Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you
(Coldplay – Fix you)
Adik hanya diam menatapku menuntut penjelasan.
“Semuanya hanyalah masalah prinsip untuk abang.” Kataku. “Semua ini hanyalah bagian dari idealisme yang coba abang bangun. Melihat adik yang begitu memuja penyanyi pujaan adik secara berlebihan layaknya seorang fanatik sungguh menyedihkan hati abang.”
Karena aku tak bisa menyembunyikan kegelisahanku melihatnya. Aku tak bisa membiarkan adik berprilaku’ yang menurutku tidak menampilkan ciri khas seorang muslimah.
“Bukan…. Abang bukannya cemburu apalagi iri pada penyanyi pujaan adik itu. Abang Cuma tak bisa memahami. Abang Cuma tak bisa mengerti dan tak bisa mengikuti arah keinginan adik menikmati kesenangan dunia ini. Tapi abang juga tak ingin menjadi penghalang bagi adik yang ingin menikmati kesukaan adik dengan prinsip abang. "
Teman adik mengatakan kalau aku over protektif, aku posesif; protektif obsesif. Aku terlalu berlebihan mengatur dan melarang apa-apa yang dulu adik nikmati sebelum kami menjadi sepasang kekasih.
Teman adik membenciku dan menuduhku ingin menjauhkan dan memisahkan adik dari sahabat-sahabatnya.
Demi Allah…. Tak sedikitpun terbersit dalam hatiku untuk menghancurkan persahabatan mereka. Aku Cuma ingin meluruskan arah dan jalan hidup adik agar memiliki tujuan yang sesuai dengan apa yang kuyakini dalam agamaku. Aku tak ingin adik menjadi umat yang memuja dan mengejar-ngejar kenikmatan semu duniawi.
Semuanya Cuma berawal dari sesuatu yang sepele dan tak bermutu, begitu kata teman-teman akrab adik. Tapi jujur, permasalahan sepele ini sangat mengganggu pikiranku. Semua ini terasa mengganjal dihati dan mengganggu keyakinanku.
Mungkin memang benarlah adanya bahwa seorang wanita itu lebih mudah jatuh kedalam kekaguman untuk kemudian memuja seseorang yang dia kagumi secara berlebihan. Terlebih lagi jika yang dipujanya adalah lawan jenisnya.
Karena itulah aku menasehati adik untuk berhati-hati dengan kekagumannya itu. Sedangkan rasulullah saja tak pernah mengajarkan kefanatikan yang berlebihan kepada umatnya terhadap diri beliau. Rasulullah mengajarkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah swt sebagai satu-satunya yang layak kita puja dan kita sembah. Bahwa kepada rasulullah kita berikan rasa cinta kita, bukan untuk kita sembah atau kita puja-puja layaknya berhala tapi untuk kita cintai sebagai seorang nabi yang begitu perduli kepada kita, umatnya.
Dan teman-teman adik membantahku. Teman-teman dekat adik yang merasa perduli dengan diri adik mendatangiku dan menanyakan alasanku melarang adik ikut dalam grup pencinta itu. Bahwa aku hanyalah seorang lelaki kolot yang sok religious, sok menasehati dan sok membimbing adik hanya karena ingin terlihat sebagai lelaki baik-baik. Karena kami semua masih bisa menjaga diri kami, kata teman-teman adik. Kami mengenakan jilbab menutup aurat. Kami juga sholat. Jadi alasanmu melarang-larang hanyalah sebuah alasan yang mengada-ada dari sikap egoismu sebagai seorang lelaki yang merasa punya hak penuh keatas kekasihmu saja.
Aku menghela nafas. Walaupun adik hanya diam, tapi hatiku terasa sedih mendengarkan kalimat teman-teman adik padaku.
Aku tak bermaksud melarang adik menikmati musik, kataku. Karena aku sendiri menyukai musik sebagai bagian dari hidupku dan irama dalam keseharianku. Tapi bukan untuk kupuja secara berlebihan. Karena bagiku wujud ketakwaan dan ketaatan kapada Allah dan kecintaan kepada Rasullah tidaklah cukup dengan hanya sekedar menutup aurat mengenakan jilbab dan mengerjakan sholat. Wujud ketaatan dan kecintaan itu ada kala kita menjaga prilaku, akhlak dan aqidah kita.
Dan perdebatan ini semakin sengit kala teman-teman adik mengatakan bahwa adik memiliki keinginan untuk mengikuti kontes mode kecantikan. Perdebatan ini semakin menjurus kearah pertengkaran kala aku mengatakan kalau aku keberatan dengan semua itu. Karena aku tak ingin wajah adik dinikmati oleh para lelaki yang bukan mukhrimnya. Karena aku tak ingin adik “sengaja” memamerkan kecantikannya hingga mengundang nafsu dan pikiran para lelaki. Meski mereka mengatakan bahwa jilbab diperbolehkan dalam kontes itu namun aku tetap keberatan dan mengatakan kalau keinginannya itu bisa mengorbankan aqidahnya.
Disinilah kalimat over protektif, posesif dan protektif obsesif itu muncul bersama dengan tuduhan bahwa aku hanyalah seorang lelaki yang sok religious.
Aku terdiam mendengarkan tuduhan itu dan bertanya-tanya, apakah benar aku seperti itu?
Aku juga suka musik. Aku suka sekali mendengarkan lagu The Script, Matchbox 20 ataupun Coldplay.
Aku suka lagu Indonesia seperti Glen Fredy, Laluna dan Mocca. Aku bahkan suka dengan Sahrukh khan yang bermain bagus dalam “My name is khan” dan Aamir Khan yang bermain kocak dalam “3 idiots”.
Tapi aku membatasi kesukaanku itu hanya dalam batas menghargai dan mengagumi anugrah Illahi untuk talenta dan bakat yang DIA berikan, bukan hanya untuk umat Islam tapi juga pada umat lainnya. Aku tak pernah memuja secara berlebihan apalagi menjadi penggemar fanatik. Karena aku mulai belajar memberikan ketakwaan dan ketaatanku pada Allah dan rasa cintaku pada Rasulullah.
Tapi tak mudah menasehati, menuntun dan membimbing seseorang yang masih mencari kenikmatan dan kesenangan dunia. Tak mudah menjalin hubungan dengan seorang wanita yang memiliki ketakwaan yang tanggung dan setengah-setengah kala mengamalkan apa yang disyariatkan agama untuk orang sepertiku yang baru belajar mencintai Tuhan dan nabiku. Karena aku hanyalah seorang lelaki yang tak punya ilmu dan pemahaman agama yang cukup untuk menyadarkannya. Yang ku miliki hanyalah niat dan keinginan sahaja. Dan itu ternyata tak cukup kuat untukku.
Adik masih mentapku….
Aku kembali menghela nafas. Disaat seperti ini sebuah lagu muncul dibenakku. Sebuah lagu dari Coldplay berjudul “Fix you” yang kuterjemahkan secara bebas menjadi “benerin kamu” yang sering kunyanyikan dengan iringan gitar. Sebuah lagu yang menjadi “soundtrack” hatiku ketika menuntun dan membimbing adik meniti jalan bersamaku demi meraih kebahagiaan.
Tapi ternyata kebahgiaan yang ku lalui tak sama dengan keinginan adik.
“Maafkan abang.” Kataku. “Abang tak bermaksud menghancurkan persahabatan adik dengan teman-teman adik. Sesungguhnya abang menyadari bahwa adik lebih dulu mengenal teman-teman adik sebelum bertemu dengan abang. Karena abang menyadari bahwa ikatan silaturahmi itu adalah satu-satunya wujud hubungan antar manusia yang memiliki nilai terindah dalam kehidupan.”
Aku menarik nafas sejenak.
“Karena itu abang tak ingin menjadi perusak hubungan adik dengan teman-teman adik. Abang tak ingin menjadi penghalang bagi adik mendapatkan keinginan adik. Abang tak ingin menjadi penghalang bagi adik menikmati kesenangan adik. Apa yang abang lakukan selama ini hanyalah karena abang ingin mendapatkan ridho dan pahala bersama wanita yang abang sayangi dalam keindahan karena Allah semata. Tak sedikitpun terbersit niat dihati ini untuk mengekang atau over protektif terhadap diri adik.”
Mungkin mulai saat ini aku harus belajar menyadari dan mengerti bahwa belum tentu niat baikku menasehati bisa diterima dan dirasakan kebaikannya oleh orang lain. Bahkan oleh orang yang paling dekat denganku sekalipun.
“Mulai saat ini abang tak akan menjadi duri dalam persahabatan adik. Mulai saat ini abang akan melepaskan adik untuk bebas melakukan kesenangan adik tanpa sikap protektif dari abang.”
Adik terkejut. “Maksud abang….kita putus?”
Aku terdiam. Sebenarnya aku tak bermaksud seperti itu. Sungguh betapa jahatnya aku meninggalkannya sendiri ketika ketakwaan yang dia miliki hanya dalam takaran setengah-setengah, tanggung dan penuh ketidakpastian dan ketidakjelasan. Sesungguhnya aku tak boleh meninggalkan adik begitu saja.
Tapi aku terpaksa. Aku tak ingin menjadi lelaki egois yang bersikap posesif pada kekasihku.
“Mungkin itu lebih baik untuk adik. Agar adik bisa mengejar apa yang menjadi keinginan adik tanpa mendapatkan larangan dari abang.”
“Dan abang merasa itu yang terbaik untuk adik?”
Aku terdiam mendengarkan jawaban adik.
“Adik tak pernah sekalipun membantah apa yang abang katakan pada adik. Adik tak pernah sekalipun membantah nasehat abang.”
“Tapi teman-teman adik….”
“Itu teman-teman adik, bukan adik.” Kata adik memotong kalimatku. “Mereka hanya merasa kasihan karena seakan melihat begitu banyak larangan dari abang untuk adik. Tapi adik tak pernah merasa susah dengan semua larangan abang karena adik juga ingin belajar meluruskan aqidah yang adik miliki. Dan teman-teman adik merasa adik telah banyak berubah.”
“Dan itu karena abang, bukan? Karena abang terlalu posesif pada adik, bukan?”
Adik tersenyum. “Adik tak pernah mempermasalahkan itu. Adik tak pernah menganggap sikap posesif abang itu menghalang-halangi adik. Justru semakin lama adik merasakan kebaikan dari sikap posesif abang itu. Bukankah tadi abang berkata bahwa semua yang abang lakukan pada adik hanyalah karena abang ingin mendapatkan ridho dan pahala bersama wanita yang abang sayangi dalam keindahan karena Allah semata?”
Aku mengangguk.
“Lantas apakah abang tega meninggalkan adik begitu saja? Apa abang ingin mendapatkan ridho dan pahala dari Allah sendiri tanpa mengajak adik?”
Aku menggelengkan kepala.
Adik menghela nafas. “Tentang teman-teman adik jangan abang risaukan. Mereka Cuma belum siap menerima kenyataan kalau adik kini telah memiliki seorang lelaki yang adik sayangi. Mereka Cuma belum siap melihat perubahan-perubahan dalam diri adik sejak adik mengenal abang. Dan mereka merasa abang telah merebut adik dari mereka.”
Aku menatap mata adik. “Lantas apa yang seharusnya abang lakukan?”
“Insyaallah, suatu saat nanti Allah pasti akan menyadarkan mereka. Bahwa sesungguhnya seorang wanita itu tak elok jika terlalu memuja-muja lawan jenisnya hanya karena kekaguman yang ada didada mereka, bukan? Dan sebaiknya kita memuja Allah sebagai sang Pencipta dan memberikan kekaguman kita pada rasullullah sebagai pesuruh Allah, bukan?”
Aku mengangguk dan tersenyum. Ternyata aku telah salah menduga. Bahwa seorang wanita juga bisa menjadi bijak melebihi seorang lelaki seperti Siti Khadijah yang selalu menasehati dan menemani nabi.
Bahwa seorang wanita yang memiliki ketakwaan yang tanggung dan setengah-setengah bisa berubah menjadi seorang wanita yang solehah jika seorang lelaki mau bersabar membimbing dan menasehati untuk selalu menyadarkan mereka agar tidak menjadi umat yang mengejar-ngejar kesenangan dan mencari-cari nikmat semu dunia semata.
Alhamdulilah.
Terima kasih, Allah….