Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Beruntungnya
0
Suka
14
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Dalam bilik kamar yang dipasangi lampu ublik yang nampak oranye dan temaram. Nampak Paimin baru saja melaksanakan ibadah dan masih menggunakan sarung. Dalam gubuk gedek yang kecil itu, ia hanya tinggal berdua bersama istrinya karena kedua anak mereka sedang merantau di pulau lain untuk bekerja. Malam itu istrinya belum pulang dari kegiatan rewang di rumah iparnya untuk acara lamaran putra satu-satunya beberapa hari lagi. Iparnya memang sudah usia senja, tetapi baru saja dikaruniai anak sekitar delapan belas tahun lalu yaitu si calon pengantin. Sebenarnya, Paimin merasa bahwa keponakannya masih terlalu muda untuk menikah tetapi nasi sudah menjadi bubur, anak orang rupanya sudah dia buntingi duluan. Memang pemuda itu sangatlah manja berhubung kedua orang tuanya begitu kaya di kampung, tidak akan ada yang berani mengejek meskipun kelakuannya seperti orang yang tidak punya moral. Separuh desa ini memiliki sponsor dari iparnya itu, tentu saja kalau ada yang berani menghina jelas mereka bakal diputus listriknya atau airnya, mungkin kalau sedang senewen barangkali mereka tak mau membeli hasil panen orang tersebut.

Justru katanya yang beruntung adalah calon menantunya, sudah gadis itu anak orang tak punya dimantu pula oleh orang kaya. Logika orang desa memang begitu, tapi tidak ada yang mau menentang karena sudah jadi budaya.

Paimin melepas sarungnya dan mengganti dengan celana pendek selutut, baju kokonya ia lepas, dari pantulan cermin terlihat seluruh kerutan tubuh dari lelaki berusia enam puluh lima tahun tersebut. Wajahnya melihat ke arah cermin jadul itu, jemarinya tiba-tiba menyentuh meja rias tuanya. Benda itu masih berdiri di sana meskipun sudah dimakan rayap.

Ia bergumam, “sudah lama sekali meja rias ini, masih kokoh saja.”

Benar, meja rias itu sudah ada sejak pertama kali mereka menikah. Benda itu adalah hadiah dari Juminten, mantan kekasih Paimin dimasa lalu. Aneh sekali ketika meja tersebut datang dan ternyata Juminten yang memberi, awalnya sang istri sempat cemburu tetapi ia meyakinkan bahwa sudah melupakan masa lalu. Namun, itu semua hanya kebohongan semata, karena setiap kali ia melihat sang istri merias diri di meja ini yang terbayang justru muka Juminten yang sesekali menatapnya sambil bertanya apakah lipstiknya terlalu menor atau tidak. Ah, bagaimana kabarnya sekarang?

Ingatannya melayang pada tiga puluh tahun yang lalu, masa mudanya. Ia adalah seorang insinyur dalam bidang teknik di kampus ternama. Sedangkan Juminten adalah mahasiswi sastra dari gedung sebelahnya. Juminten muda adalah adalah wanita yang menarik, penampilannya selalu rapi, rambut keriting sepinggang dan kacamata trendi pada jamannya, ia adalah Aminah Cendrakasih versi rakyat biasa dalam ingatannya. Mendadak Paimin tersenyum sendiri saat bayangan Juminten lewat dalam kepalanya. Kaki tuanya beranjak menuju lemari pakaian. Ia berjongkok dan membongkar isi lemari yang paling bawah, matanya mencoba mencari album lawas yang ia sembunyikan dari istrinya. Matanya berbinar saat menemukan album hitam berukuran saku dalam tumpukan paling bawah. Tanpa menutup lemari ia langsung duduk di tepi kasur sambil membuka isinya.

Ia menemukan surat kecil bertuliskan: “Kakang, ini adalah bukti cinta kita yang membara, simpan ini meskipun kakang tidak lagi bersamaku”.

Paimin menutup lagi surat itu dan memasukkannya ke dalam sela-sela album. Tangannya membuka lembar ke dua. Sebuah fotonya saat masih muda gaya ala Sophan Sopiaan disandingkan dengan foto jadul milik Juminten yang sudah dipotong karena ia mengambilnya dari foto ramai-ramai. Ia lalu balik memandang lagi ke arah cermin. Kemana Sophan Sophiaan yang ganteng itu itu? Yang terlihat hanyalah pria tua dengan gigi tanggal satu di bagian depan. Seharusnya ia tidak pernah menantang si Bejo berkelahi waktu itu.

Foto kedua berisi liburan mereka ke Pantai Parang Tritis bersama anak-anak kampus lainnya. Juminten nampak segar dan mereka nampak bahagia. Itu adalah tahun-tahun terakhir kuliah. Memori dalam foto ini nampak hidup seakan baru saja foto itu diambil kemarin menggunakan kodax paling mahal karena berwarna. Selanjutnya ia membuka lembar ketiga. Kosong, begitupun sampai lembar terakhir.

Halaman itu menandakan awal hubungan mereka yang mulai rusak karena perjodohan. Paimin yang anak juragan kopi dipaksa menikah dengan Siti Maryam yang anak juragan kapal. Pada awalnya ia menolak dan tetap memilih Juminten, sempat-sempatnya ia berpikir mau kawin lari saja. Tetapi ia mencoba memperjuangkan Juminten dihadapan ayahnya dengan mengatakan ia adalah mahasiswi sastra terbaik dan akan menjadi pegawai pemerintah dalam waktu dekat, tetapi sang ayah tetap menolak dengan alasan Juminten tidak berkerudung dan terlihat tidak seperti muslimah baik-baik.

“Juminten akan segera berkerudung pak, Juminten akan belajar agama.” Katanya waktu itu.

“Kau harus menikah dengan anak orang kaya!” bentak ayahnya di ruang tamu.

Ia ingat Juminten tak bisa menahan air matanya, dengan pelan ia berdiri dan berkata, “saya memang anak orang tidak punya, tapi saya punya harga diri, semoga Bapak Haji Setyo sekeluarga selalu sehat wal afiat. Saya permisi.”

Paimin merasa jantungnya seakan diremas saat mengingat kenangan itu. Ditutupnya album hitam tersebut dan ia simpan di tempat semula, lalu ia merapikannya seolah-olah tidak ada yang pernah membongkar tempat itu. Pintu lemari ia tutup. Ia lalu mencari kain bersih dan mengelap air matanya.

“Assalamualaikum, Pak Paimiin.” Teriak seseorang dari luar.

Ia tersentak, dari suaranya pasti itu si Rio, anak muda tanggung yang jadi kuli bangunan itu. Dipakailah kaos partai yang bulukan dari atas kasur, kemudian ia keluar menemui Rio. Pintu terbuka dan nampaklah pemuda berkulit gelap dengan rambut panjang dipirang dan topi terbalik, tubuhnya kurus dan memakai kaos hitam dengan tulisan akar tidak jelas serta jeans ketat lalu jangan lupa sandal jepitnya. Bukan main penampilan anak muda jaman sekarang, pikir Paimin.

“Ono opo?” tanya Paimin.

“Ada kerjaan pak, jadi timses partai Kuda.” Rio menyerahkan sekresek pernak-pernik politik pada Paimin, “bayarane gede pak.”

“Iya, iya, kapan?”

“Besok minggu, orangnya juga mau ke sini.”

“Calonnya.”

“Enggeh pak, itu maksudnya.”

“Yasudah pulang sana, makasih.”

Rio lalu berbalik keluar halaman rumahnya. Tak lama kemudian datanglah sang istri, Siti Maryam itu. Setelah mengucap salam ia segera masuk sambil membawa jajanan untuk Paimin makan serta serantang kuah soto dengan bihun yang ia taruh di meja belakang.

“Rio kenapa ke sini?” tanya istrinya.

“Biasa.”

Istrinya manggut-manggut, pasti kerjaan timses partai. Lumayan akan ada beras satu karung dan sembako untuk bulan ini. Paimin mengambil kacamatanya dan melihat siapa calon kali ini. Matanya terbelalak. Ia tidak salah lihat.

“Juminten Salahudin?” Paimin membenarkan kacamatanya lagi, benar tertulis nama Juminten Salahudin, mantan kekasihnya!

Sang istri mendadak merebut kertas di tangannya. Terlihat penampilan ibu-ibu pejabat dengan kerudung sedikit ke belakang menampilkan sasak rambut kecoklatan,

“Aku dengar dia memang menikah dengan seorang pejabat waktu itu, dan sekarang dia yang gantian nyalon.” Kata Paimin.

Mata sang istri yang mengkerut lalu ia menatap mata Paimin cukup lama, “kalau begitu beruntungnya dia.”

Tamat.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Beruntungnya
Noer Eka
Cerpen
Bronze
Mat Tabik
Bonari Nabonenar
Cerpen
Bronze
Kelas Tambahan Di Hari Rabu
Cinta Ayumi
Cerpen
Kisah Masa Orientasi Sekolah
Nadia Safa Nurmalacita
Cerpen
Maaf, aku terlambat tahu.
Fianaaa
Cerpen
Mati Itu Pasti; Lapar Itu Setiap Hari
Andriyana
Cerpen
Nighty Night Tea
Fann Ardian
Cerpen
Bird (Burung)
Celica Yuzi
Cerpen
Tiba Tiba Jodoh
Rizkia Khoirul Anwar
Cerpen
Membaca Jiwa
Imas Hanifah N.
Cerpen
Bronze
Si Anak Angkat
Veara Mart
Cerpen
Bronze
Kumpulan cerita inspiratif
Banana with Cucumber
Cerpen
Bronze
Pulang
Lisnawati
Cerpen
sesuatu hal yang diinginkan
AIYAF
Cerpen
Bronze
Dunia Keduaku Dalam 1 Jam 45 Menit
Nevalina Aisah
Rekomendasi
Cerpen
Beruntungnya
Noer Eka
Cerpen
Menggantikan Tukang Takjil
Noer Eka
Cerpen
Tentara Yang Sendirian
Noer Eka
Cerpen
Malam Itu
Noer Eka
Cerpen
Dalam Tidur
Noer Eka
Cerpen
Thalasophobia
Noer Eka
Cerpen
Telepon Iseng!
Noer Eka
Flash
Hantu Kesepian
Noer Eka
Cerpen
Masculine Woman
Noer Eka
Cerpen
Kursi Pojok
Noer Eka
Cerpen
LARI!
Noer Eka
Cerpen
Menunggu Hukuman Mati
Noer Eka
Cerpen
Kisah Pembunuh Berantai
Noer Eka
Cerpen
Tragedi Berak
Noer Eka
Cerpen
Itik Buruk Rupa
Noer Eka