Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Pulau yang paling timur di Nagakara, pulau terkecil di distrik paling timur. Masyarakat yang masih hidup mempertahankan adatnya lebih dari apapun. Salah satu yang paling dipertahankan ialah proses inisiasi seorang remaja laki-laki dianggap menjadi pria dewasa setelah melewati tiga tugas dengan baik. Sekarang Kino telah menuju umur yang cukup bagi kelompok adatnya harus menunaikan tugasnya. Kino remaja yang mengalami pertumbuhan fisik terhambat hingga berbadan paling kecil. Umurnya yang sekarang tujuh belas tahun kurang sehari tapi berbadan layaknya anak kecil berumur tujuh tahun. Kino sangat bersemangat mengikuti proses itu agar bisa dianggap setara dengan teman-temannya. Namun, proses inisiasi adat harus dilaksanakan demi menegakkan adat di kampung itu. Tugas pertama, menanam pokok ubi. Tugas ini bisa dilaksanakan oleh Kino dengan baik. Selama ini Kino selalu mengikuti kedua orang tuanya bercocok tanam di ladang milik keluarganya. Ayahnya mengajarkan dengan baik cara menanam ubi. Dengan bantuan sebilah kayu, Kino bisa menanam ubi dengan rapi. Dengan begitu, ubi bisa tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang besar. Kino juga memperhatikan kedalaman tanahnya. Tugas ini simbol pria dewasa nantinya mampu menyediakan makanan bagi keluarganya kelak. Berbeda dengan Kino, teman-teman Kino semuanya menanam asal-asalan karena ubi bisa tumbuh liar begitu saja. Tidak ada yang memperhatikan jarak yang baik untuk pertumbuhan ubi itu sendiri. Namun begitu, semua lulus juga.
Tugas berikutnya, memanjat hingga puncak pohon karet hutan tertinggi. Tugas ini melambangkan bahwa pria dewasa mampu membawa dirinya dan harga dirinya tetap tinggi dan tidak dipandang rendah. Sial bagi Kino. Dia hanya bisa mencapai cabang yang pertama dengan susah payah, disemangati oleh ibunya, dan jatuh berkali-kali. Teman-temannya sudah sampai pada puncak. Kino membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa memanjat pohon itu. Ayahnya hanya diam saja melihat usaha Kino, tapi semangat ibunya terus berteriak untuk mendukung Kino tak terbatas. Para tetua adat pun hanya terdiam lalu menyuruh yang lain untuk turun agar segera bersiap tugas berikutnya.
Tugas terakhir, dilakukan saat malam menjelang. Tugas membawa batu besar dalam sampan kecil menyusuri sungai hingga ke muara lalu menukar batu tersebut dengan buah kelapa dan kembali ke desa melewati sungai yang sama. Namun dalam sampan kecil tidak disediakan dayung. Hingga tiap pemuda hanya boleh mendayung dengan tangannya saja. Tugas ini memiliki batas waktu. Pemuda tidak boleh kembali lewat matahari terbit. Tugas ini melambangkan sebagai seorang pria dewasa mampu menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain agar hidup di kampung tersebut bukan menjadi beban orang lain. Tepat saat matahari terbenam semua pemuda berlari menuju sampannya masing-masing yang telah tersedia batu besar. Sial lagi bagi Kino, batu itu sendiri lebih besar dari pada badannya sendiri. Yang lain sudah mendayuh, Kino kewalahan. Sampan itu terlalu besar bagi badannya yang kecil. Tangan Kino tidak sampai di permukaan air. Jangkauannya masih tidak cukup untuk itu. Kino berakal untuk memegang tiap akar pohon pinggir sungai dan menariknya. Trik tersebut cukup efektif membawa Kino melaju di sungai dalam gelap hutan. Teman-teman Kino sudah ada yang sampai muara mengganti batu yang mereka bawa dan menaruh kelapa dalam sampannya. Satu persatu berpapasan dengan Kino. Hingga lewatlah satu pemuda terakhir berpapasan lawan arah dengan Kino. Pemuda itu akan menuju desa. Dengan alasan akan membantu Kino, dia menendang sampan Kino sambil mengolok-oloknya. Sampan Kino melaju tak terkendali, batu di anjungan sampan bergoyang dan semakin membuat sampan tak terkendali. Pemuda itu sudah tidak kelihatan melaju dalam gelap sungai. Kino minta tolong, sampan langsung terbalik akibat batu yang berat. Kino tercebur dalam sungai. Kino pandai berenang namun sial kakinya terjerat akar kayu pohon. Riak sungai semakin lama semakin tenang.
Pemuda selain Kino sudah kembali ke desa sebelum tengah malam. Semua menunggu Kino. Tetua adat menunggu bersama yang lain untuk Kino. Ayah Kino memohon untuk sabar karena batas waktu ialah sebelum matahari terbit. Dulu ayah Kino juga menyelesaikan tugas tersebut mendarat tepat sebelum matahari terbit. Ibunya semakin cemas, meminta ayahnya untuk melihat memeriksa keadaan Kino. Ayahnya menolak karena itu tidak boleh dilakukan. Ibunya menahan tangis. Dalam hati ayahnya juga hanya saja adatnya melarang hal itu. Matahari telah naik, ayam berkokok untuk pertama kalinya menyadarkan semua penduduk desa. Kino belum kembali. Pesta perayaan adat untuk pemuda terpaksa ditunda, tetua adat meminta semua lelaki dewasa untuk mencari Kino. Ayah Kino langsung mengambil sampannya bersama semua laki-laki. Ayah Kino melihat sepanjang sungai. Sampai pada suatu tikungan sungai ada sampan yang terbalik. Ayah Kino mengenali sampan tersebut yang dipakai Kino. Ayah Kino melompat kedalam sungai diikuti beberapa orang lain. Ada yang langsung menyelam, tapi tidak ada satu orang pun yang melihat Kino
. Yang didarat memanggil nama Kino di hutan di sekitar ditemukannya sampannya. Salah seorang kembali ke desa untuk melaporkan bahwa hanya sampan Kino yang ditemukan terbalik disungai tapi tidak ada Kino. Hal memecah keheningan ibunya menjadi tangis. Semua warga desa panik serta mencoba menenangkan keadaan.
Ayah Kino naik turun sungai tanpa henti. Ayah Kino sebenarnya sudah kehabisan nafas. Ayah Kino memaksakan keadaan dan pingsan dalam air, telat bagi orang lain untuk mengangkatnya. Ayah Kino pun mati dalam air. Semua kembali ke desa membawa jenazah ayah Kino dalam sampan. Pukulan berat bagi ibu Kino, dalam waktu sehari harus kehilangan dua orang keluarganya yang dicintainya, anaknya dan suaminya. Hari itu tidak ada pesta adat untuk pemuda menjadi pria dewasa. Semua warga desa berkumpul dirumah Kino. Malam itu penuh duka. Menjelang pagi seorang wanita mendapati ada sosok yang tergantung dipohon. Wanita itu berteriak histeris sekuat-kuatnya, semua warga desa terkejut mendengar, lalu berkumpul di bawah pohon itu. Ibu Kino menyudahi penderitaannya. Badan terasa berat untuk digerakkan. Nafas satu persatu mulai terdengar. Badan yang berbalut daun-daun dan ramuan dengan wangi khas memenuhi rumah itu. Batuk perlahan membangunkan badan yang besar itu. Mencoba untuk mendudukkan dirinya sendiri, badan yang penuh otot itu seperti kesulitan. Tangannya menepis ramuan disekujur badannya. Matanya perlahan terbuka menatap tangannya sendiri. Membolak-balikkan tangannya sendiri lalu mencoba bangkit berdiri mendekati tempayan berisi air. Wajahnya sendiri yang dilihatnya. Kino berdiri tidak percaya berfikir mungkin dia sekarang di alam baka. Kino sekarang berbadan lebih besar tidak percaya melihat dirinya sendiri. Memastikan lagi badannya dan semua di sekelilingnya. Pintu terbuka, masuklah nenek. Nenek kera putih, begitulah warga desa mempercayai mitos tentang keberadaan nenek ini. Nenek dengan rambut panjang putih dengan kemampuan bisa melompat antar pohon hingga disebut warga desa nenek kera putih. Warga desa meyakini bila bertemu nenek ini akan membawa malapetaka. Sekarang Kino berhadapan dengan nenek ini langsung tertunduk berlutut ketakutan memohon agar tidak dicelakai. Nenek tersebut tertawa menjelaskan bahwa dia menyelamatkan Kino dari sungai. Kino bersyukur dan berterimakasih terhadap pertolongan yang dia berikan. Kino akan pamit untuk kembali ke desa, untuk memberitahu warga dia masih hidup. Nenek menahan dirinya yang belum pulih seutuhnya. Kino pun sadar, dengan badan barunya tentu tidak akan mudah dikenali. Sambil pemulihan, Kino belajar pengobatan, ramuan, dan ilmu lainnya dengan nenek kera putih. Kino melihat kakinya memiliki bekas luka, dia teringat itu bekas yang diperoleh karena sangkut di malam dia menunaikan tugasnya. Mengingat itu juga dia teringat kedua orang tuanya.
Setelah beberapa hari Kino memohon izin untuk kembali ke kampung. Nenek kera putih hanya berpesan, tidak ada yang bertahan selamanya dalam hidupnya, yang dia peroleh sekarang bisa hilang begitu saja. Kino mencoba mengigat hal itu. Sepanjang perjalanan dalam hutan, Kino berfikir dengan penampilan badan seperti itu tentu tidak ada lagi yang akan mengenali dirinya. Dalam hutan yang tidak asing bagi dirinya merupakan tempat bermain bagi dirinya sewaktu kecil. Teringat dulu dia sering bersama orang tuanya mencari bahan makanan di hutan itu. Lama sudah Kino berjalan sampai lah di desanya kembali. Orang-orang menyambutnya sebagai orang asing. Kino memperkenalkan dirinya dengan nama yang lain dari kampung ujung pulau punya kemampuan untuk membuat ramuan obat. Awalnya orang-orang tidak terlalu percaya. Namun ketika ada satu anak kecil yang patah tangan karena jatuh. Kino meminta izin kepada orang tuanya untuk menyembuhkan, dengan jaminan bisa mengusir dirinya bila tidak berhasil. Setelah dizinkan orang tuanya, Kino beraksi. Tangan tersebut ditarik, lalu dibalut dengan daun. Besoknya anak tersebut sudah membuka balutan daun dan bisa bermain lagi. Berita tersebar keseluruh desa. Semua berbondong-bondong meminta ramuan untuk masing-masing keluhan dan penyakitnya. Semua dilayani dengan baik dan sembuh. Ada yang sembuh saat itu juga ada juga yang butuh berapa hari, namun semua sesuai perkataan Kino. Kino sekarang jadi terkenal.
Sambil itu Kino mencari keterangan tentang orang tuanya. Tapi tidak ada satu pun yang bisa dia dapat. Bahkan rumahnya kosong. Hingga satu pasien datang padanya. Iwi, temannya dulu dengan keluhan belum bisa hamil. Iwi adalah teman Kino. Iwi datang bersama suaminya. Kino kenal mereka. Kino pura-pura bertanya tentang rumah kosong itu. Iwi dan suaminya bercerita banyak tentang penghuni rumah itu. Suaminya bilang setelah anaknya kabur, orang tuanya juga ikut kabur. Kino tentu tidak terima dengan cerita versi tersebut. Tapi Kino tetap harus menahan diri. Kino memberikan obat untuk iwi diminum tiap tujuh hari. Dan iwi diminta datang lagi tiap tujuh hari. Dengan izin tetua adat Kino memohon untuk di biarkan tinggal dirumah kosong itu. Tetua adat tidak punya alasan melarang, mal
ah bisa memanfaatkan rumah itu untuk perobatan Kino. Para pasien datang bergantian siang dan malam. Ada pria yang datang sengaja paling tengah malam. Memastikan tidak ada lagi orang lain. Pria itu menjelaskan ingin senjatanya diperbesar. Kino mengerti senjata yang dimaksud. Kino memberikan obat, obat itu bisa membuatnya besar dua kali lipat. Lalu pasien itu berbisik bagaimana sejarah penghuni rumah tersebut. Kino bertanya penasaran. Pasien tersebut menjelaskan versinya, orang tuanya meninggal. Sontak Kino terkejut mendengar hal itu. Setelah malam itu pasien terakhir pulang, Kino pergi. Kino menuju pemakaman adat. Kino mencari makam orang tuanya. Tepat seperti yang dibilang pasien tadi, ada dua makam yang hanya diberi tanda batu. Batu yang dibawa Kino dalam sampan. Kino tidak kuat menangis. Mendapati kedua orang tuanya dalam makam tidak layak tanpa ada lambang adat. Pagi-pagi, pasian pria tua menggedor pintu rumah Kino. Kino membuka dengan malas. Pria tua itu adalah pasien semalam dengan keluhan senjata. Dia bilang bahwa senjatanya memang besar, istrinya sampai kaget. Namun dalam dua kali goyang langsung tembak, membuat mereka tidak puas. Pria tua itu kecapekan semalam ketiduran. Kino lupa menjelaskan, memang sesuai yang dia minta hanya membesarkan. Tapi pria itu minta untuk tahan untuk bertempur. Kino bilang butuh bahan tertentu, jadi datang lagi tiga hari.
Dalam tiga hari berita tersebar, tentang besarnya senjata pria tua itu. Alhasil hari ketiga, semua pria didesa meminta ramuan yang sama. Kino sudah menduga hal itu terjadi, jadi kino sudah membuat ramuan cukup untuk semua pria didesa itu. Satu ramuan untuk memperbesar satu lagi untuk membuat tahan lama. Lalu datanglah giliran iwi malam itu, sesuai jadwal untuk meminum obat. Suaminya juga meminta obat yang sama dengan pria lain. Kino bertanya mencoba mengorek kenapa dia dan suaminya berbohong perihal kedua orang tuanya. Keduanya merasa tidak nyaman pertanyaan itu. Lalu cepat-cepat meninggalkan kino. Malam datang tidak ada pasien yang datang. Tiap rumah sepi, anak-anak disuruh cepat tidur. Orang tua akan melakukan aktivitasnya. Dari tiap rumah terdengar jeritan wanita. Satu persatu. Lalu perlahan hening. Kino masuk salah satu rumah. Perlahan pelan masuk ke kamar, mendapati suami istri yang tertidur pulas. Suami sudah tidak bergerak lagi. Kino menikmati sang istri. Dalam gelapnya rumah tiada penerangan apapun. Sang istri merasa dirinya di tunggangi suami. Padahal kino lah yang beraksi. Besoknya, sang istri bangun merasa puas sang suami merasa sangat lemas terkuras habis tenaganya.
Sejak saat itulah yang dilakukan oleh kino tiap-tiap rumah. Tak ada istri yang tahu bahwa suaminya tidur pulas tapi merasa diberi kenikmatan tertinggi oleh kino. Hingga tiga puluh malam cukup bagi kino untuk singgah tiap rumah. Namun hal yang tidak kino sadari, tubuhnya seperti semakin menyusut tiap malam. Sore itu iwi datang sendiri ke rumah kino untuk minta obat terakhir dari kino. Kino dengan lepas kendali mencoba memaksa kehendaknya kepada iwi. Iwi menolak, terjadi perlawanan, iwi berteriak minta tolong. Tetangga yang mendengar masuk rumah kino, mendapati kino yang sudah menunggangi iwi. Kino melompat kabur di antara kerumunan massa. Kino lari ke hutan. Orang-orang mulai mencari kino dalam hutan. Sial bagi kino yang tidak bisa melihat dalam gelapnya hutan malam itu, terpeleset dan jatuh. Pagi itu kino bangun di rumahnya. Badannya terasa lebih ringan. Orang-orang di sekitarnya berbisik-bisik. Kino duduk, menghadap beberapa orang. Tetua adat menjelaskan bahwa mereka berucap syukur telah menemukan Kino anak hilang beberapa waktu lalu. Tidak ada satu pun yang sadar bahwa kino yang bertubuh kecil itu adalah ahli pengobatan bertubuh kekar dulu yang memberikan mereka semua obat. Kino merasa terbebaskan namun sial baginya tubuhnya menjadi kecil lagi. Tetua adat menjelaskan bahwa orang tuanya sudah meninggal karena sakit karena kehilangan kino. Kino ditunjukkan dimana makam orang tuanya. Kino menuju makam orang tuanya, kesal dalam perjalanan kenapa orang tua tersebut berbohong tentang meninggalnya orang tuanya. Kino mendapati makamnya. Setelah kembali dari makam, Kino melihat Iwi. Iwi mengenali bekas luka di kaki kino, sama dengan bekas luka milik ahli pengobatan yang menghamilinya. Setahun kemudian didesa itu semua wanita menggendong anaknya masing-masing. Semua anak terlahir hampir serentak dalam waktu yang berdekatan ada yang berbeda sehari dengan yang lainnya, namun semua anak itu bertubuh cenderung lebih kecil.