Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Beruang dan Serigala
0
Suka
87
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Hutan itu selalu menjadi tempat yang penuh rahasia—tempat di mana semua makhluk, besar atau kecil, hidup menurut hukum alam. Namun, kini hutan yang luas dan lebat itu tampak sepi, seperti sedang berduka. Tidak ada lagi suara langkah kaki beruang yang berat, atau raungan serigala yang menggema di malam hari. Yang ada hanya keheningan yang memuakkan, diikuti deru angin yang menyapu dedaunan yang kering.

Di tengah hutan, di balik semak-semak yang rapat, sebuah kandang besar terbuat dari jeruji besi berdiri tegak. Di dalamnya, seekor beruang besar terperangkap. Matanya yang tajam dan penuh kebanggaan kini tampak suram dan lelah. Ia tidak lagi menjadi penguasa hutan yang bebas, melainkan makhluk yang tak berdaya, terperangkap di dalam kandang yang dibangun oleh tangan manusia.

Beruang itu ingat betul bagaimana dulu ia bebas mengembara di hutan, menyusuri sungai yang jernih dan berburu makanan tanpa rasa takut. Namun, kini dirinya hanya bisa berbaring, merasakan dinginnya jeruji besi yang mengelilingi tubuhnya yang kekar. Hanya sesekali dia mendengar suara manusia yang datang untuk memberi makan atau memeriksa perangkap yang dipasang di sekitar kandangnya. Setiap suara itu mengingatkannya pada kenyataan pahit—kebebasannya sudah hilang.

Beberapa minggu telah berlalu sejak ia pertama kali tertangkap. Ia telah berusaha mencari cara untuk melarikan diri, mencoba menggoyangkan jeruji besi dengan cakar-cakarnya yang kuat. Namun semua usaha itu sia-sia. Setiap kali ia mengerahkan seluruh tenaganya, jeruji itu hanya bergeming, tidak bergerak sedikitpun.

Suatu sore, ketika matahari mulai tenggelam dan hutan diselimuti cahaya oranye yang temaram, suara langkah kaki tiba-tiba terdengar di luar kandang. Beruang yang sudah kehilangan harapan itu mendongak, matanya menyipit. Dari balik semak, muncul sosok langsing yang berjalan dengan cepat dan hati-hati, langkahnya hampir tidak terdengar. Itu adalah seekor serigala.

Serigala itu berhenti beberapa langkah dari kandang beruang, matanya yang tajam dan cerdas menatap beruang dalam-dalam. Tidak ada rasa takut dalam sorot matanya—hanya rasa ingin tahu dan sesuatu yang lebih dalam, seperti sebuah rencana yang telah dipikirkan matang-matang.

"Beruang," serigala itu berkata, suaranya tenang, meskipun terdapat nada yang penuh teka-teki. "Aku bisa membebaskanmu. Tapi hanya jika kau mau bekerja sama."

Beruang mendengus keras, matanya menyala dengan kesombongan. "Aku tidak butuh bantuanmu, serigala. Aku bisa keluar sendiri dari sini."

Serigala tidak terganggu oleh ejekan itu. "Mungkin. Tapi di luar sana, kita semua terancam. Pemburu sedang mengincar kita semua. Jika kita tidak bersatu, kita akan jatuh satu per satu. Kau tahu itu, kan?"

Beruang terdiam. Pikirannya yang keras dan penuh kebanggaan mulai terguncang oleh kata-kata serigala. Hutan yang dulu menjadi rumahnya kini terasa semakin asing dan berbahaya. Pemburu-pemburu itu semakin dekat, dan beruang tahu bahwa dia tidak akan bisa bertahan lama sendirian.

Namun, keangkuhannya sulit untuk dilepaskan. "Apa yang kau inginkan, serigala?"

Serigala tersenyum tipis, seolah sudah mengetahui jawabannya. "Bekerja sama denganku. Bersama, kita bisa melawan pemburu-pemburu itu. Dan setelah itu, ayo berebut buruan lebih banyak."

Beruang menatapnya dalam-dalam. Waktu terus berdetak, dan pilihan itu semakin sulit untuk dihindari.

Beruang tetap diam, matanya masih tajam menatap serigala yang berdiri di luar kandang. Ada sesuatu yang aneh dalam tawaran serigala itu—sesuatu yang membuatnya ragu, sekaligus menohok ke dalam hati yang keras itu. Keraguan itu bertumbuh, membelit setiap pemikiran beruang. Ia mengingatkan dirinya bahwa dirinya adalah seekor beruang, makhluk yang kuat dan tak terkalahkan. Dulu, ia tak pernah butuh bantuan dari siapapun, apalagi seekor serigala yang jauh lebih kecil. Kelebihannya hanya kegesitan karena ukuran tubunya yang kecil. 

"Apa yang bisa kau lakukan untukku, serigala?" tanya beruang akhirnya, suaranya kasar dan penuh keraguan. "Aku bukan makhluk yang mudah dibodohi. Kau bilang kita harus bersatu, tapi aku tak tahu apa yang bisa kita capai bersama. Kau dan aku sangat berbeda."

Serigala itu tidak terburu-buru menjawab. Dia hanya berdiri di sana, menatap beruang dengan tenang, seolah tahu persis bahwa waktu beruang akan datang. "Kita memang berbeda," jawabnya akhirnya. "Kau lebih kuat, lebih besar, dan aku lebih gesit, lebih cepat. Tetapi itu bukan yang terpenting. Pemburu itu datang, beruang. Mereka sudah tahu kita ada di sini. Mereka memburu kita satu per satu. Apa yang kau akan lakukan tanpa bantuan?"

Beruang menggertakkan gigi, geram mendengar kata-kata itu. Serigala berbicara dengan tenang, namun kata-katanya terasa seperti api yang menyentuh api kebanggaan beruang. Ia ingin melawan, ingin berteriak bahwa dirinya tak membutuhkan siapa pun. Tetapi ia tahu, semakin lama ia terkurung, semakin besar kemungkinan ia takkan pernah keluar dari jeruji ini—atau bahkan lebih buruk, diburu seperti hewan lain di hutan.

"Tapi bekerja sama denganmu berarti aku harus mengandalkanmu," kata beruang, suaranya terdengar kesal. "Aku tak mau menjadi lemah. Aku sudah cukup terhina di sini."

Serigala tersenyum tipis. "Kamu tidak akan menjadi lemah hanya dengan mendapatkan bantuan. Ayolah, turunkan egomu sedikit."

Beruang mendengus. Di dalam hati, dia tahu serigala benar. Namun, egonya terlalu besar untuk menerima kenyataan itu dengan mudah. Dia telah terperangkap dalam kandang ini selama berhari-hari, dan meskipun setiap kali mencoba untuk melarikan diri, usaha itu sia-sia. Ia telah mencoba memecahkan jeruji dengan cakarnya yang tajam dan tubuhnya yang kekar, namun setiap kali hanya berakhir dengan kelelahan dan kegagalan.

Pikiran beruang terus berputar, berperang dengan dirinya sendiri. Sementara itu, serigala tetap diam, memberi ruang bagi beruang untuk mencerna kata-katanya. Waktu terasa semakin mendesak. Tak jauh dari sana, terdengar suara langkah kaki pemburu yang mulai menyisir hutan, semakin mendekat.

"Serigala," kata beruang akhirnya, suaranya berubah. "Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?"

Serigala mengangguk, matanya kini berbinar, seolah menunggu pertanyaan itu. "Aku ingin kau membantuku memerangi pemburu. Aku tidak bisa melawan mereka sendirian. Tapi dengan kekuatanmu, kita bisa mengalahkan mereka. Bersama, kita akan memanfaatkan kecerdikanku untuk jebakan dan kelincikanku, dan kekuatanmu untuk menghancurkan perangkap mereka."

Beruang terdiam. Ia tahu serigala tidak berbohong. Ia tahu pemburu itu tidak akan berhenti sebelum mereka menangkap atau membunuh mereka semua. Dan semakin lama ia terperangkap di sini, semakin besar kemungkinan mereka berdua akan jatuh ke tangan manusia.

"Baiklah," akhirnya beruang berkata, suaranya berat dan penuh keraguan. "Tapi aku tidak akan mengikuti perintahmu, serigala. Aku akan memilih jalanku sendiri. Kau hanya akan membantuku keluar, dan setelah itu kita akan lihat."

Serigala mengangguk dengan senyum tipis di bibirnya. "Itu lebih dari cukup, beruang. Aku tidak menginginkan lebih dari itu. Tetapi ingatlah, kita tak bisa menang jika hanya satu pihak yang bertarung. Kita harus melawan bersama."

Dengan kata-kata itu, serigala mulai bergerak, memutar langkahnya ke arah yang jauh lebih cepat dan gesit, sementara beruang memandangnya dengan tatapan yang penuh pertanyaan. Saat itu juga, beruang menyadari bahwa mereka berdua—meskipun sangat berbeda—harus bekerja bersama jika ingin selamat. Tetapi kerja sama bukanlah hal yang mudah, dan beruang tahu, egonya akan terus menguji setiap langkah yang mereka ambil.

Malam itu, hutan menjadi saksi bisu dari konfrontasi terakhir. Di balik pepohonan gelap, beruang dan serigala bergerak dengan cepat, memanfaatkan setiap jejak dan bayangan untuk menghindari perangkap pemburu yang semakin dekat. Suara langkah kaki mereka hampir tidak terdengar di atas gemuruh hujan yang turun deras.

Tiba-tiba, dari balik semak, beruang melihat sekelompok pemburu sedang mempersiapkan perangkap besar di tengah jalan. Senapan mereka terarah ke udara, suara obrolan mereka terdengar riuh, tak menyadari bahaya yang mengintai. Beruang menarik napas dalam-dalam, matanya yang merah menyala menatap serigala di sampingnya.

"Ini saatnya," bisik serigala, "kau siap?"

Beruang mengangguk, otot-ototnya menegang, tubuhnya bersiap melompat. Serigala memberi isyarat, dan dengan gerakan cepat, mereka menyerbu. Serigala berlari mengelilingi pemburu, menggiring mereka ke dalam jebakan mereka sendiri, sementara beruang, dengan kekuatan penuh, menghancurkan perangkap yang ada di tengah jalan, memutuskan jalur pelarian pemburu.

Suara ledakan dari jebakan yang hancur menggetarkan udara. Pemburu yang terkejut terperangkap dalam kekacauan, dan dalam sekejap, mereka berhasil menyerang dan melarikan diri ke dalam hutan yang gelap. 

“Apa yang kamu dapat?” tanya Beruang.

“Tangan,” Jawab Serigala. 

“Berarti Aku menang,” sorak Beruang mengambil kemenangan. 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
(Un)natural Feeling
Yooni SRi
Cerpen
Beruang dan Serigala
zain zuha
Novel
Mengenang Bandung, mengenggam Suci
rika siti syaadah
Skrip Film
KAMULAH SURGAKU (SCRIPT)
Alwinn
Flash
LOKAYA
AnotherDmension
Novel
Bright Blue Autumn
Ariesta Mansoer
Flash
Isyarat Alam
Matrioska
Novel
Bronze
Perjaka Magrib ~Novel~
Herman Sim
Komik
Dear Brileigh
Yume Risa
Novel
Gabut Masa Pandemi Corona
Rus Levin
Novel
CINTA TERHALANG KRISMON
Lirin Kartini
Novel
SHANY
Sailatul Ilmiah
Skrip Film
The Safe Place
Ayumi Hara
Flash
Luka
Alunaputri
Skrip Film
Siapa Bapak Siapa
Esde Em
Rekomendasi
Cerpen
Beruang dan Serigala
zain zuha
Cerpen
Pengantar Maut
zain zuha
Cerpen
Pergi Bersama
zain zuha
Cerpen
Vampir yang Merindukan Rumah
zain zuha
Cerpen
Terlahir Kembali
zain zuha
Cerpen
Ketika Telepon Terputus
zain zuha
Cerpen
Tiang Nostalgia
zain zuha
Cerpen
Bronze
Pahlawan dengan Manisan
zain zuha
Cerpen
Satu Astronot Telah Pergi
zain zuha
Cerpen
Jejak yang Hilang
zain zuha
Cerpen
Batu Eramis
zain zuha
Cerpen
Pak Tua Penunjuk Jalan
zain zuha
Cerpen
Foto Terakhir Ayah
zain zuha
Cerpen
Diari Raka
zain zuha
Cerpen
Dua Matahari
zain zuha