kau bisa menemuinya. Hari ini kau sangat diberkati berhasil mendapatkannya. Jadi, mau mengisi sisa 12 jam siangmu? Atau mau memulai 12 jam malam? Aku siap menjadi pemandumu."
Aku jadi tertarik. Kata-katamu bagai mantra yang menelikung sadarku. Bagaimana tidak kalau perjalanan pertama ke luar negeri aku mendapatkan keajaiban seperti ini. Equinox, musim semi, Shanghai kota impianku, dan beberapa hari lagi ulang tahunku. Aku mau kau menjadi pemanduku. Perjalanan seorang diri yang kulakukan sebagai kado ulang tahun semoga jadi istimewa dengan panduanmu.
"Kalau hari ini saja, berapa aku harus membayarmu?" tanyaku sambil menimbang-timbang uang saku. Aku kan datang dengan cara murah ala backpacker. Menyewa pemandu tidak kurencanakan sama sekali.
Kau mencermati penampilanku. Tas ransel besar di kaki meja, celana kargo coklat muda selutut, kaos putih dan kemeja kehijauan sebagai baju luaran. Penampilanku mencerminkan kondisi itinerary-ku. Kau mengernyit sejenak.
"Nǐ shì shénme rén ?" kau bertanya penuh selidik.
"Wǒ shì yìnní rén ," lekas kujawab.
"Oh, really? Kalau begitu tarifnya...," kau lalu berbisik padaku.
Mulai pukul 10 pagi itulah kau resmi menjadi pemanduku. Kita berkeliling Shanghai dengan cara yang kita sepakati. Kau bercerita dalam bahasa inggris dan mandarin. Aku bilang padamu kalau aku mahasiswa sastra cina semester 5, jadi kau leluasa bicara mandarin di sela bahasa inggris. Yah, aku tak mempersalahkan hal itu. Aku belajar mandarin dan Shanghai darimu dengan cara yang menyenangkan di hari equinox.
Nanhui, 25 Maret, lewat tengah hari
Akhirnya aku menonton babi-babi kecil berlarian di jalur sempit berpagar warna-warni cerah. Kuamati baik-baik hewan merah muda itu. Sisi lucu dan menggemaskannya belum kutangkap. Melihat hewan kecil reflek berlari mendengar tiupan peluit dengan kaki pendek gemuk. Itu ya bagian lucunya. Jahatnya.
Aku mendengar perkataanmu seperti babi itu mendengar peluit. Aku mau. Aku mau pergi kemanapun denganmu. Termasuk ke Nanhui sebelum menuju bandara Pudong.
Kita tidak bisa berangkat bersama. Kau ada urusan dengan ijin usahamu. Aku berangkat naik bus dari jalur Zhou Nan turun di terminal Nanhui. Aku mau menunggumu di taman indah ini sebelum kembali ke Indonesia. Pertemuan kita selama empat hari lalu, berkesan amat dalam di hatiku. Bertemu terakhir kali di antara pohon-pohon persik berbunga bisa jadi kenangan indah untukku.
Aku beranjak dari arena balap babi. Jalan setapak dinaungi semarak merah, putih bunga persik menghanyutkanku. Di sisi jalan mengalir sungai. Sebuah rakit dinaiki sejumlah pengunjung menyusurinya. Di depan ada kolam ikan. Sayangnya aku tidak cakap memancing. Aku berbelok ke area perkebunan persik.
"Nama tempat ini Peach Blossom Village," ucapmu yang tiba-tiba muncul di hadapanku.
"Bùshì! Zhè shì Chengbei Folk Peach Orchard ," bantahku.
Kau menggoyangkan telunjuk. "Bùshì, bùshì, bùshì ! Siapa coba yang orang Shanghai," sanggahmu.
Aku menunduk. "Nǐ shì ," lirih kukatakan.
Tanpa ijin kau meraih tanganku. Kaugenggam erat-erat dan kautarik aku ke dermaga. Kita naik ke sebuah rakit. Pengemudinya berdiri di belakang kita mengayuh rakit. Sungai yang tadi kuseberangi dan mengalir di sisiku, kini kuarungi.
"Coba lihat ke atas," katamu ketika jalur sungai melewati sejumlah pohon persik.
Aku memandangmu lalu kau menunjuk ke atas kepala. Aku mendongak. Pandanganku disambut kelopak-kelopak bunga persik yang mekar indah. Aku takjub melihat karya Tuhan yang begitu indah.
"Peach blossom, not cherry blossom. Bunga persik juga mekar di musim semi. Indah bukan? Seindah matamu yang tersenyum. Merekah di tempat indah. Seperti kau yang muncul di Shanghai," ujarmu.
Kurasakan pipiku memerah panas. Pandanganmu menusuk tajam. "Itu terlalu gombal," celetukku.
Kau tertawa lebar. Tanganmu terangkat sampai menyentuh sebuah bunga. Kau meraupnya, tapi tidak tersentuh. "Ada bunga lebih indah yang pantas dipetik," katamu.
Aku makin tersipu. Kepada siapa lagi rayuanmu dilayangkan. Bapak pengemudi pura-pura tidak melihat dan mendengar kita. Bukan dia kan yang kaugoda.
"Chuīniú ," sahutku malu-malu.
Kau menyeringai. "Shēngrì kuàilè ! Sebagai hadiahnya, kau dibebaskan dari tarif pemandu. Selamat menikmati bunga persik, meskipun tetap saja kau bunga terindah. Mereka harusnya malu melihatmu. Kau bercahaya di antara mereka," katamu seraya menunjuk segerumbul bunga persik.
Kupandang bunga-bunga persik yang kautunjuk. Hatiku hangat mendengarmu bicara demikian. "Xièxiè nǐ de kuājiǎng ," kataku berani.
"Tài gǎnxiè nín ," kau menyahut lembut.
Kita melewati deretan pohon persik lainnya. Dahan-dahannya menjorok di atas sungai. Air mengalir lancar, sesekali memerciki kaki. Seekor ikan kecil melompat tinggi. Kita jadi terkesima.
"Wǒmen zhǔnshí dàodá. Táohuā shèngkāi zài wǒmen zhī shàng, fǎngfú kànzhe yīgè wěidà de yǎnchū. Nǐ néng gǎnjué dào táohuā de wēnnuǎn yǒngbào? Wǒ chéngle yīgè zhǐnán, zài shànghǎi jǔxíng. Wúlùn nǐ xiǎng chéngwéi wǒ de zhǐdǎo zài yìnní?," katamu.
Aku hanya mampu tersenyum. Permintaanmu tidaklah berat. Tentu sajalah aku akan memandumu. Kemanapun kau ingin pergi.
Kau kembali menggenggam jemariku. "Aku juga mau dipandu ke hatimu," ujarmu serius.
"Yòuhuò bù huài !" timpalku. Aku tersenyum kuda. Sampai kau pura-pura mencubit lenganku.
Di atas kepala bunga-bunga persik bermekaran penuh pesona. Festival bunga persik sudah dimulai. Dan cinta kita juga mulai merekah di musim semi ini. Seindah dan seharum bunga persik yang merekah di Nanhui, di musim semi.
-Tamat-
catatan kaki :
[1] Nama distrik di Pudong New Area, Shanghai
[1] Taman yang menjadi objek wisata di Nanhui
[1] Nama salah satu distrik wisata terkenal di Shanghai
[1] RMB, renminbi mata uang negara RRC.
[1] Selamat datang
[1] Terima kasih Saya ingin sandwich.
[1] Saya Jay.
[1] Baik
[1] Kau orang mana?
[1] Saya orang Indonesia
[1] Bukan! Ini Chengbei Folk Peach Orchard
[1] Tidak, tidak, tidak!
[1] Kamu
[1] pembual
[1] Selamat ulang tahun
[1] Terima kasih atas pujiannya
[1] Terima kasih juga
[1] Kita datang tepat waktu. Bunga persik mekar di atas kita, seakan menyaksikan suatu pertunjukan hebat. Apa kau bisa merasakan kehangatan rengkuhan bunga persik itu? Aku menjadi pemandumu di Shanghai. Mau kah kau menjadi pemanduku di Indonesia?
[1] Rayuan yang tidak buruk