Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Bila Wanita Patah Hati
1
Suka
29
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Aku berdiri diatas cintaku. Kudekap rindu meski kau telah memutuskan untuk tinggalkanku demi dia. Aku tahu cintamu memang masih dalam untuknya, namun tidak bisakah melihatku sebentar dan katakan bahwa cinta yang kuberi selama ini telah sampai padamu?

Aku yang seorang wanita ini sempat pesimis, namun kau jugalah yang beriku semangat lewat ucapanmu, yang jadi lampu hijau tuk dekatimu. Di tepat satu minggu kita intens bertemu, kau berkata, "Aku justru kagum ada wanita yang berani mengakui perasaannya seperti kamu."

Lalu, kudekatilah kau bawa rasa tulus di dalam sanubari, bukan karena harapkan balasan. Tidak pernah kubertanya bagaimana rasamu padaku, sebab tidak perlu. Akulah yang mencintai dan itulah resiko mencintai. Namun, terasingkan darimu seperti ini, tiba-tiba tanpa aba-aba, bukankah sedikit kejam? Mengingat kau jugalah yang akhirnya biarkanku coba ambil hatimu yang sudah tanpa tuan kau bilang.

"Ya, sudah. Aku juga nanti akan berusaha untuk buka hatiku. Asalkan jangan sampai ada di antara kita yang berselingkuh. Itu saja syaratnya," ucapmu waktu itu di hutan kota GBK.

Dua bulan sudah aku mendekatimu saat itu. Tidak hanya dirimu, orang tua dan adikmu satu-satunya pun kudekati. Sore waktu itu tidak terlalu mencolok, namun kau buat jadi indah dengan bahasa lampu hijau lagi. Aku menganggukkan kepala sangat bahagia. Duduk di sampingmu dengan rasa yang akhirnya terlihat ujungnya, adalah awal kenangan indah. Kaos putih bergambar band kesukaanmu, celana jeans biru gelap, topi denim senada warna celanamu dan sepatu abu-abu, tidak akan lebih indah jika orang lain yang memakainya. Rumput hijau dan angin pun melewatiku, ucapkan setuju bahwa hari itu kau adalah pemeran utama duniaku di bawah langit sore.

Aku berdiri diatas lukaku, mencoba untuk hadapi bahwa kau tidak akan lagi menoleh padaku. Kucoba netralisir rasa sakit ini, namun harus habis lagi tenaga oleh rasa cinta yang belum tuntas terhapus. Bertumpuk-tumpuklah hingga buatku kewalahan hadapi undangan pernikahanmu yang tergeletak di atas meja kerjaku. Di kursi tempat aku biasa menghabiskan waktu 9-5, tidak pernah menyangka jadi tempat berteriak histeris memanggil-manggil namamu. Sebab, meski sudah berkali-kali kubaca nama pengantin pria di undangan itu, tidak berubah juga susunan hurufnya. Namamu, nama lengkapmu, ada di sana.

Kala itu, sudah satu tahun dua bulan berlalu dari sore di hutan GBK, undanganmu datang. Dua bulan sebelumnya, kau sama sekali tidak bisa dihubungi. Nomormu tidak aktif, media sosialmu tidak lagi bisa kucari dengan akun utamaku. Nomor keluarga dan teman-temanmu pun tidak pernah lagi respon pesan dariku.

Tiga bulan sebelum undangan itu, kau katakan wanita yang pernah hampir kau bawa ke kursi pernikahan datang ke rumahmu. Dia hanya ingin menyapa adikmu yang juga sahabatnya. Diiringi penyanyi live band KOBAin Kafe Plaza Semanggi kala itu kau bercerita, betapa dia tidak berubah sama sekali. Tetap manis, lembut dan sopan. Aku masih bersikap biasa saja, sampai akhirnya cerita sampai pada ibumu yang mengajaknya untuk datang ke pesta kecil-kecilan ulang tahun adikmu. Tentu saja itu wajar, karena mereka sahabatan.

Tapi entah kenapa, timbul rasa khawatir, sebab pada hari-H, aku sungguh-sungguh tidak akan bisa datang. Perjalanan dinas ke luar negeri tidak bisa kutunda atau kuganti, hanya bisa kukurangi sampai satu bulan saja. Kau bilang agar aku tidak perlu khawatir, sebab tidak akan pernah terbuka lagi hati untuk wanita yang pernah menghianati di saat-saat terpurukmu dulu. Di saat kau sedang berusaha angkat martabat keluargamu agar pantas bersanding dengannya. Untuk itulah kau memujiku yang bisa mandiri mengangkat martabat keluargaku. Kau bilang, kita punya niat tulus yang sama untuk keluarga kita. Kau juga bilang, andai bertemu aku duluan dari pada dia, maka tidak perlu ada luka hatimu. Aku pun senang dan tenang sekali mendengarnya, sebab namaku jadi pemenang atas dia.

Kulepaslah ragu dan khawatirku saat itu tanpa alasan-alasan lagi. Tidak pernah menyangka pada akhirnya akan sesali tatapan mata indahmu yang bantu yakinkanku, sebab sejak tanggal pesta kecil-kecilan itulah kau tidak lagi bisa kuhubungi.

Saat itu aku hanya ingin mengirim video yang sudah kuedit berjam-jam untuk adikmu, di tengah malam ulang tahunnya. Centangnya tetap satu sampai dini hari. Kucoba kirim ke nomormu, tidak ada bedanya. Centang satu sampai pagi, sampai siang, sampai sore, dan sampai seterusnya. Gelisahku di negeri orang, teramat gelisah, hingga tidak bisa kubedakan sepatu kerja dan sendal rumah. Beberapa kali aku salah menaiki gerbong tube, sebab konsentrasiku habis menunggu kabar darimu. Di dalam gerbong tube aku selalu berharap 'memanggil' yang tertulis di layar berubah jadi angka durasi. Lalu, karena putus asanya diri ini, setidaknya 'memanggil' itu berubah jadi 'dering' saja tidak apa-apa. Setidaknya masih ada nomorku di handphonemu.

***

Aku berdiri menangis tak berhenti ketika perjalanan dinasku selesai, sampai kaki ini pijakkan jejaknya di bandara Soekarno Hatta, tetap tidak berubah tulisan di layar saat memanggil nomormu. Tidak ada jalan lain lagi sebab semua akses telah tertutup. Aku memandangi langit-langit bandara di kursi kedatangan. Kupanjatkan permintaan, setidaknya kau masih ingat tanggal kepulanganku. Setidaknya kau masih ingat ada aku yang pernah jadi wanita yang kau kagumi karena keberaniannya. Setidaknya kau masih ada rasa bersalah telah telan ludahmu sendiri. Setidaknya masih ada rasa bersalah di nuranimu telah lupakan janji untuk menjemputku dari bandara yang terlihat hampa, meski lalu-lalang orang-orang tidak pernah habis. Air mataku, untuk ke sekian-kalinya, tumpah lagi, dan tidak bisa aku berbuat apa-apa.

Kupanggil-panggil namamu di dalam hati, di setiap langkah pulang ke apartemenku. Kubiarkan supir taksi online menatap kebingungan saat dengar suara tangisku pecah tidak terkendali. Syukurlah masih ada supir itu yang sodorkan tisu. Syukurlah masih ada dia yang dengar ceritaku. Syukurlah masih ada dia yang beri wejangan tuk teduhkan hati sejenak. Sepanjang perjalanan, kuminta ia pilih dan putarkan lagu yang gambarkan cintaku padamu. Maka, selama tiga jam perjalanan akibat macet ibu kota yang tidak kunjung berkurang, lagu Mahadewa-Immortal Love Song berkumandang berulang-ulang sampai tiba ke tujuan.

Mendekap ilusi, menangisi cintaku telah kandas tanpa alasan, hanya itulah yang sanggup kulakukan. Tidak berani aku datangi rumah atau tempat kerjamu. Tidak berani aku walau hanya keluar dair apartemen tuk cari angin segar, sebab kutahu kakiku pasti akan paksa diri pergi ke sana. Tidak berani aku mengganti sandi pintu, kalau-kalau nanti kau berubah pikiran lalu datang tuk minta cintaku kembali. Lebih tidak berani lagi aku, singkirkan semua tentangmu dari apartku, sebab itu sama saja akan membuang sebgaian diri ini.

Kuhiruplah kini pilu di setiap hembusan nafas, kala undanganmu itu datang. Ilusi dan bagian diri pun malah jadi boomerang. Malah, semakin tidak berdaya aku untuk menghapus semua. Kutangisi saja setiap apa pun yang ada di dalam ruangan yang ingatkan akan diri dan perjuangan cintaku yang begitu tulus kuberikan kepadamu.

Berteman diam pun jadi kebiasaanku begitu keluar dari kamar. Sebab di luar, meski hanya di dapur saja, tidak kuat daya ini saat air mata mulai keluar. Tempat tidur adalah penopang kuat agar daya tubuhku tetap terjaga ketika air mata tidak berhenti mengalir. Di kantor, diam adalah tembok penahan tangis supaya tidak terlihat lemah di hadapan teman-temanku, mengingat bagaimana terkejutnya mereka menyaksikan tangis histerisku kala undanganmu datang.

Tak terbendung lagi, kuputuskan untuk berhenti sejenak dari aktivitas sehari-hari. Sisa cuti yang tidak pernah kuambil untuk urusan pribadi, kuajukan semua, sampai total 8 hari. Atasanku terkejut, namun dengan banyaknya proposal yang goal ditanganku, yang dia bilang tangan jenius ini, malah digenapkan sampai 10 hari, tanpa potong gaji. Urusan bisnis, ucapnya sambil mengedeipkan sebelah mata.

Untuk pertama kalinya aku tersenyum saat itu, namun malah tetap saja air mataku juga ikut keluar. Kau tahu apa yang dia lakukan? Bagai seorang ibu yang lembut, ia memelukku dan ikut menangis. Katanya, aku terlalu berharga untuk pria yang tidak punya harga diri sepertimu. Bukan aku dan cintaku yang tidak layak, kamulah yang tidak layak untukku dan cintaku.

Kudekap rindu di hari ke empat cuti. Dua hari sudah aku tidak menangis lagi, terlaihkan oleh megahnya pemandangan dari jendela bening besar kamar penginapanku di Silancur Glamping Magelang. Hijau dan indahnya pemandangan gunung merapi Merbabu, Telomoyo, Andong dan Ungaran jadi penenang alami denyut luka. Kabut di pagi hari dengan latar sunrise penuh sihir penarik jiwa penuh luka ini, adalah teman sarapan setiap pagi. Tidak perlu lagi obat tidur tuk buat mata ini mengantuk. Dinginnya malam dan merdu suara serangga-serangga malam, sanggup buat diri ini rileks hingga tertidur tenang.

Sampai menggigil aku tiap kali keluar walau hanya tidur-tiduran di jaring balkon di pagi hari. Namun, mengigil itu akhirnya bisa kubedakan dengan menggigil saat tangis tidak terkendali di kamar apartemenku. Satu minggu lebih aku di sana, semua hal akhirnya bisa diterima dan dibahasakan oleh nalarku.

Sampai terlelap di hari terakhir aku menginap, kukatakan pada diri sendiri, "Aku berharga, terlalu berharga untuk pria yang tidak punya harga diri itu. Dia tidak layak untukku dan cintaku. Dia tidak layak sedikit pun."

Kuulang-ulang sampai aku benar-benar hapal. Sampai ada nadanya sendiri. Sampai alam bawah sadarku ikut menyanyikan nada itu, menggemakan ke alam semesta agar luka ditutup saja, sebab aku telah temukan diriku kembali.

Dan jika besok aku berpapasan denganmu entah di mana pun itu, aku yang telah terlatih tuk hidup mandiri dan kuat ini, akan layangkan maaf meski kau tidak meminta. Sungguh, wanita yang patah hati ini, telah dapatkan pelajaran itu dari patah hatinya.

***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Bila Wanita Patah Hati
Mayhtt
Novel
Gold
First Couple In Love
Mizan Publishing
Novel
A Letter To You
Yusrina Imaniar
Novel
Bronze
Cinta yang tertuang dalam doa
Stephanie Dhika Ananda
Novel
Unidentified Romance
jojoann
Novel
My Ice Grils
Queenfly_
Flash
Strategi Mengulur Tali Pancing
Luca Scofish
Skrip Film
Si Cupu dan Kakak Kelas
Aria Adi Winata
Flash
Bronze
Pergi Tanpa Ucapan Selamat Tinggal
Sohibul Wahidin
Cerpen
Bronze
Valentine's Day
Geovania Loppies
Skrip Film
Junior 'Love' Senior #SCRIPT
Aniela
Novel
Bronze
Lembayung di Ujung Mendung
SY. Nala
Novel
Bronze
Tanpa Kata
Mayhtt
Novel
Bronze
I LO(lea)VE YOU!
Bellaanjni
Novel
Cinta Dalam Diam
MayBeYes
Rekomendasi
Cerpen
Bila Wanita Patah Hati
Mayhtt
Novel
Bronze
Saloma : A Girl Who Lives In Silence
Mayhtt
Novel
Bronze
Tanpa Kata
Mayhtt
Cerpen
Melamar
Mayhtt
Cerpen
Rika Dan Bumi (Cinta Persahabatan)
Mayhtt
Flash
Gentong Berkarat
Mayhtt
Flash
Tembok Mengelupas
Mayhtt
Flash
Tarian Putaranku
Mayhtt
Novel
Kota Angera
Mayhtt
Flash
Dunia Berlagak Polosmu
Mayhtt
Cerpen
Pertanda
Mayhtt
Cerpen
Mimpi
Mayhtt
Cerpen
Rinjani
Mayhtt
Flash
Atom Yang Berguna
Mayhtt
Flash
Kotoran
Mayhtt