Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Self Improvement
Bronze
Bukan Lagi Kita
0
Suka
222
Dibaca

Bab 1 – Bayangan Sebelah Kursi

Kursi di sebelah Yusi masih kosong.

Hari ini matahari naik malu-malu, langit seperti ditutupi kabut tipis yang tak ingin pergi. Dan di antara deretan suara pensil, detak jam, dan suara guru menjelaskan dengan nada yang datar tak ada suara tawa kecil yang dulu akrab menari di samping telinganya.

Lusi tak lagi duduk di sana.

Sudah berhari-hari.

Tapi bagi Yusi, hari pertama tanpa Lusi terasa seperti tanggal yang tak pernah dicatat, tapi diingat oleh tubuh.

“Bangku kosong bukan sekadar ruang,tapi bekas hangat yang tak sempat kuabadikan.”

Kelas tetap berjalan.

Guru tetap menyebut nama siswa satu per satu.

Namun saat tiba di “Lusi...”,

hanya ada gumaman sunyi dan satu tatapan yang terpaku ke luar jendela.

Yusi tidak menoleh.

Ia tahu di jendela itu, ada pantulan bayangan dirinya sendiri dan ruang kosong yang seharusnya diisi seseorang.

Lusi bukan sahabat biasa. Ia adalah sisa ketenangan saat dunia ribut.

Teman yang tahu cara menenangkan dengan diam, dan tahu kapan harus tertawa keras tanpa alasan.

Kini, diam terasa seperti hukuman.

Dan tawa, seperti sesuatu yang terlalu mahal untuk dibayar.

Yusi meremas ujung seragamnya.

Ia melihat ke arah papan tulis tapi tak benar-benar membaca. Pikirannya melayang ke hari terakhir mereka bicara.

Bukan perpisahan, bukan air mata, tapi satu kalimat pendek… yang akhirnya memisahkan:

“Kalau kamu memang gak percaya aku,buat apa kita masih pura-pura dekat?”

Dan sejak itu, Lusi menjauh.

Tidak ada penjelasan.

Tidak ada permintaan maaf.

Tidak ada pamit.

Hanya bangku kosong yang makin hari makin dingin.

Hari ini, Yusi melihat seorang teman lain duduk di kursi itu.

Hanya untuk beberapa menit.

Dan dalam detik-detik itu, jantungnya seperti disayat pelan:

bukan karena bangku itu diisi orang lain, tapi karena ia sadar, Lusi tak akan kembali.

“Aku pikir, yang membuatku sakit adalah kepergianmu. Tapi ternyata...yang lebih perih adalah kamu tak menoleh meskipun aku masih di tempat yang sama.”

Pulpen Yusi berhenti menulis.

Tangannya gemetar sedikit.

Ia menarik napas, lalu menunduk, menyembunyikan air mata yang nyaris jatuh, agar tak ada yang tahu:

kursi kosong itu tak hanya kehilangan orang, tapi juga kehilangan versi dirinya yang paling hangat.

Bel berbunyi.

Semua siswa bergegas keluar.

Yusi tetap duduk.

Menatap kursi itu lagi.

Kali ini lebih lama, seolah menunggu sesuatu yang tak pernah dijanjikan akan datang.

“Kursi itu tahu terlalu banyak.

Ia pernah menyaksikan dua gadis bertukar tawa, menyembunyikan tangis, dan saling percaya tanpa syarat. Kini... ia jadi saksi paling sunyi dari hancurnya sesuatu yang pernah disebut ‘kita’.”

Hari itu Yusi pulang lebih lambat.

Buk...

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp1.000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Self Improvement
Cerpen
Bronze
Bukan Lagi Kita
Muhamad Irfan
Cerpen
Roti Manis dan Kenangan Ibu
Hasbullah
Cerpen
Dari Lelah Menuju Lega
Penulis N
Flash
Ku usahakan yang Terbaik untuk mu
Smith
Cerpen
Bronze
Kampus Impian
T. Filla
Cerpen
Bronze
Takdir Mati
Titin Widyawati
Flash
Jejak Luka, Titik Cinta
Hans Wysiwyg
Flash
Kesunyian mawar merah
sk_26
Cerpen
Langkah tanpa nama
Erlangga Putra
Cerpen
Bronze
Move On, Siapa Takut!
Ryanti Ludith
Novel
Bronze
Love is (not) War
Aulia Fitrillia
Flash
Langkah Pertama Menuju Kebebasan
Yitro
Cerpen
Trash Bag
Pan 🐼
Flash
Tenang diluar kacau didalam
moh nabil ardiansyah
Flash
Gadis Lentera
Alya Nazira
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Bukan Lagi Kita
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Bayangan di Meja Sebelah
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Jejak yang Hilang di Lorong 4
Muhamad Irfan
Cerpen
Jaket Merah yang Tak Pernah Dikembalikan
Muhamad Irfan
Cerpen
BISU
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Bayangan yang Tidak Pernah Pulang
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Tak Layak
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Bunga yang Tak Pernah Ditaruh di Vas
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Tak Terdengar
Muhamad Irfan
Cerpen
Bronze
Sepotong Roti Hangat di Ujung Hujan
Muhamad Irfan