Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Botol Surat
1
Suka
8,945
Dibaca

Ini adalah sebuah kisah pilu yang kutemukan dalam sebotol surat. Saat itu umurku kira-kira sepuluh tahun. Aku berjalan di antara puing-puing bekas tsunami hebat yang melanda Aceh tahun dua ribu empat. Kubangan air laut memantulkan pemandangan atap rumah yang roboh tersapu ganasnya ombak. Dan, ada juga perahu nelayan yang tersangkut di atas pohon.

Aku sungguh bersedih dan merasa takut. Tinggal di dalam posko pengungsian membuatku semakin merasakan sesak. Kehilangan orang tua dan saudara. Teman sepermainanku entah di mana. Kesendirian serupa garam yang sengaja ditaburkan untuk menambah rasa sakit pada luka di sekujur tubuhku. Dan, rasa kehilangan yang dingin, seperti ombak yang menggulung sekujur tubuhku, menyeret raga ini ke jurang tempat bersemayam sepi.

Tetapi, ini bukan kisah sedih tentangku. Aku menemukan sebuah kesedihan lain di dalam botol berwarna cokelat. Aku tertarik dengan botol itu karena melihat kertas di dalamnya. Saat ku buka, semerbak bau alkohol menyeruak. Isinya ternyata sebuah surat panjang yang ditulis berlembar-lembar. Tulisan itu menggunakan ejaan lama. Oentoek Nira Ter-Tjinta di Djawa. Mari aku bacakan secara singkat:

Nir, ternyata Londo berbohong. Aku termakan omongan mereka tentang hidup enak dan diberi upah enam puluh sen per hari. Saat itu aku berangan-angan untuk menikahimu yang seorang anak wedana. Kembang desa. Aku tahu jika hidup denganku kamu akan melarat. Aku tidak ingin menjebak anak cucu kita dalam kemiskinan terus-menerus.

Kamu sempat melarangku. Berkata bahwa tidak apa-apa hidup miskin dan dilarang orang tua. Kita bisa kabur ke mana saja. Hidup tenang di pedesaan. Tetapi aku tidak mau begitu. Aku tidak mau membohongi semua orang. Hidup dalam dosa karena tidak mendapat restu orang tua.

Aku begitu bersedih dengan perpisahaan kita di pelabuhan saat itu. Kamu melambaikan tangan sambil tersedu-sedu melepas kepergianku yang tengah berada di lambung kapal Kota Gedhe. Membawa diriku pergi bersama rombongan ke Suriname. Perjalanan panjang di lautan. Berbulan-bulan. Siang dan malam. Terik dan badai telah dilewati.

Kami singgah di tiga pelabuhan sebelum sampai di Suriname. Mengisi kembali perbekalan. Aku tidak menyangka, Londo-londo itu sangat baik saat berada di kapal. Mereka memperlakukan kami dengan manusiawi. Sehingga kami sangat merasa yakin ini adalah pilihan yang benar.

Setibanya di sebuah tempat yang kata mereka Suriname, Aku merasa tidak asing. Kapal menepi di pelabuhan. Aku melihat sekitar. Angin kemarau berembus. Suasananya dan juga cuacanya begitu mirip dengan jawa. Aku merasa seakan-akan hanya berkeliling samudra saja dan akhirnya pulang kembali. Lalu orang Londo itu menempatkanku di jawa bagian lain.

Untuk malam itu aku sangat yakin bahwa aku berada di jawa dan akan bertemu kembali denganmu. Hatiku begitu bergembira. Bagaimana tidak, dalam angan-anganku sudah ada bayangan akan kebahagiaan: digaji enam puluh sen dan juga dekat dengamu, Nir. Tetapi semua itu sirsa saat seorang yang lebih dulu datang ke sini bercerita.

Katanya tempat ini bernama Meerzorg, dan benar-berada di Suriname. Sangat jauh dengan Hindia Belanda. Aku merasa nelangsa. Jiwaku yang tadinya utuh menjadi separuh. Terlebih keesokan harinya saat Tuan Administatur mendata dan memberikan kontrak orang yang baru datang, aku merasa sangat kecewa.

Di perjanjian itu tertulis setiap harinya orang-orang akan diupah enam sen saja. Lebih buruk daripada di jawa. Aku mencoba menolak. Tetapi, Londo-londo itu langsung menyiksaku. Meludahiku. Hampir membunuhku.

Aku terpaksa bekerja. Menanam dan mengurus perkebunan kopi setiap hari. Mencabuti rumput jika sudah tumbuh lebat. Semua itu dilakukan dengan paksaan. Kami bekerja dibawah selongsong senapan.

Saat panen adalah masa-masa yang paling berat. Kami harus memanggul berkarung-karung buah kopi itu ke pabrik yang jaraknya sangat jauh. Jika terjatuh kami langsung dicamuk oleh mandor.

Ah, Nir andai waktu itu aku tidak berangkat dan tetap berada di sisimu. Mungkin aku tidak akan merasakan siksa dari segala arah. Batinku merindu setiap waktu.

Aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan dengan sangat sungguh-sungguh. Meski tempat menyimpan surat ini tidak suci, aku sangat yakin doaku akan sampai ke langit dan surat ini sampai kepadamu.

 

Sastra Atmaja, Suriname 1903 

*

Aku menyimpan botol itu. Sungguh ajaib. Satu abad perjalanan doa di samudra. Kesedihanku dan rasa duka ku luruh seketika. Aku membagikan cerita itu kepada para pengungsi. Relawan dari Amerika tercengang. Suriname adalah tempat yang sangat jauh. Kami pun langsung bersujud mengagungkan kebesaran Tuhan.

Di balik kegetiran yang kami alami, Tuhan telah menjawab doa seseorang dari masa lampau. Sehingga kami yang sedang bersedih pun memiliki harapan kembali. Aku tidak bisa berdiam diri. Tuhan mengguratkan takdir ini. Aku seperti memikul doanya. Botol itu dan surat itu sudah sampai ke Aceh pada tahun dua ribu empat. Saat Indonesia sedang berduka. Sebentar lagi kamu pulang ke rumah, batinku pada botol itu.

Demi botol surat itu, aku sengaja kuliah jurusan sejarah di Jakarta. Lalu mencari arsip-arsip tentang transmigrasi orang jawa ke Suriname. Aku menemukan nama Sastra Atmaja saat hampir lulus kuliah. Dia tinggal di daerah pesisir pantai utara. Jepara. Tentunya Nira pun tinggal di sana.

Aku melakukan perjalanan dengan sukarela sambil membawa botol surat itu. Berniat mencari makam Nira. Menelusuri desa demi desa. Setahun. Dua tahun. Hampir nihil. Aku menanyakan kepada warga tentang makam lama. Mereka menunjukan beberapa tempat. Aku mencari dengan tekad yang sudah tersimpan selama seratus tahun lebih di dalam botol itu.

Tidak boleh menyerah sekarang. Ada warga yang mengatakan bisa saja mereka pindah ke daerah Salatiga. Karena demi bisa hidup murah orang jaman dulu memilih tinggal di pedesaan daripada di kota. Aku pun mengikuti saran itu. Dan aku menemukan sebuah cerita tentang perawan tua bernama Nira Nirwana.

Ia berpindah tempat karena tidak bersuami. Kabur dan menentang orang tuanya. Hidup di kota semakin sulit jika memilih tidak menikah seumur hidup. Sampai akhirnya, Nira mati di sana. Aku berdiri di pusara itu. Hanya batu-batu berlumut. Tetapi warga sekitar mengatakan ini makam Nira Nirwana. Akhirnya, batinku.

Aku membuka kantong dan mengeluarkan botol berisi surat dari Tuan Sastra Atmaja. Menanamkannya di antara batu-batu itu.

"Tuan, doamu sudah terkabulkan," ucapku. Tak terasa aku menangis.

Tugasku telah selesai dan Aku pulang ke Aceh. Kampung halamanku. Aku berjalan-jalan di sepanjang kota bekas kena tsunami dahsyat itu. Kini kota telah pulih. Aku membeli botol sirup ke mini market. Membuang isinya. Menunggunya kering. Lalu aku menulis sebuah surat utuk orang tuaku dan semua korban tsunami Aceh. Air mata berjatuhan seraya aku melempar botol surat itu ke laut.

"Semoga sampai ke surga. Aamiin."

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Botol Surat
Galang Gelar Taqwa
Novel
Letters for You
bookmark.oo
Novel
We are Not Done Yet
Fitri Fatimah
Novel
Elang dan Cempaka
Janeeta Mz
Flash
"Ketika Langit Merah"
TATAN RUSNANTO
Novel
Don't Disturb My Little Family (Jangan Ganggu Keluarga Kecilku)
Wina Faathimah
Cerpen
Bronze
Dalam Cinta Kubertanya?
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Warna Cinta di Buku Saku
Ron Nee Soo
Novel
Unexpected
Yeni fitriyani
Cerpen
Bronze
MENCINTAI KEKASIH KAKAK
ari prasetyaningrum
Flash
Bronze
Coklat di hari Valentine
HERLIYAN BERCO
Novel
Bronze
Perawan Tiga Kali
Soh
Novel
I am Who?
sintia indrawati
Novel
Yang Hilang dan Tak Terputus
Elaire Clain
Skrip Film
JANJI HATI AHMAD
Aries Supriady
Rekomendasi
Cerpen
Botol Surat
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Aku dan Hantu Fyodor Dostoevsky
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Simulasi Mati
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Sisifus Erostus not Ereksi
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Pemangsa Paling Kejam
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Cinta Buta
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Tempat Kerja Papa
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Fana Menjelma Abu
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Pasar Bisa Diciptakan
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Cerita Calon Koruptor
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Makhluk Tanah
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Bau yang Menyeruak dari Mayat Sahabatku
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Aku Bersimpuh di Hadapan Kopi yang Tengah Ku Seduh
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Semestaku yang Porak-poranda Karenamu
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Rumah Tanpa Pagar & Pintu
Galang Gelar Taqwa