Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bayangan Hitam
Cerpen Panjang oleh Arkan N.F
Di sebuah desa Arjosari malam itu tampak lebih sunyi dari biasanya. Jam menunjukkan pukul 20.00, dan suara jangkrik terdengar memecah kesunyian. Angin malam berhembus lembut, mengayunkan dedaunan dengan pelan, namun cukup untuk membuat bulu kuduk berdiri. Di sebuah rumah sederhana di ujung desa, seorang anak laki-laki bernama Eko tengah bersiap pergi keluar.
“Eko, tolong belikan gula di warung Pak Budi, ya. Besok Ibu mau buat kue untuk acara pengajian,” ucap Bu Ningsih sambil menyerahkan uang.
“Iya, Bu.”
Eko mengenakan jaket tipis dan menyimpan uang di saku celana. Ia sudah sering disuruh berbelanja malam-malam, jadi tidak terlalu khawatir. Tapi kali ini berbeda. Ia harus melewati Jalan Sawah, sebuah jalan sempit yang dikenal warga sebagai jalan paling angker di desa.
Meski terdengar seram, Eko tak terlalu percaya. “Cuma cerita orang kampung biar anak-anak gak keluyuran malam,” pikirnya sambil berjalan.
Namun, baru beberapa langkah memasuki Jalan Sawah, rasa aneh mulai muncul. Langit mendadak terasa lebih gelap, dan suara jangkrik perlahan menghilang. Eko menelan ludah, mencoba tetap tenang.
Eko (dalam hati):
"Emmm… kata orang-orang jalan ini angker, tapi kenapa aku nggak merasa apa-apa, ya?"
Ia melanjutkan perjalanan hingga tiba di toko Pak Budi. Bangunannya tua, terbuat dari kayu, dengan satu bohlam redup yang menggantung di depan pintu.
Eko: “Permisi… saya mau beli gula.”
Pak Budi (dari dalam): “Sebentar…”
Tak lama, pintu berderit terbuka.
Pak Budi: “Beli berapa, Nak?”
Eko: “Satu kilo aja, Pak.”
Pak Budi: “Ini gulanya. Pas, ya uangnya? Oh iya, nanti hati-hati lewat jalan pulang. Kata warga, jam 20.30 sering muncul bayangan hitam di Jalan Sawah.”
Eko tercekat. Jam 20.30? Sekarang jam berapa?
Ia melirik jam di dinding warung. Tepat pukul 20.25.
Eko (dalam hati):
"Waduh, jangan-jangan tadi aku merasa aman karena belum waktunya muncul..."
Dengan langkah cepat, Eko meninggalkan toko. Tapi begitu melewati pertigaan kecil menuju Jalan Sawah, suasana berubah drastis.
Langit gelap. Angin menderu. Suara burung malam terdengar lirih. Hawa dingin menyelinap masuk ke tulangnya.
Eko (dalam hati):
"Kenapa jadi gelap banget? Tadi nggak begini..."
Saat melewati pohon-pohon tinggi yang berdiri seperti penjaga jalan, ia mulai mendengar sesuatu seperti suara tangisan. Sayup-sayup. Tidak jelas dari mana asalnya.
Eko: “Eh… siapa itu? Kok ada suara tangis? Nggak ada rumah di sekitar sini...”
Tangisan berubah menjadi tawa pelan. Lalu diam.
Hening.
Eko panik dan berlari, tapi ia terpeleset di jalanan tanah yang licin. Ia jatuh. Lututnya terluka.
Eko: “Argh! Sakit…”
(Eko menoleh ke kanan dan kiri)
Lalu…
Ia melihatnya.
Di antara dua pohon besar, ada sesuatu. Sebuah bayangan hitam, lebih tinggi dari manusia, sekitar tiga meter. Tidak memiliki wajah. Tapi matanya memancarkan cahaya merah samar.
Bayangan itu tak bergerak, hanya menatap.
Eko mencoba berteriak, namun…
tidak ada suara.
Seolah ada tangan tak kasatmata yang membungkam mulut dan mencekik lehernya. Tubuhnya tak bisa bergerak.
Dalam keadaan putus asa, Eko melihat cahaya kecil dari kejauhan. Ia segera berlari ke arah cahaya itu dan mendapati Pak Budi sedang menyusulnya.
Pak Budi: “Eko?! Kamu kenapa?”
Eko menangis sejadi-jadinya. Ia tak bisa menjelaskan dengan kata-kata. Pak Budi hanya bisa mendengarkan dan mengajak Eko naik ke motornya.
Di rumah Eko…
Bu Ningsih kaget dan langsung memeluk anaknya. Pak Budi menceritakan bahwa ia merasa tidak tenang dan memutuskan menyusul Eko.
Pak Budi: “Bu, mulai sekarang jangan biarkan Eko keluar malam-malam, terutama lewat Jalan Sawah. Bukan cuma cerita, saya juga pernah melihat sosok itu… dulu. Tapi nggak pernah sejelas malam ini.”
Bu Ningsih: “Terima kasih banyak, Pak. Saya berutang nyawa anak saya pada Bapak.”
Pak Budi: “Sama-sama, Bu. Saya pamit dulu. Jaga anaknya baik-baik, ya.”
Keesokan Harinya…
Desa gempar. Pak Budi ditemukan tewas di Jalan Sawah. Motornya menabrak pohon besar yang seolah berdiri tepat di tengah jalan, padahal biasanya tak ada pohon di sana, ini sungguh tak masuk akal.
Warga percaya bayangan hitam telah mengambil korban. Tapi tidak ada yang bisa membuktikannya, Kepala Desa Arjosari yang bernama Pak Santoso mengadakan rapat di balai desa tersebut pada sore hari, semua orang bermusyawarah tentang kejadian yang menimpa Pak Budi.
Pak Santoso: ”Assalamualaikum wr.wb, sebelum menuju topik pembicaraan utama, di sini saya ingin mengajak bapak dan ibu sekalian untuk mencari solusi dari tragedi yang di alami almarhum Pak Budi, saya harap kita segera menemukan jalan keluar dari masalah yang menimpa desa kita.”
Warga: ”Ya. bagaimana ya pak, soal kejadian kemarin emang diluar dugaan, dan baru kali ini memakan korban.”
Salah satu warga mengusulkan supaya pohon besar yang muncul di tengah jalan itu segera ditebang, Pak Santoso menyetujui ajakannya dan segera menebang pohon besar itu bersama warga pada esok hari.
Tidak terasa, rapat itu selesai hingga tiba pada pukul 20.30, diluar area balai desa sosok hitam itu mengintai dari balik pepohonan, angin yang berhembus semakin kencang membuat suasana semakin mencekam, seolah desa itu tidak pernah di huni oleh manusia melainkan oleh makhluk yang tak kasat mata.
Pukul 20.15 di rumah Eko
Eko merasa bersalah. Andai saja Pak Budi tidak menyusulnya, namun ibunya menghampiri.
Bu Ningsih: ”Sudahlah nak, jangan merasa bersalah, kejadian kemarin bukan salahmu, tapi emang sudah takdir, kalau begitu kamu jaga rumah ya, ibu mau ke balai desa buat rapat sama para warga.”
Eko: ”Jangan berangkat bu, Eko takut sendirian dirumah, kita nunggu keputusan dari Pak Santoso dan para warga aja.” Eko tidak mau ibunya keluar pada malam hari sendirian.
Waktu rapat pun sudah terlewat sangat lama. Sebab, Bu Ningsih harus membersihkan piring dan sendok bekas pengajian pada hari itu.
Keesokan Harinya...
Desa kembali gempar, mayat Pak Budi yang awalnya sudah di kubur kembali ke tengah jalan pas di bawah pohon besar. Para warga mengira bahwa sosok bayangan hitam itu marah akibat warga Desa Arjosari yang terlalu ikut campur.
Sejak hari itu, Jalan Sawah dikeramatkan. Warga tak berani melewatinya setelah maghrib. Sejumlah anak-anak yang penasaran mencoba lewat tengah malam dan beberapa mengaku melihat bayangan hitam berdiri di ujung jalan. Tidak bergerak. Hanya mengawasi. Namun memberi kesan yang sangat menakutkan.
Sebagian warga berkata, bayangan itu adalah roh orang yang dulunya dibunuh di sana. Ada juga yang bilang itu adalah entitas gelap yang menyerap ketakutan manusia. Hingga semakin banyak opini warga yang bermunculan.
Namun satu hal yang pasti…
Setiap pukul 20.30… Jalan Sawah bukan lagi tempat manusia.
TAMAT