Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Bunga Layu di Taman Hati
0
Suka
30
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Fatah Dwi Pambudi, seorang anak laki-laki tampan dan pintar yang menjadi ikon sekolah SMA Negeri Citrawirya. Walaupun banyak sekali penggemar yang selalu menemui bahkan mengikutinya, Fatah terus diam dan tidak menghiraukan mereka. Namun semenjak ia menduduki kelas 3 SMA, penggemarnya kini mulai berkurang untuk mendatanginya. Entah karena mereka perhatian dengannya supaya Fatah dapat fokus dalam belajarnya atau semakin berkurang anak yang tertarik dengan Fatah. Hanya saja, depan kelasnya kini sudah tidak dipenuhi lautan siswi seperti biasanya. 

Kehidupan Fatah yang sebelumnya abu-abu mulai berwarna sedikit demi sedikit. Teman-temannya yang selalu mendorong Fatah untuk aktif dalam berteman, membuat Fatah mulai merasakan hal yang berbeda dari sebelumnya. Tentu saja, awalnya Fatah merasa enggan karena aktivitas sebelumnya yang sudah terorganisir selalu kacau karena rencana random teman-temannya. Namun begitu, kehidupannya lumayan damai untuk dibilang kehidupan seorang siswa kelas 3 SMA. Sebelum ia bertemu dengan seseorang. 

Ia adalah Ashley Setyabudi atau biasa dipanggil Acha. Gadis berparas cantik yang membuat siapapun terpana hanya sekilas melihatnya. Setelah masalah Acha dan adiknya bernama Rey dengan Fatah selesai, perlakuan Fatah menjadi dingin kembali. Berkali-kali Acha meminta maaf dan membujuk Fatah, namun Fatah tidak pernah menoleh ke arah Acha kembali. Icha yang merupakan sahabat Acha merasa kasihan pada Acha dan ingin membantu untuk mempersatukan mereka kembali, namun langsung dicegah oleh Arvin. 

“Cha, lebih baik kita jangan ikut campur dulu.” saran Arvin, sang ketua kelas 12 IPA 5. 

“Tapi Vin, mereka udah seminggu lebih kayak gitu.” ucap Icha yang kukuh dengan keputusannya. Ia melihat Acha kembali yang sedang berusaha membujuk Fatah di perpustakaan lantai 2 yang selalu sepi pengunjung. 

“Kita tidak tahu alasan mereka berantem. Kita pantau saja mereka kayak biasanya.” ucap Arvin mencoba mencegah Icha berbuat nekat. Icha hanya menghela nafasnya karena berpasrah. 

Begitu sampai rumah, Fatah membantingkan tubuhnya ke atas ranjang yang terlihat bersih dan rapi itu. Ia merasa sangat letih karena terus berinteraksi dengan Acha. Acha yang terasa memaksa itu membuat Fatah terus merasa sesak di dada. Melihat wajah Acha membuatnya terus mengingat bagaimana hubungan ini terjadi. Menurutnya, ini sudah keterlaluan karena Acha dan Rey masih saudara sedarah. 

“Akhh!!!” teriak Fatah merasa kesal dan melempar bantalnya secara sembarang.  

Rumahnya kini terasa sepi. Tidak seperti sebelumnya dimana Rey masih tinggal bersama dengannya. Sejak kedatangan Acha dalam hidupnya, masalah Fatah terus bertambah. Rasa penasaran akan perasaannya pada Acha terus meningkat. Namun, kenapa hubungan mereka selalu tidak harmonis? Setiap hari selalu ada saja masalah.  

Tiba-tiba ponselnya berdering dari dalam tas. Fatah pun terbangun dari tidurnya dan mengambil ponselnya itu. Fatah pun mengangkat teleponnya yang ternyata dari kakaknya, Nisa. 

“Kenapa?” tanya Fatah terus terang. 

“Si Yerin nanyain kamu.” jawab Nisa sambil duduk bersama dengan anaknya di ruang tamu tempat tinggal suaminya. 

“Papa!” panggil Yerin yang langsung menyerobot mengambil ponsel milik ibunya. Tanpa dilihat langsung oleh Yerin, ia tahu bahwa Fatah kini sedang tersenyum begitu mendengar suaranya. 

“Kenapa, Yerin?” tanya Fatah yang terus tersenyum. Amarah yang terus memburunya semakin hilang begitu ia mendengar suara keponakannya yang lucu itu. 

“Papa gak lupa, kan? Papa harus datang minggu nanti.” jawab Yerin terdengar memaksa Fatah. 

“Iya, Yerin harus sabar menunggu. Aku akan datang.” ucap Fatah dengan lembut membuat Yerin senang mendengarnya. Nisa merasa sangat gemas karena anaknya yang terlihat sangat riang begitu mendengar pamannya akan datang ke pesta ulang tahunnya nanti. 

“Kalau gitu, udah dulu ya. Fatah, jangan lupa makan! Awas kalau kamu sampai sakit lagi!” ucap Nisa memperingati Fatah dan mengingatkannya kejadian sebelumnya dimana Fatah pingsan di sekolah karena kecapekan. 

“Iya iya.” jawab Fatah dengan malas lalu menutup teleponnya. Fatah menaruh ponselnya ke sampingnya kemudian berbaring kembali di atas ranjang. Ia menghela nafasnya dengan berat. 

Seminggu setelahnya, Fatah berangkat bersama Arvin dan Icha menggunakan mobil pribadinya. Arvin yang mengemudi dan Fatah yang mengarahkan Arvin. Sedangkan Icha makan di bangku belakang bersama Mirna, adik kelas mereka yang tak sengaja mereka kenal dan dekat dengan mereka. Icha menatap Fatah diam-diam. Ia merasa tidak tega berlibur sendirian dan tidak mengajak Acha karena Fatah melarangnya untuk mengatakan liburan ini pada Acha. 

“Kakak gak papa?” tanya Mirna merasa khawatir melihat wajah Icha yang tidak ceria. 

“Lu kenapa? Mabuk kendaraan?” goda Arvin sambil menyetir mobil. 

“Gak papa” jawab Icha menutupi permasalahan dirinya. Ia menutupinya dengan senyumannya. 

Beberapa jam kemudian, akhirnya mereka sampai juga di kediaman keluarga Chandravan. Dimana Nisa tinggal bersama keluarga suaminya. Bangunan putih bak istana itu terlihat megah. Gerbang pintu yang langsung dibuka begitu penjaga melihat mobil Fatah datang tanpa Fatah memberi tahu mereka dahulu. Seakan mereka menyambut tuan rumah dan memiliki posisi tinggi di keluarga itu. 

Begitu sampai, Nisa dan keluarga barunya itu menyambut kedatangan mereka. Yerin pun berlari menghampiri Fatah begitu melihat Fatah keluar dari mobilnya. Satya yang sebagai suami Nisa mengikuti Yerin dari belakang karena takut Yerin akan kehilangan keseimbangannya dan terjatuh. Namun kekhawatirannya itu sia-sia karena Yerin langsung melompat ke dalam pelukan Fatah dengan erat. 

“Papa!” panggil Yerin memeluk wajah tampan Fatah. Yerin terlihat lengket dengan Fatah. Mereka yang melihatnya hanya tersenyum karena gemas dengan tingkah Yerin.  

“Loh? Rey gak ikut?” tanya Satya bingung.  

Arvin dan Icha terkejut kemudian saling memandang satu sama lain. Sedangkan Mirna bingung melihat reaksi Arvin dan Icha yang sedih serta Fatah yang tidak peduli seakan ia tidak mendengar pertanyaan Satya. Arvin menggelengkan kepalanya dengan lemas pada Satya membuat Satya menghela nafas karena sebenarnya ia tahu alasan penyebabnya. 

“Ya udah, kalian masuk istirahat dulu! Acaranya nanti sore.” perintah Satya pada mereka. Fatah pun menurunkan Yerin secara perlahan kemudian Yerin digendong oleh Satya. 

Mereka pun pergi ke kamar sesuai arahan Nisa setelah memberi salam pada tuan rumah, Chandra. Icha dan Mirna di kamar tamu pertama sedangkan Arvin di kamar tamu kedua sendirian. Ia merasa kesepian karena kunjungan sebelumnya, ia tidur bersama dengan Rey di kamar ini. Ini sangat terasa sepi sekali. Ia rindu pertemanan mereka dulu. Kecanggungan ini menyesakkan bagi Arvin. 

Fatah pergi menuju kamarnya. Ia menutup pintu kamar dan menguncinya begitu masuk ke dalam kamar. Ia menaruh tasnya ke atas sofa kemudian langsung masuk ke dalam lemari sebagai pintu menuju ruangan rahasianya. Disana terdapat berbagai lukisan karyanya dan foto yang tergantung di tali. Banyak hadiah dari penggemar juga yang masih Fatah simpan sebagai kenangan masa sekolah. 

“Dia bilang ingin membuatku ingat padanya tapi kenapa dia malah menambah kenangan mendalam padaku? Aku tidak mengerti lagi padanya. Aku tidak bisa memaafkannya.” ucap Fatah yang tatapannya mengarah ke sebuah foto Acha di atas panggung yang tergantung di tali. 

Acha terlihat sangat anggun dan berkarisma di foto itu. Dia sedang menari dan memerankan Dewi Shinta dalam cerita Ramayana. Itu adalah pertemuan pertama mereka. Acha yang berhasil membuat Fatah terpesona hanya pertama kali saling memandang. Mereka saling mengagumi namun Fatah masih tidak sadar dengan hal itu. Ia belum menyadari ia menyukai Acha dan sedalam apa Acha menyukai Fatah. 

Beberapa jam kemudian, Fatah keluar dari kamarnya secara diam-diam. Ia pergi menuju ruang bawah tanah dimana dunia bayangan berada. Dunia itu akan Fatah tempati begitu ia telah dewasa nanti. Chandra begitu mempercayai Fatah akan kemampuannya dan loyalitasnya membuatnya dengan bangga mengangkat Fatah akan menjadi penerusnya dalam dunia bayangan. 

Fatah terus berjalan menyusuri lorong bawah tanah dan tiba di suatu tempat latihan yang hanya ada beberapa orang sedang latihan menembak. Fatah pun mengambil perlengkapannya dan memakainya secara teliti. Ia pun menuju bilik latihan dan siap menembak papan latihannya. 

Ia menghabiskan sejam hingga ruangan itu sepi dan hanya suara tembakannya karena satu persatu orang-orang meninggalkannya sendirian. Tatapan Fatah terus menuju ke arah papan itu. Ia terus berusaha membidik dengan benar. Namun kali ini ia meleset membuat ia melepaskan penutup telinganya. Ia mencoba membidiknya dengan tepat, namun ia mendengar suara langkah kaki mendekati dirinya. Sontak ia mengarahkan pistol tersebut pada orang tersebut yang kini berada di sampingnya. Mereka berdua sangat terkejut terutama Fatah. 

“Kenapa kamu disini?” tanya Fatah terkejut melihat Acha berada di ruangan rahasia ini. Hanya para penjaga, Chandra, Satya dan dirinya saja yang tahu. Bagaimana bisa Acha mengetahuinya? 

“Kamu sedang latihan? Bagaimana kalau kita duduk dulu?” ajak Acha mencoba mengalihkan topik pembicaraannya. Ia mencoba menurunkan pistol Fatah dengan perlahan namun Fatah menodongnya kembali dan bersiap untuk menembaknya. 

“Sampai mana kamu tahu tentangku? Apa kamu salah satu bawahan seseorang dan menjadi mata-mata? Jawab jujur!” tuduh Fatah membuat Acha terkejut. Bagaimana bisa ia dituduh seperti ini? 

“Tidak keduanya. Aku hanya disuruh kakek untuk melihat keadaanmu.” jawab Acha dengan jujur. 

“Bohong. Lalu kenapa kamu bisa tahu aku di rumah ini? Apa Icha yang memberi tahumu? Atau Arvin?” tanya Fatah terus menginterogasi Acha. 

“Tidak, bukan mereka. Yerin yang memberitahuku. Fatah, turunkan senjatamu dulu!” pinta Acha sambil menurunkan pistol Fatah dengan tangan yang bergetar. Fatah terus menatapnya dengan tajam. 

“Kalian tidak pernah bertemu, bagaimana bisa Yerin yang memberitahumu? Katakan dengan jujur!” tanya Fatah. 

“Kita pernah bertemu sebelumnya. Kamu hanya tidak tahu tentangku.” jawab Acha menahan rasa sakit di dada. Fatah yang terus menginterogasinya membuat dada Acha terasa sesak dan ingin menyudahinya. 

“Bagaimana aku tahu tentangmu? Kamu tidak pernah menceritakan apapun tentangmu padaku. Kini, tentang penyakitmu dan tentang masa lalu kita. Apa yang harus kuketahui kalau kamu saja tidak menceritakan semuanya padaku?” tanya Fatah mulai geram. Ia merasa tidak adil karena ia tidak mengetahui apapun tentang Acha sedangkan Acha sepertinya tahu semua tentang dirinya. 

“Kalau begitu, kamu yang berusaha dan buka lebar matamu untuk melihat sekelilingmu! Aku juga ingin marah karena capek!” ucap Acha meninggikan suaranya. Ini pertama kalinya ia meninggikan suaranya pada Fatah. Ia terkejut dan menutup mulutnya karena merasa bersalah. 

“Capek? Maksudmu capek sudah melakukannya dengan Rey?” 

“Apa maksudmu? Melakukan apa dengan Rey?” tanya Acha bingung. 

“Aku kira kamu terlihat berbeda. Sepertinya aku salah, kamu terlihat murahan.” jawab Fatah membuat Acha terkejut. Ia langsung menampar pipi Fatah hingga memerah. 

“Aku juga salah menilaimu. Aku kira kamu berbeda, kamu sama seperti orang di dalam dunia industri.” ucap Acha yang akhirnya meneteskan air matanya. Bagai ditusuk dengan jarum, dadanya terasa sangat sakit mendengar perkataan rendahan dari pujaan hatinya. Ia tidak kuat kembali. 

Fatah menoleh untuk melihat wajah Acha kembali. Ia menjadi bersalah begitu melihat air mata Acha yang terus mengalir membasahi pipi Acha. Tatapan sedih Acha membuat Fatah terenyuh dan merasa tidak tega. Ia menyesali apa yang ia lontarkan tadi. Ia ingin mengucapkan permintaan maaf namun Acha meninggalkannya. Kemudian Fatah terus mengejarnya dan berusaha meraih tangan Acha. 

Begitu sampai di luar rumah, Fatah berhasil meraih tangan Acha. Peran mereka berganti berbalik, kini Fatah membujuk Acha dan mengucapkan permintaan maaf berkali-kali. Acha mengusap air matanya dan terus meminta Fatah melepaskan genggamannya. Kejadian ini disaksikan oleh Nisa dan teman-temannya bersama teman-teman Fatah. Ternyata Rey juga sedang bersama mereka menikmati makanan ringan. Mereka kebingungan dan khawatir begitu melihat Acha yang terlihat menangis. Teman-teman Fatah dan Rey menghampiri mereka. Dengan segera, Rey meraih tangan Acha begitu Acha berhasil melepaskan genggaman Fatah. 

“Ashley.” panggil Fatah dengan pelan dan meraih tangan Acha kembali. 

Acha menatap Fatah dengan mata sembabnya. Rey yang melihat mereka mulai merasa marah dan tatapannya yang tajam. Tiba-tiba saja, Mirna meraih tangan Fatah. Mencegah kepergian Fatah dan seakan menyuruh Fatah untuk melepaskan mereka. Sebenarnya, Mirna merasa cemburu melihat secara langsung dimana perhatian Fatah penuh ke arah Acha. Ia tidak tahan lagi dan ingin Fatah melihat perasaannya juga. Kini ia harus ambil tindakan. 

“Lepasin kakak gue, bang!” perintah Rey sambil menunjuk genggaman Fatah. 

Fatah dengan terpaksa melepaskan genggamannya. Membiarkan Acha pergi bersama Rey. Tatapannya terus mengarah punggung Acha yang semakin jauh darinya. Ia sangat menyesalinya. Nisa dan teman-temannya menghampiri Fatah. 

“Bagaimana kalau teman-temannya Fatah ikut saya? Kalian ingin bertemu Yerin kan?” ajak Nisa mencoba mengalihkan topik. 

“Wah, iya juga. Mana nih si Yerin, ka?” tanya Arvin yang paham dengan maksud Nisa sebenarnya. 

“Yuk, ikut kakak!” ajak Nisa kembali. Ia pun menggiring teman-teman Fatah untuk pergi ke tempat Yerin berada. Sedangkan Ana sebagai teman Nisa yang ahli psikolog itu tetap berada disana. Ia mendekati Fatah yang masih berdiam diri. 

“Fatah, ikut kakak sebentar!” bujuk Ana sambil memegang pundak Fatah secara perlahan. 

Mereka pun duduk di bangku taman untuk menghindari keramaian. Ana ingin mengajak berbincang Fatah di tempat damai supaya Fatah dapat berbicara padanya dengan nyaman. Fatah menundukkan kepalanya dan tidak mau menampilkan wajahnya yang kini terlihat kacau. Ana mengusap punggung Fatah yang sudah seperti adik kecilnya. Akhirnya Fatah menoleh pada Ana membuat Ana tersenyum. 

“Sudah enakan?” tanya Ana pada Fatah tentang kondisinya. Fatah menggelengkan kepalanya. 

“Kak Ana, jangan lakukan ini!” pinta Fatah. 

“Memang apa yang aku lakukan?” tanya Ana memiringkan kepalanya. 

“Kak Ana disuruh kakak buat menggali masalah gue, kan? Gue harap kak Ana tidak melakukannya.” pinta Fatah dengan penuh harap. 

“Tidak ada yang menyuruhku. Baiklah, kalau kamu tidak mau menceritakan hal ini padaku. Tapi ingat, jangan pendam terlalu dalam dan sebaiknya selesaikan dengan cepat supaya tidak berlarut-larut.” ucap Ana menasihati Fatah. Fatah menghela nafasnya karena merasa lega. 

“Terima kasih, ka.” ucap Fatah sambil menyandarkan tubuhnya. 

“Kalau tidak ada tempat bercerita, datang saja pada kakak. Kakak akan merahasiakannya jika kamu memintanya.” saran Ana. Fatah mengangguk dengan pelan. 

Setelah merayakan pesta ulang tahun, mereka semua kembali ke rumah masing-masing, kecuali Fatah dan teman-temannya. Mereka harus menginap karena jarak rumah mereka sangat jauh dari kediaman keluarga Chandravan. Hari semakin gelap, hawa dingin karena angin laut sangat terasa di kulit Fatah yang kini berada di luar rumah. Ia berjalan – jalan sebentar sebelum malam semakin larut.  

Tak terasa, kakinya melangkah ke tempat yang terasa sangat ia kenal. Ia merasa aneh begitu sampai di taman bermain yang hanya ada beberapa orang berada di sana, namun perhatiannya menuju ke seseorang. Seorang gadis bergaun putih dengan rambutnya sengaja ia gerai. Ia duduk di atas ayunan yang di sampingnya terdapat anak kecil bersama ibunya. Anak kecil itu pun pergi begitu merasa sudah puas kemudian bermain jungkat-jungkit bersama ibunya. 

Fatah menghampiri gadis itu yang ternyata adalah Acha. Acha yang terlihat tersenyum manis dan mata yang bersinar langsung berubah begitu Fatah berada di dekatnya. Ia menjadi diam dan terus menunggu Fatah mengatakan sepatah kata. 

“Ashley, aku sudah keterlaluan. Aku sungguh minta maaf.” ucap Fatah pelan. Acha menundukkan kepalanya dan tidak mau menghiraukan Fatah. Ia terus menganyunkan ayunannya tanpa melihat Fatah. 

“Bisakah kamu berbicara padaku?” pinta Fatah menahan ayunan Acha. 

“Aku akan berbicara padamu jika kamu sudah mengingatku. Kalau kamu belum mengingatku, sebaiknya kamu pergi dari sini.” jawab Acha memalingkan wajahnya. Acha tahu ini sangat kekanak-kanakan tapi ia harus memaksa Fatah karena waktunya tidak lama lagi. 

Dengan terpaksa, Fatah pergi meninggalkan Acha. Ia pulang ke rumah tanpa ada hasil yang berhasil. Ia tidak tahu harus bagaimana. Ingatan yang ia inginkan tidak pernah muncul sekalipun dalam benaknya. Apa yang terjadi pada dirinya? Ini sangat membuat Fatah tersiksa. Terkadang, ia merasa bingung tentang ucapan orang lain yang mengatakan bahwa perkataan mereka bagian dari ingatannya.  

Fatah kembali ke kediaman Chandravan dengan lemas. Ia masuk ke dalam ruangan rahasia kembali dan melihat-lihat hadiah yang ia pajang di lemari kaca. Terlihat rapi dan indah. Namun Fatah baru menyadari bahwa ada kotak hadiah kecil yang baru ia lihat dan masih tersegel dengan rapat. Fatah pun mengambilnya dan membukanya. Hanya ada satu kertas kecil dan satu lipatan kertas saja. 

“Mirna Saputri?” tanya Fatah terheran. 

Ternyata ia mendapatkan hadiah dari Mirna dari tumpukan hadiah penggemar. Ia terkejut namun jika dipikir kembali, ia menyadarinya bahwa Mirna selalu bertingkah laku berbeda apabila berada di dekatnya. Ia pun membaca apa yang ditulis Mirna disana. 

“Kak, aku menemukan ini di perpustakaan lantai dua kemarin. Aku rasa gambar ini sangat penting untuk kakak, jadi aku mengembalikannya karena aku pikir kakak lupa membawanya.” ucap Fatah mencoba membaca isi surat. 

Ia pun membuka kertas lainnya yang terlihat terlipat hingga kecil untuk dapat masuk ke dalam kotak ini. Fatah membentangnya dan terkejut kembali apa yang ia lihat sekarang. Ia tidak bisa berkata apa-apa tentang gambar yang ia gambar sendiri kata Mirna. Seorang anak kecil menggunakan topi bundar dan rambut panjangnya yang digerai. Ditambah senyuman gadis ini terlihat sangat cantik membuat wajahnya terlihat manis. Namun kenapa Fatah merasa mengenalnya? 

Beberapa tahun yang lalu, dimana Fatah dan Acha bermain bersama. Acha menghampiri Fatah yang duduk di ayunan sendirian. Fatah menundukkan kepalanya dan menunggu kedatangan Acha. Begitu mendengar suara langkah kaki yang berlari mendekatinya, Fatah mendongak dan tersenyum begitu melihat Acha menghampirinya. 

“Maaf, Acha lama ya?” tanya Acha merasa bersalah karena sudah membuat Fatah menunggunya. Fatah menggelengkan kepalanya dengan semangat. 

“Enggak sama sekali. Disana ada bunga indah, Acha sepertinya akan menyukainya.” ucap Fatah sambil menunjuk ladang bunga yang tak jauh dari mereka. 

Fatah meraih tangan Acha dan menariknya untuk pergi ke tempat yang ia maksud. Begitu mereka sampai, Acha merasa terpana melihat pemandangan itu. Ditambah bunga yang bermekaran dimana-mana. Acha sangat menyukainya. Fatah pun memetik salah satu bunga yang menurutnya cantik kemudian ia taruh ke telinga. Acha pun tidak mau ketinggalan dan melakukan hal yang sama pada Fatah. 

“Acha jangan ikut-ikutan. Aku ingin memberimu lebih indah daripada apa yang kamu beri.” keluh Fatah membuat Acha tertawa cekikikan. 

“Fatah serakah ya. Hmm, kalau begitu lain kali buatkan Acha mahkota bunga. Bagaimana?” saran Acha membuat Fatah mengangguk dengan semangat. Mereka pun memetik bunga dan membuat mahkota bersama-sama. 

Fatah kini memegang kepalanya. Terasa sangat sakit yang luar biasa dan bingung apa yang baru saja ia lihat. Apa itu bagian dari ingatan kenangannya? Fatah pun meletakkan hadiah itu kembali ke lemari kemudian pergi dari ruangan rahasia untuk tidur di kamarnya.  

Keesokan harinya, Fatah memetik bunga di taman belakang kediaman keluarga Chandravan. Terdapat banyak sekali bunga daisy putih membuat Fatah bebas memetik bunga sebanyak-banyaknya. Beberapa menit kemudian, Satya datang menghampiri Fatah yang tengah membuat sesuatu duduk di bangku taman. 

“Mahkota bunga? Emang lu bisa?” tanya Satya meremehkan Fatah yang sebenarnya ia hanya ingin menggoda Fatah saja. Fatah tidak menjawab Satya dan fokus membuat mahkota bunga dengan teliti. 

“Buat siapa sih? Yerin?” tanya Satya kembali. 

“Bukan.” jawab Fatah dengan singkat. 

“Terus? Oh iya, kemarin katanya ada yang seru gara-gara lu. Kenapa? Pasti masalah cewek. Apa ini hadiah buat cewek itu? Akhirnya, adik gue masuk ke dunia remaja sebenarnya.” ucap Satya yang terus memberi beberapa pertanyaan pada Fatah sekaligus. Fatah berdecak sebal dan berhenti membuat mahkota bunga. 

“Diam dulu bisa?” pinta Fatah kemudian melanjutkannya kembali. 

Satya pun pergi meninggalkan Fatah sendirian yang sebelumnya menjahili Fatah dahulu dengan mengacak-acak kumpulan bunganya. Fatah yang kesal melempar segenggam bunga pada Satya kemudian melanjutkannya kembali. Beberapa saat kemudian, kepala Fatah terasa sakit kembali. Ia memegang kepalanya dan menahan rasa sakitnya. Ia mencoba mengatur nafasnya dan memejamkan matanya. 

Namun ia melihat sosok Acha kecil yang tengah tersenyum padanya. Acha melemparkan padanya bunga dengan jumlah yang sangat banyak. Acha berlarian kesana kemari untuk menghindari Fatah yang baru saja ia lempari bunga. Acha terlihat bahagia karena tertawa puas. Fatah membuka matanya dan bingung kembali. 

“Apa ini termasuk ingatan?” gumam Fatah sendiri. 

Tak terasa hari sudah sore, Fatah memandangi hasil karyanya di dalam kamarnya. Terlihat indah karena bulat sempurna dan bunganya yang tersusun rapi. Ia membolak-balikkan mahkota bunganya dan terus berpikir. Apa yang harus ia lakukan pada mahkota ini? 

“Aku akan menunggumu disini hingga kamu mengingat tentang kita semua.”  

Permintaan Acha kemarin terus terngiang di benak Fatah. Beberapa saat kemudian, hujan turun membasahi kediaman Chandravan. Fatah membuka tirai jendela kamarnya dan terlihat hujan mengalir dengan deras. Walaupun langit terlihat cerah namun hujan terus mengalir tanpa berhenti. 

“Gak mungkin dia disitu terus, kan?” gumam Fatah. 

Fatah pun mengambil payung kemudian berlari ke arah taman. Setiap langkah menuju kesana, muncul ingatan-ingatan yang terhapus lama di benak Fatah. Fatah membelalakan matanya dan menahan rasa sakit di kepalanya karena berbagai ingatan muncul memenuhi isi otak Fatah. Hingga ia sampai di taman, ia berhenti melihat Acha yang ternyata menunggunya di perosotan. Duduk termenung dan menundukkan kepalanya. Fatah menghampirinya dan memayungkannya. 

“Acha!” panggil Fatah. 

Acha terkejut dan mendongak untuk melihat wajah Fatah. Fatah tersenyum bahagia begitu bertemu dengannya. Fatah berjongkok kemudian memakaikan mahkota bunganya pada Acha. Mata mereka bertemu. Mata Fatah yang penuh bahagia bertemu dengan mata Acha yang terlihat bulat karena terkejut. Ia memegang mahkota bunga pemberian dari Fatah kemudian merabanya secara perlahan. 

“Apa ini?” tanya Acha bingung. 

“Acha, aku kembali. Maaf sudah membuatmu menungguku.” ucap Fatah berhasil membuat Acha menitikkan air mata. 

“Aku tidak salah dengar, kan?” tanya Acha masih tidak percaya. Fatah menggelengkan kepalanya dan menghapus air mata Acha secara perlahan. Terasa hangat berbeda sekali ketika merasakan air hujan yang menetes pada tangannya. 

Acha sangat bahagia bagaimana Fatah akhirnya mengingatnya. Acha ingin memberitahu semua orang yang di dunia ini bahwa usahanya kini tidak sia-sia. Penantian yang sangat panjang dan usaha supaya ia terus mendekati Fatah sebagai tanda permintaan maafnya yang sudah meninggalkan Fatah dahulu. Setelah itu, mereka terus bersama. 

Namun hubungan mereka hanya diketahui keluarga mereka, Arvin dan Icha. Setiap akhir pekan, mereka menggunakan waktu mereka untuk pergi bersama. Ketika hujan, mereka terpaksa berteduh karena hujan mengalir deras semasa perjalanan pulang. Namun beberapa saat kemudian, Acha menarik Fatah dari tempat mereka berteduh. Membiarkan air hujan membasahi mereka. Acha mengajak Fatah menari diiringi suara hujan. Acha ingin supaya Fatah terus mengingat dirinya apabila hujan turun kembali. Mereka tertawa bersama hingga hari terakhir ujian tiba. 

“Fatah, apa kamu tahu alasan aku menyukaimu?” tanya Acha tiba-tiba. Perhatian Fatah menjadi teralihkan pada Acha yang duduk di sebelahnya. 

“Apa?” tanya Fatah penasaran. 

“Kamu berbeda dari yang lain. Kamu terus menjagaku hingga aku merasa nyaman. Aku suka apa yang kamu lakukan padamu.” jawab Acha dengan jujur. Ia terus tersenyum dengan mata yang terlihat bersinar bagi Fatah. 

“Kamu itu akan menjadi teman hidupku. Maka dari itu, aku harus menjagamu dan tidak akan merusakmu. Kamu sangat berharga.” ucap Fatah tulus. 

Baru kali ini, Acha merasakan ketulusan Fatah setelah sekian lama dan perasaannya yang mulai dalam. Mata Fatah mengatakan hal yang sebenarnya. Namun Acha merasa sedih mendengar perkataan Fatah yang terlalu dalam. Bagaimana ia harus menjelaskan keadaan yang sebenarnya pada Fatah? Ia tidak tega dan belum siap melihat reaksi Fatah begitu mendengar kondisi Acha sesungguhnya. 

Beberapa hari kemudian, hari upacara kelulusan angkatan Fatah telah tiba. Semua siswa berdandan rapi dan menggunakan kebaya untuk para siswi, sedangkan para siswa menggunakan setelan jas. Semua penggemar Fatah berkumpul dan berteriak begitu melihat Fatah menggunakan setelan jas. Namun begitu Acha berjalan bersama dengan Fatah, mereka merasa iri dan ingin seperti Acha yang terlihat sangat cantik. Mereka sadar bahwa tidak bisa menyaingi kecantikan Acha. 

Ketika upacara kelulusan yang digelar di aula sekolah selesai, semua saling mengajak foto bersama sebagai kenangan terakhirnya sekolah disini. Arvin pun menarik Fatah untuk foto bersama dengan Acha, berdua saja. Awalnya mereka saling canggung karena ini pertama kalinya mereka mengumbar kedekatan mereka selain keluarga dan teman dekat mereka. Namun Fatah mulai memberanikan diri, ia meraih tangan Acha dan membuat Acha menggandeng lengannya. Mereka berdua pun tersenyum begitu orang-orang yang melihat mereka menyoraki mereka berdua. 

“Kayak nikahan aja mereka berdua, semoga langgeng kalian berdua.” ucap Icha sambil memakan kudapan di samping Arvin yang tengah bersiap memotret. 

“Makasih, jangan lupa nanti datang.” ucap Fatah membuat semua orang terkejut. Mereka tidak menyangka Fatah yang dikenal pendiam mulai terang-terangan dalam hubungan asmaranya. 

Arvin pun memberi kode untuk mereka berdua supaya bersiap. Kemudian Arvin menghitung mundur dan berhasil mengabadikan momen ini. Rey yang baru saja datang pun ikut membagi kenangan terakhir mereka bersama. Namun kebahagiaan mereka tidak sampai berlangsung lama, beberapa saat kemudian Acha jatuh yang langsung ditangkap oleh Fatah. 

Semua orang terkejut karena Acha tidak sadarkan diri. Fatah pun membopongnya dan berlari begitu ambulan yang dipanggil Icha langsung datang. Semua orang panik karena hingga beberapa jam, Acha masih tidak sadarkan diri. Keluarga Rey dan ibu Acha datang. Rey dengan sigap menjelaskan apa yang terjadi di sekolah tadi. Begitu mendengarnya, ayah Rey langsung terjatuh lemas karena hanya dia dan Rey yang tahu penyebabnya.  

“Apa ada keluarga pasien Ashley disini?” tanya dokter begitu keluar dari ruangan. 

“Saya ibunya, apa anak saya baik-baik saja?” ucap Ibu Acha khawatir. 

“Mari ikut saya ke ruangan, ada hal yang perlu didiskusikan!” ajak dokter membuat ayah Rey beranjak dari duduknya. 

“Izinkan saya ikut, saya paman pasien.” ucap ayah Rey menawarkan diri. 

Begitu sampai di dalam ruangan, dokter menjelaskan bagaimana kondisi Acha sebenarnya. Ayah Rey pun memberitahu yang sebenarnya dengan terpaksa karena Acha diketahui semakin parah. Ibunya Acha yang baru pertama kali mendengarnya merasa shock berat. Ia tidak menyangka penyakit berat yang Acha rasakan baru ia ketahui sekarang bahkan ayahnya Rey menyembunyikan hal ini dengan sempurna darinya.  

Ibunya Acha menangis sangat keras hingga Stephanie terpaksa menghampirinya. Ayahnya Rey bersujud di hadapan ibunya Acha karena merasa bersalah sudah menyembunyikan hal ini dari ibunya Acha. Ibunya Acha terus menangis sambil memukul dada ayah Rey yang terduduk di lantai. Dokter pun ikut menenangkannya bersama Stephanie. Suasana itu membuat Rey sangat sedih karena ia paham bahwa penyakit kakaknya semakin parah. 

“Rey, apa lu tahu sesuatu?” tanya Fatah begitu melihat Rey memegang kepalanya terus menerus. 

Rey pun menarik tangan Fatah dan membawanya ke tempat yang jauh dari teman-temannya. Ia terpaksa mengatakan yang sebenarnya walaupun Acha sudah melarangnya berkali-kali. Tangisan Rey mulai pecah di hadapan Fatah. Fatah terkejut dan mematung mendengar kondisi Acha yang sebenarnya. Kanker di tubuhnya itu mulai menyebar. Semenjak hari itu, Fatah terus menemani Acha bersama Yerin dengan pengasuhnya ketika bergantian dengan keluarga Acha.  

Begitu mendapatkan izin dari dokter, Fatah selalu membawanya ke atap dengan menggendongnya bersama Yerin dan pengasuhnya karena Nisa serta Satya sedang sibuk. Mereka bermain dan terus membuat Acha tertawa supaya melupakan apa yang sebenarnya diderita Acha. 

Beberapa hari setelahnya, Acha sendirian di kamar inapnya. Ia tengah mencoba memakan buah apel pemberian dari Fatah yang sudah dikupas dan dipotong itu. Tak lama kemudian, pintu kamar inap Acha dibuka dan terlihat Mirna datang sendirian. Acha yang mengetahui Mirna langsung menyapanya dengan senyuman dan sapaan yang ramah. 

“Apa kakak seegois ini?” tanya Mirna begitu sampai di dekat ranjang Acha. Acha memiringkan kepalanya dan merasa bingung. 

“Kakak mengambil sesuatu yang aku sukai dari dulu.” ucap Mirna kembali. 

“Mengambil apa ya? Coba kamu katakan dan ceritakan, aku pasti akan mengembalikannya.” ucap Acha penasaran. 

“Oh ya? Kalau gitu, putuslah dengan kak Fatah dan lepaskan ikatan kakak pada Rey!” perintah Mirna dengan tatapan tajam. 

“Maksud kamu?” tanya Acha bingung. 

“Kakak mengambil semuanya dariku. Dulu kakak merebut Rey dariku dengan mengikat sebuah tali yang tak terlihat. Sekarang pun, kakak juga mengincar apa yang aku sukai kembali. Apa di dunia ini tidak ada yang lain?” ucap Mirna yang marah. 

“Sebentar ... “ ucap Acha yang belum selesai dan langsung dipotong oleh Mirna. 

“Aku harap kakak menghilang selamanya dan jangan pernah kembali!” ucap Mirna langsung pergi meninggalkan Acha yang mematung menerima perkataan dari Mirna. 

Mirna terus melangkahkan kakinya pergi dari rumah sakit. Namun pada perjalanan pulang, ia tak sengaja menabrak Fatah yang hendak masuk ke dalam rumah sakit. Fatah yang merasa bersalah langsung meminta maaf. Namun ia terkejut melihat mata Mirna yang sudah sembab. Ia ingin menanyakannya namun Mirna pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun padanya. Fatah menghela nafasnya dan pergi ke kamar inap Acha. 

Namun disana, ia tidak menemukan siapapun. Ia terus memanggil nama Acha namun ia tidak mendapatkan jawaban apapun. Ia mencarinya di luar kamar inap dan menanyakan orang-orang yang lewat di hadapannya. Mereka semua tidak tahu hingga Fatah melihat Yerin bersama pengasuhnya keluar dari lift. Fatah langsung menghampiri mereka. 

“Yerin, lihat kak Acha?” tanya Fatah penuh khawatir. Yerin menganggukkan kepalanya dengan semangat dan senyuman yang indah. 

“Den, baru saja saya ingin memanggil Anda. Dia minta Yerin membelikan es krim. Den Fatah langsung ke atap saja, dia sendirian.” jawab pengasuh Yerin. 

Fatah langsung pergi menuju atap rumah sakit. Ia mematung begitu melihat Acha menari di pinggir atap. Dimana adegan itu membuatnya teringat suatu film animasi membuat rasa takut Fatah langsung menyelimutinya. Fatah berlari menghampiri Acha dan menariknya ke dalam dekapannya. 

“Fatah?” tanya Acha terkejut dengan kehadiran Fatah yang tiba-tiba saja memeluknya dengan erat. 

“Acha, jangan pergi lagi. Tolong tetaplah bersamaku!” pinta Fatah memeluk Acha dengan erat. Acha mengelus punggung Fatah supaya Fatah tenang kemudian melepaskan pelukan Fatah secara perlahan. Ia membelai rambut Fatah kemudian turun ke wajah Fatah dengan tersenyum. Fatah mencium telapak tangan Acha dan menatapnya dengan sendu. 

“Fatah, apa kau tahu? Seni adalah tempat aku mengekspresikan perasaanku. Tiap kali aku merasakan sesuatu, tari adalah tempat yang pas untuk menjadi catatan harianku. Tubuhku dapat mengingat persis kenangan terutama disaat kita menari di tengah badai hujan.” ucap Acha yang terus menjauh dari Fatah. Dia pun berdiri di tepi dan terus menatap mata Fatah dengan begitu yakin. 

“Acha, jangan berdiri disitu. Bahaya!” perintah Fatah mencoba menghampiri Acha. Namun Acha melarangnya. 

“Fatah, tetaplah disitu dan dengarkan perkataanku baik-baik!” pinta Acha dengan lembut. 

“Acha, jangan disitu! Aku mohon!” pinta Fatah mulai khawatir. 

“Fatah, apa kau tahu? Aku menyukaimu dengan tulus. Tidak. Aku mencintaimu, sungguh.”ucap Acha tersenyum dengan indah. Rambut panjangnya yang sengaja digerai terus bergerak karena hembusan angin. Mata Acha yang mulai sendu membuat Fatah semakin takut suatu hal buruk terjadi.  

“Aku mencintaimu.” ucap Acha kembali untuk terakhir kalinya.  

Ia sengaja menjatuhkan dirinya sambil menghadap Fatah. Fatah yang panik langsung berlari dan berusaha meraihnya. Namun ia gagal meraih tangan Acha, kembali. Seperti kejadian masa lalu mereka ketika Acha pergi meninggalkan Fatah waktu mereka kecil. Namun kali ini, Acha tidak bisa kembali lagi. Fatah berteriak memanggil Acha sambil memandang Acha yang terus jatuh ke atas tanah. 

Yerin yang ingin masuk ke dalam rumah sakit sambil membawa es krim pesanan Acha langsung terjatuh karena terkejut sesuatu jatuh dari atas persis di hadapannya. Beberapa orang berteriak melihat Acha yang jatuh dari lantai atas. Pengasuh yang sedang membayar pesanan langsung terkejut melihat Yerin di depan persis dari orang yang terjatuh itu. Pengasuh itu ikutan berteriak begitu mengetahui Acha yang terjatuh. Ia menghampiri Yerin dan menutup mata Yerin sambil menangis meminta pertolongan. 

Semenjak hari itu, Fatah menjadi diam kembali. Namun kali ini, kondisinya sangat parah. Ia hanya termenung menatap ke jendela kamar di kediaman Chandravan layaknya menunggu kehadiran seseorang. Semua orang terus membujuknya namun mereka gagal dan berakhir sedih hingga menangis melihat kondisi Fatah. Hingga suatu ketika, Mirna datang setelah memberanikan dirinya. Ia merasa sangat bersalah dan menceritakan kejadian sebelum Acha benar-benar melompat.  

“Pergi!” Perintah Fatah menatap Mirna dengan tajam. Sekujur tubuh Mirna merinding dan sangat ketakutan. Begitu ia kembali ke rumahnya, ia hanya menangis di kamar sendirian. 

Chandra terpaksa mengirim Fatah ke Kanada untuk beristirahat dan memulihkan diri. Namun setelah setahun kemudian, Fatah kembali pulang ke Indonesia tanpa sepengetahuan siapapun. Ia pergi sendiri tanpa kawalan dari Kanada menuju ke tempat yang ia janjikan dulu. 

Begitu melihat daftar nama pasien, Ana sangat terkejut mendapatkan Fatah yang sebagai pasiennya kali ini. Fatah pun masuk dan duduk di hadapan Ana yang menyambutnya dengan hangat. Namun tak selang lama, Ana tak bisa menahan air matanya begitu melihat Fatah di hadapannya. Mendengar sendiri dari mulut Fatah bagaimana ia terus dihantui oleh kehadiran Acha dan rasa bersalah yang mendalam. Ia pun menceritakan sebelum kejadian itu terjadi dan bagaimana insomnianya yang muncul kembali. 

“Apa gue tidak boleh menceritakan lebih jauh?” tanya Fatah melihat Ana yang terus menyeka tetesan air mata yang terus keluar. 

“Tidak apa-apa. Kalau kamu percaya denganku, aku siap mendengarnya dan memberi saran padamu.” jawab Ana yang menyeka air matanya sekian kalinya. Kemudian tersenyum membuat Fatah ikut tersenyum juga. 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Bunga Layu di Taman Hati
Echana
Novel
Gold
Asta's
Bentang Pustaka
Novel
LOVEGICA
andra fedya
Novel
Yes or No
Nuna Iu
Novel
Love In The Time Of Pandemic
waliyadi
Novel
We Don't Just Break
Anisa Rahayu
Novel
Karena Dia Aku Hidup
Adelia Putri Sukda
Flash
Untuk Hati yang Pasti Kalah
Ifa Alif
Novel
Gold
Too Far To Hold
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
RASA CINTA DALAM DUA DUNIA
Nyarita
Novel
Gold
Caramel Macchiato
Bentang Pustaka
Flash
Bronze
Apakah Cinta itu Berpola?
Nuel Lubis
Novel
Bronze
Blue and Black
(Nur) Rohayati
Novel
Thawiyyah
Daud Farma
Novel
Bronze
The Story of Azalea
Khairunnisa
Rekomendasi
Cerpen
Bunga Layu di Taman Hati
Echana
Cerpen
SEKUTU
Echana
Cerpen
Jangan Ada Penasaran
Echana