Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Self Improvement
Between Fear and Fury
1
Suka
32
Dibaca

Hujan turun deras malam itu. Langit seperti menumpahkan semua rahasia yang ingin disembunyikannya. Di antara percikan air dan kilatan petir, seorang gadis berambut hitam berlari sekuat tenaga di jalanan basah. Nafasnya memburu, luka-luka kecil menghiasi lengannya yang bergetar karena dingin.

Namanya Ellie.

Ia baru saja melarikan diri dari sebuah laboratorium ilegal, tempat ia dijadikan objek eksperimen selama bertahun-tahun. Setiap langkahnya seperti seribu jarum menembus kakinya, tapi ia tahu: kalau berhenti, ia akan tertangkap lagi.

Di balik pikirannya yang kacau, ada suara lain yang terdengar dalam kepalanya—tegas, tajam, dan dingin.

“Ke kiri, Ellie. Ada lorong gelap. Kita bisa sembunyi di sana.”

Suara itu milik Shion, sisi lain dari diri Ellie.

Shion bukan sekadar bisikan dalam benaknya—ia adalah dirinya yang lain, sosok yang muncul hanya saat Ellie dalam bahaya. Shion kuat, cepat, dan kejam… tapi selalu patuh pada satu hal: larangan dari Ellie.

Ellie mengikuti arahan suara itu, menukik ke lorong sempit antara dua gedung. Ia menempel di dinding, terengah. Dari kejauhan, suara langkah kaki dan lampu senter para penjaga terdengar samar.

“Aku bisa menghabisi mereka, Ellie. Lima detik cukup,” bisik Shion.

“Tidak, jangan. Aku tidak mau ada yang mati,” jawab Ellie lirih.

Shion mendengus dalam kepalanya, tapi menuruti.

Bayangan tubuh Ellie bergoyang di dinding basah—dua bentuk siluet, padahal hanya ada satu tubuh.

Ketika para penjaga akhirnya berlalu, Ellie memejamkan mata dan berbisik lemah,

“Terima kasih, Shion.”

“Aku tidak melakukannya untukmu. Aku hanya benci orang-orang itu,” jawab Shion dengan nada dingin—namun dalam suaranya, ada sedikit kehangatan yang sulit disembunyikan.

Keesokan paginya, Ellie terbangun di balik reruntuhan gudang tua. Hujan sudah berhenti, menyisakan udara lembap yang menusuk kulit. Ia belum pernah benar-benar melihat dunia luar sejak ditangkap laboratorium itu. Dunia terasa terlalu luas, terlalu asing, dan terlalu… bebas.

Saat berjalan ke luar gudang, Ellie hampir menabrak seseorang—seorang pemuda berambut cokelat kusut dengan ransel besar di punggungnya.

“Whoa! Kamu dari mana, kok kayak habis dikejar hantu?” katanya sambil menatap penuh curiga.

“Aku... cuma tersesat,” jawab Ellie gugup.

“Nama gue Zian. Kamu?”

“Ellie.”

Zian memperhatikan luka-luka di tangannya. “Kamu nggak kelihatan baik-baik aja. Ayo ikut aku ke tempat teman-teman, kami bisa bantu.”

Ellie ragu. Ia belum tahu siapa yang bisa dipercaya. Tapi Shion berbisik lagi dalam pikirannya,

“Dia bukan musuh. Aku bisa rasakan. Untuk sekarang, kita aman.”

Akhirnya Ellie mengangguk.

Zian membawanya ke sebuah rumah kayu di pinggiran kota, tempat beberapa orang muda tinggal. Salah satunya adalah Zuruko, pemuda berambut hitam dengan mata tajam yang seolah bisa membaca pikiran. Ia pendiam, tapi tatapannya tajam seperti sedang menganalisis sesuatu.

“Kau bilang dia sendirian di jalan?” tanya Zuruko pada Zian.

“Iya. Luka-lukanya aneh, kayak bukan luka biasa.”

“Aku... jatuh,” jawab Ellie cepat, mencoba menyembunyikan kebenaran.

Zuruko menatap Ellie beberapa detik, lalu hanya mengangguk. “Baiklah. Kau bisa tinggal di sini sementara.”

Hari-hari berlalu. Ellie mulai terbiasa dengan kehidupan barunya. Ia membantu membersihkan rumah, memasak, dan menambal pakaian. Zian sering menggodanya dengan candaan kecil, sementara Zuruko… tetap pendiam, tapi diam-diam memperhatikan setiap gerak-geriknya.

Suatu hari, berita buruk datang.

Zian menemukan laporan tentang pencarian subjek eksperimen yang kabur dari laboratorium rahasia—dan ciri-cirinya cocok dengan Ellie.

Zian panik, sementara Zuruko menatap Ellie dengan serius.

“Kau siapa sebenarnya?”

Ellie terdiam, tangan gemetar. Dalam kepalanya, Shion mulai berteriak.

“Katakan saja! Kalau tidak, aku yang akan bicara!”

Ellie akhirnya menatap mereka dengan mata berair.

“Aku... bukan manusia biasa. Aku hasil percobaan. Mereka mencoba memecah kesadaran seseorang menjadi dua—jiwa lembut dan jiwa kuat. Shion... adalah sisi lain diriku.”

Zuruko mundur setengah langkah. Zian masih diam, tapi matanya kini tampak iba.

“Jadi… dua kepribadian dalam satu tubuh?” tanya Zian pelan.

“Ya. Saat aku dalam bahaya, Shion mengambil alih. Dia melindungiku… dengan cara yang kejam.”

Hening sejenak memenuhi ruangan.

“Aku tidak mau menyakiti siapa pun lagi,” lanjut Ellie dengan suara gemetar. “Aku hanya ingin hidup normal.”

Zian tersenyum kecil. “Yah, normal itu relatif. Kita semua punya sisi gelap, kan?”

Shion terkekeh di dalam kepalanya. “Dia lucu. Aku suka dia.”

“Shion!” bisik Ellie dalam hati, memerah.

Zian akhirnya bicara. “Kalau begitu, kita bantu kau bersembunyi. Tapi kau harus belajar mengendalikan Shion.”

Beberapa minggu kemudian, keadaan tenang itu hancur. Pasukan dari laboratorium berhasil menemukan lokasi mereka. Malam itu, sirene meraung di kejauhan, dan lampu-lampu merah biru menyorot rumah kayu mereka.

Zuruko langsung berteriak, “Mereka datang! Lari lewat pintu belakang!”

Zian menyiapkan senjata darurat, sementara Ellie terpaku, tubuhnya gemetar hebat. Ketakutan menguasai pikirannya, dan tiba-tiba—suara Shion muncul lagi, lebih kuat dari sebelumnya.

“Biarkan aku keluar, Ellie. Kalau tidak, kita semua mati.”

Ellie memejamkan mata. Ia tahu membiarkan Shion keluar berarti akan ada darah. Tapi jika tidak, semua teman barunya bisa tertangkap… atau lebih buruk.

“Baik,” bisiknya pelan. “Tapi jangan bunuh siapa pun. Tolong, Shion...”

“Aku berjanji.”

Dan seketika, mata Ellie berubah—dari lembut menjadi tajam berkilau seperti es.

Gerakannya menjadi cepat, presisi, dan penuh kekuatan. Shion telah mengambil alih. Dengan ketenangan mematikan, Shion menangkis peluru karet dengan pipa besi, mengalihkan arah tembakan, dan memukul mundur para penjaga. Tetapi ia tidak membunuh satu pun, hanya membuat mereka pingsan atau tidak bisa bergerak.

Zian dan Zuruko menyaksikan dengan kaget, campuran antara kagum dan takut.

“Itu... dia?” gumam Zian.

“Ya,” jawab Zuruko lirih. “Itulah sisi yang dia takutkan.”

Setelah pertempuran selesai, Shion berdiri di tengah reruntuhan, nafasnya teratur.

“Kita aman sekarang,” katanya, lalu menatap Zuruko dan Zian. “Jagalah Ellie. Dia terlalu baik untuk dunia seperti ini.”

Dan perlahan, kesadarannya memudar—Ellie kembali mengambil alih tubuhnya. Ia terjatuh, dan Zuruko segera menangkapnya.

Beberapa hari kemudian, mereka berpindah tempat. Rumah lama hancur, tapi ikatan mereka justru semakin kuat. Ellie menatap langit pagi sambil berkata pelan,

“Aku dulu takut pada Shion. Tapi sekarang aku tahu, dia bagian dariku. Aku tidak bisa hidup tanpa dia.”

“...Dan aku tidak bisa melindungimu tanpa kau, Ellie,” jawab suara lembut Shion di dalam benaknya.

Zian datang membawa roti hangat. “Hei, kalian kelihatan seperti orang yang bicara sama angin.”

Ellie tertawa terbahak-bahak. “Mungkin anginnya saja yang baik padaku.”

Zuruko, yang duduk tak jauh, menatap mereka dengan senyum samar. “Yah, selama Ellie dan Shion seimbang, sepertinya mereka akan melewati semuanya tanpa masalah.”

Ellie menatap langit dengan senyum tipis. Untuk pertama kalinya, ia tidak merasa terbelah. Ia hanya merasa utuh—dua jiwa yang belajar hidup dalam satu tubuh, berjalan bersama teman-teman yang menerimanya apa adanya.

Setiap manusia punya dua sisi—yang takut, dan yang berani.

Ellie dan Shion hanyalah cerminan dari kita semua.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Self Improvement
Cerpen
Between Fear and Fury
Val
Cerpen
MADILOG: Jalan Sunyi Si Pemikir Muda
Dede Nurrahman
Novel
Skenario Tuhan (Gadis 12 Kali Operasi)
Mega Kembar
Flash
Biru Merah
lidia afrianti
Cerpen
Bronze
Bunga Busuk yang Mekar di Bibirmu
Titin Widyawati
Novel
Bronze
JANDA & THE TABLE
glowedy
Flash
Bronze
Dunia Tidak Berpihak Kepadaku
Ika nurpitasari
Novel
Antara mesin produksi dan hati yang remuk
Bang Jay
Cerpen
Bronze
Bukan Pencuri
Titin Widyawati
Flash
Noises Inside My Head
Steffi Adelin
Cerpen
Get Rich Overnight
Rizki Mubarok
Cerpen
Terbuang Dalam Mager
Adam Nazar Yasin
Cerpen
Silly Milly
Amar Rahim Gafari
Cerpen
Pertunjukan Air Mata
Ictos Gold
Cerpen
Tiket Sekali Jalan ke Diri Sendiri
Penulis N
Rekomendasi
Cerpen
Between Fear and Fury
Val