Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Thriller
Belang Yang Dikenang
2
Suka
760
Dibaca

Matahari terbit di ufuk timur, menghias langit savana dengan warna jingga keemasan. Rerumputan tinggi bergoyang lembut ditiup angin, menciptakan riak hijau yang membuai. Di kejauhan, siluet pegunungan gagah berdiri tegak, seakan menjaga perbatasan savana liar ini. Padang Savana, sebuah hamparan subur permai tempat kehidupan beragam hewan.

Padang savana yang luas itu dikuasai seekor Harimau Tua. Usianya telah renta, sebentar lagi turun tahta. Namun, ia masih sulit dan merasa sakit turun meski niscaya.

"Kunikmati hingga waktu mencabutku!" batinnya sambil mengawasi Harimau Muda yang lincah berlarian di kejauhan.

Harimau Muda, dengan bulu lorengnya yang berkilau dan tatapan matanya yang tajam, menjadi penjaga harapan baru bagi banyak penghuni savana. Harimau Muda gesit, kuat, dan berambisi. Harimau Muda pun sudah rindu hari dimana ia bisa memimpin menunjukkan kemampuannya. Namun, Harimau Tua memangkas semua jalannya di setiap langkah. Harimau Muda dibatasi, hanya bergerak menurut perintah Harimau Tua di wilayah yang ditentukan.

"Tunggulah. Aku akan membalasnya kelak," gumam Harimau Muda pada suatu senja, menatap matahari yang terbenam di balik bukit kesenyapan. "Hanya menunggu masa. Setiap binatang, ada masanya. Setiap masa, ada binatangnya. Aku hanya perlu bersabar."

Harimau Tua, semakin hari semakin terobsesi dengan kekuasaannya. Ia menambah kerah tenaga untuk meningkatkan pengawasan terhadap setiap gerak-gerik Harimau Muda. Matanya menyipit penuh curiga setiap mendapat laporan dari elang-elangnya. Setiap keberhasilan Harimau Muda dalam berburu, setiap pujian yang ia terima dari hewan lain, semakin mengobarkan api curiga dalam hatinya. Apakah Harimau Muda mau menyingkirkannya buru-buru sebelum waktunya tiba?

Kelemahan-ketakutan diri Harimau Tua, masa yang makin sempit, lalu diblender prasangka curiga, menghasilkan perasaan terancam. Bila menantang Harimau Muda secara terbuka, tak mungkin. Ia kalah kuat. Maka, ia memilih jalan kelicikan: perang psikologis. Ia akan membunuh karakter Harimau Muda secara sosial dengan halus dan senyap.

Harimau Tua menghembuskan bara dengan halus dan lembut kepada pengikut setianya. "Harimau Muda itu penuh darah muda. Yang mudah bergejolak, maka mudah merusak diri dan dunia sekitarnya. Ia memang kuat bekerja tapi ia belum siap memimpin. Makanya saya kasih buruan dan wilayah buruan kecil. Melatih kesabaran, meredam ambisi yang bara. Biarkan ia belajar dulu sampai matang hingga jatah waktuku habis. Tak perlu ia buru-buru. Jika ia mau memangkas waktu, ingin segera naik menggantiku, dan tak mampu mengontrol gejolak bara ambisinya, itu binatang sungguh bahaya saat menjalankan kekuasaan. Yang tak sejalan dengan ambisinya, kalian disingkirkan. Tak bisa kita menaruh kepercayaan pada pemimpin yang ambisius pada kekuasaan dan mementingkan diri. Hancur savana kalian kelak," tuturnya lembut dan berat. Suaranya mengalun indah.

Harimau Tua menghidupkan bara curiga hewan-hewan lain untuk tidak menaruh kepercayaan pada Harimau Muda. Menumbuhkan jarak dan batas di antara mereka.

"Harimau Muda itu nafsu besar, tapi visi kecil," katanya pada Rusa. "Ia tidak punya visi untuk savana ke depan. Ia hanya punya hasrat kuasa dan kepentingannya yang mau diwujudkan segera untuk diri," imbuh Harimau Tua.

"Benarkah?" tanya Rusa, ragu-ragu. "Tapi dia terlihat baik hati."

"Jangan tertipu oleh yang tampak. Lihat lebih dalam dan tersembunyi. Lihat hawa dan baranya," desis Harimau Tua. "Ia hanya berpura-pura. Percayalah padaku, aku tahu apa yang terjadi jika ia berkuasa."

***

Harimau Muda merasakan perubahan sikap hewan-hewan lain terhadapnya. Mereka mulai menghindarinya, bicara sinis tanpa menghargai. Ia merasa disepelekan.

"Mengapa hewan-hewan bersikap beda padaku?" keluhnya pada Kancil suatu malam berbulan, suaranya penuh keputusasaan. "Apa salahku?"

"Harimau Tua takut," jawab Kancil bijak. "Ia takut kehilangan kekuasaannya. Ia takut kau akan melengserkannya sebelum waktunya."

"Tapi aku tak pernah berniat merebut tahtanya dengan paksa," bela Harimau Muda. "Aku hanya menunggu waktuku."

"Aku tahu," kata Kancil. "Tapi Harimau Tua tidak melihat itu. Ia dibutakan oleh rasa takut dan zona nyaman memegang kekuasaan."

Harimau Muda tercenung. "Semoga hasutan yang termakan mereka tidak membakar kewarasan mereka dan melahapku hidup-hidup," lirihnya.

"Ya, semoga hanya virus-virus kecil yang hilang ditiup angin waktu. Tidak sampai menghilangkan akal sehat dan tujuan bersama kita. Sudah kulihat, begitu banyak binatang bertindak dan berpikir karena prasangka dan responsif serta tidak kritis. Mudah kemakan omongan kiri-kanan. Jadilah mereka binatang-binatang tidak naik kelas, tidak maju-maju. Hanya beresi masalah selingkar. Sibuk melihat salah dan kurang binatang lain, lalu lupa atau menutupi salah dan kekurangan diri tanpa pernah sadar untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri sendiri. Hilang tujuan dan misi. Menjadi binatang berpikir bersumbu pendek," tutur Kancil.

Harimau Muda tetapkan tekad. Ia harus kuat, bersabar hingga waktu kekuasaannya tiba, dan juga sabar menghadapi mereka yang memperlakukannya dengan sinis. Ia terus usahakan membersihkan reputasinya. Ia akan terus buktikan kemampuannya, dan akan terus bersikap baik pada mereka dan Harimau Tua.

 

Lalu waktu terus melaju apapun laku yang merupa. Harimau Tua semakin lemah, Harimau Muda semakin matang berperilaku.

Harimau Tua, setelah bertahun-tahun berkuasa, akhirnya menghembuskan nafas. Ia mati dengan kesedihan melepaskan kekuasaannya. Ia dikelilingi oleh segelintir pengikutnya yang setia dan tak. "Sedih sekali aku harus meninggalkan kalian," katanya yang terakhir kali.

"Selamat jalan, Harimau Tua. Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Belangmu selalu terkenang sepanjang hayat kami," ujar Harimau Muda bermakna ganda.

***

Matahari pagi menyinari savana yang masih diselimuti kabut tipis. Harimau Muda berdiri di atas bukit tertinggi, menatap hamparan luas wilayah kekuasaannya yang baru. Angin sepoi-sepoi membelai bulunya, membawa aroma rerumputan segar dan kebebasan.

"Akhirnya," suaranya bergema di bukit di antar angin ke savana. "Savana ini milikku."

"Semoga ia menjadi pemimpin yang adil dan mensejahterakan penghuni savana," harap Rusa, matanya berkaca-kaca.

Harimau Muda melangkah turun dengan penuh kharisma, disambut sorak-sorai hewan-hewan yang antusias. Ia berjanji akan membawa keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh penghuni savana.

Namun, di balik sorot matanya yang tenang, terpendam luka yang digoreskan Harimau Tua. Masih membara. Luka mendalam dipendam menjadi dendam menjadi bara api ketika punya tempat.

"Mereka yang dulu mendukung Harimau Tua akan merasakan akibatnya," bisiknya datar pada Kancil.

Kancil terkejut menatapnya dengan khawatir. "Jangan biarkan dendam menguasaimu, Yang Mulia," nasihatnya pelan. "Balas dendam hanya akan membawa pada petaka."

Harimau Muda mengibaskan ekornya. "Mereka harus bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan. Kesalahan harus dihukum biar ada efek jera dan tak mengulang," ucapnya teguh.

Dengan wewenang dan menyiasati aturan yang sah, ia memulai kekuasaannya dengan membersihkan savana dari pengaruh Harimau Tua. Hewan-hewan yang dulu setia pada sang raja lama disingkirkan secara halus. Harimau Muda menempatkan mereka di posisi-posisi yang tidak penting dan tak menguntungkan. Mereka yang diskenariokan akan "dilengserkan" mendapatkan wilayah-wilayah yang tandus, memberi tugas-tugas yang sulit tapi menuntut hasil maksimal. Kemudian secara perlahan, yang tak sanggup, diganti hewan-hewan yang lebih setia pada Harimau Muda.

Bersama dengan kelompok setianya, Harimau Muda memonopoli sumber daya savana. Wilayah berburu yang subur dan kaya akan mangsa dikuasai oleh pengikut setianya.

"Ini demi optimalisasi aset-aset kita agar bisa kita manfaatkan untuk kesejahteraan penghuni savana kita!" dalihnya berwibawa.

"Bagi yang diberi kesempatan berbakti, tunjukkan pengabdian kalian pada savana," katanya lagi. Pengabdian pada savana yang dimaksud adalah pada dirinya. Bila tidak, mereka akan bernasib sama seperti yang telah dilengserkan. "Bagi yang tidak lagi memimpin, terima kasih atas kerja kalian. Kami memberi hadiah agar kalian bisa hidup santai di savana ini tanpa harus menanggung beban kerja lagi! Nikmati dan syukurilah hidup di savana kita yang subur permai ini."

Kekuasaan dan kekayaan menjadi penghibur mendinginkan bara dendam Harimau Muda. Melihat mereka tunduk dan takut. Mereka mudah digerakkan dan diarahkan sesuai maunya.

Hewan-hewan kecil tidak tahu menahu soal intrik kekuasaan. Mereka hanya peduli demi makan sehari. Mempertahankan diri dan ricuh memperebutkan makanan dan wilayah. Bertengkar, tumbuh benci, dan membunuh nilai-nilai persaudaraan perhewanan. Hingga muncul pikiran komunal tanpa sadar "binatang adalah serigala bagi binatang yang lain."

Prasangka api sosial kehewanan itu sengaja dibiarkan menyala oleh Harimau Muda. Dengan begitu, mereka semakin terpecah belah, saling curiga, dan sibuk menyelesaikan masalah antar sesamanya. Mengalih mereka dan apatis pada jalannya kekuasaan yang dipegang Harimau Muda.

Badak, dulu mendukung Harimau Muda, kini melihat belangnya. "Suasana savana kita makin tak beres," gerutunya pada Orangutan. "Ada perubahan perilaku dan nilai sosial kehewanan di savana kita. Kita berkubang dalam keegoisan. Menyelamatkan dan menyenangkan diri yang fana ini."

***

Orangutan, dengan kebijaksanaannya, mencoba mengingatkan Harimau Muda. "Yang Mulia," katanya dengan hormat. "Kekuasaan harus digunakan untuk melindungi dan mencapai keadilan serta kesejahteraan semua penghuni savana, bukan hanya untuk segelintir kelompok."

Harimau Muda menanggapi seolah tidak ada masalah. "Aku tahu. Itu misiku. Namun, masalah sekarang adalah biasa. Itu pengorbanan. Misiku tetap; menjadikan penghuni savana jaya sejahtera. Hanya saja jalan ke sana panjang. Banyak tangga yang harus ditapaki," bela Harimau Muda.

***

Sementara itu, Kancil dan Orangutan berusaha menyadarkan hewan-hewan lain bahwa kekuasaan yang dijalankan Harimau Muda bermasalah dan timpang. Namun, sia-sia. Mereka apatis, sibuk dengan masalah diri selingkar dan tujuan masing-masing, takut melawan, atau terbuai remah-remah daging yang terciprat dari kekuasaan Harimau Muda. Lalu demi mempertahankan mendapatkan remah-remah dan mengayakan diri, sibuk menjatuhkan sesama dan menambah pendapatan remah-remah.

***

Dalam keadaan dan suasana begitu, savana didatangi sekelompok makhluk asing dari balik pegunungan. Mereka adalah para pembangun dari negeri seberang.

Mereka mendekati Harimau Muda. Menawarkan kerjasama yang menggiurkan: mereka akan membantu Harimau Muda mengeksploitasi sumber daya savana agar bisa menghasilkan lebih berlimpah-limpah. Harimau Muda tergiur. Ia hanya perlu modal memberikan izin dan perlindungan kepada pembangun.

Tanpa berpikir panjang, ia menyetujui kerjasama tersebut, mengabaikan nasihat Orangutan dan Kancil yang memperingatkannya akan bahaya eksploitasi alam. Harimau Muda, melihat kesempatan memperkaya diri berbanding lurus memperkuat posisinya sebagai penguasa savana. Kekayaan yang dimiliki bisa menutup dampak eksploitasi alam. Masih bisa dikontrol. Ia punya pembelaan.

"Ini adalah kesempatan emas!" serunya pada kelompok setianya. "Kita akan menjadi kaya raya! Menyejahterakan rakyat. Savana kita akan menjadi terkuat dan disegani di seluruh negeri tanpa lagi di sepelekan!" serunya pada hewan-hewan yang apatis. Sejahtera adalah nyanyian yang selalu keluar dari mulut penguasa. Mereka bosan mendengar nyanyian mimpi itu.

***

Para pembangun segera memulai aksinya. Mereka menebangi pohon-pohon besar, menggali tanah mencari mineral berharga, dan membangun pabrik-pabrik yang mencemari sungai dan udara. Perlahan tapi pasti, Savana yang dulu hijau dan subur berubah gersang dan tandus. Hewan-hewan lain menyaksikan semua ini dengan perasaan campur aduk. Tapi tanpa daya apa-apa.

"Biarkan saja mereka," kata seekor Kijang dengan acuh tak acuh. "Selama aku masih bisa makan dan minum, aku tidak peduli."

"Ah, aku makin susah cari makan," kata Kelinci dan Tupai. Tanah yang terkuliti dan pohon yang meranggas tak lagi murah hati memberi rezeki. Malah memberi ancaman yang menganga dari pemangsa.

"Aku takut melawan Harimau Muda," tutur Landak, meringkuk dalam persembunyiannya.

Orangutan dan Kancil hanya bisa mengingatkan hewan-hewan lain akan bahaya yang mengancam, tanpa bisa beraksi. Tenggelam oleh kelemahan nan rentan dan benteng egoisme berselimutkan keserakahan.

"Semua sudah buta dan lumpuh!" teriak Orangutan dengan putus asa. "Kita melihat tapi membiarkan penghancuran!"

"Halah kamu iri. Coba kau dapat bagian, kau tak akan bilang begitu. Biarkan saja atau kau minta jatahmu kalau kau bisa masuk lingkaran mereka," sinis Landak.

Buta dan lumpuh sudah penghuninya. Maka eksploitasi alam terus berlanjut oleh pembangun. Mereka dapat remah-remah, sementara daging untuk pembangun dan penguasa.

Savana semakin rusak, sumber daya semakin menipis. Pemandangan tandus dan gersang dari segala arah.

Lalu bencana datang. Kemarau berkepanjangan melanda savana, diikuti oleh kebakaran hutan yang dahsyat. Api melahap segalanya, meninggalkan jejak hitam dan kepulan asap yang menyesakkan.

Hewan-hewan berlarian panik, mencari perlindungan yang tak mereka temukan. Banyak yang mati terpanggang, terjebak dalam kobaran api yang tak kenal ampun. Savana berubah menjadi neraka.

***

Savana oh savana. Ia hanya hamparan kering, hitam, dan berbara. Sungai-sungai telah menguap dan mengering. Hewan-hewan tercerai-berai, terusir dari rumah mereka, atau mati kelaparan.

Harimau Muda, yang dulu berkuasa, kini jatuh miskin. Ia mengaum di bukit kesenyapan. Sesekali turun mencari mangsa-mangsa lemah penuh amarah dan bara luka kejatuhan.

Sementara pembangun telah melenggang pergi ke wilayah olahan baru. Pembangun pergi membawa untung meninggalkan buntung.

Murka Harimau Muda tapi tak bisa ia luapkan. Hanya bisa dilampiaskan ke mangsa cilik. Ia membenci pembangun. Diterkam bila ditemui sendirian.

Lalu karena takut dikejar pembangun, ia menghilang kembali ke bukit kesenyapan. Sembunyi dari belangnya.(*)

(Banda Aceh, 21-22 Agustus 2024)

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Thriller
Cerpen
Belang Yang Dikenang
Fazil Abdullah
Novel
BERTILDA BLACKTON
Huning Margaluwih
Flash
Catatan Pembunuh
Khairunnisa
Skrip Film
Cookies & Coffee
mahes.varaa
Novel
Escapade: A Lone Wayfarer
E-Jazzy
Novel
Labirin 101
Aulia Mumtaza
Cerpen
[CERPEN] Ganda
Diyanti Rita
Novel
Toboali +Jejak Yang Dihapuskan
Arif Holy
Flash
The Singing Bride
KOJI
Novel
Gold
The Castle of The Carpathians
Mizan Publishing
Flash
Bronze
The Jocker
Bisma Lucky Narendra
Novel
Bronze
Keris Puspa Dumilah
Nanang Hadi Sucipto
Flash
Rencana Pembunuhan
eko s
Novel
JEBAKAN MAYA
YUYUN BUDIAMAN
Novel
Bronze
Di Bawah Langit Kelam Jakarta
tokohfiksi_
Rekomendasi
Cerpen
Belang Yang Dikenang
Fazil Abdullah
Cerpen
Yang Mengutuk Diri Kita
Fazil Abdullah
Cerpen
Ayah di Seberang Sungai
Fazil Abdullah
Cerpen
Panggung untuk Abu Zan
Fazil Abdullah
Cerpen
Empat Air Mata yang Jatuh Bersama Gerimis
Fazil Abdullah
Cerpen
Putri Nikah Siri
Fazil Abdullah
Cerpen
Bronze
Yang Berjuang di Balik Sunyi
Fazil Abdullah
Cerpen
Kabur
Fazil Abdullah
Cerpen
Bah yang Akan Datang ke Kota Kami
Fazil Abdullah
Cerpen
Salah yang Tumbuh
Fazil Abdullah
Cerpen
Pelacur dan Ibu yang Mengaku Anjing Kurap
Fazil Abdullah
Cerpen
Pawang dan Gajah Berair Mata
Fazil Abdullah
Cerpen
Para Tanah yang Menyimpan Api
Fazil Abdullah
Cerpen
Bronze
Matahari Akan Terbit di Sini
Fazil Abdullah
Cerpen
Lelaki yang Menyobek-nyobek Hidungku
Fazil Abdullah