Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Bronze
Bayang - Bayang Senja
1
Suka
1,457
Dibaca

Bisikan itu datang lagi. Bukan bisikan biasa, melainkan suara yang berdesir seperti daun kering di tengah malam, memanggilnya dengan nama yang bukan miliknya. Senja. Reno menekan pelipisnya, berharap denyutan di kepalanya mereda. Ia baru saja selesai mengantarkan surat terakhirnya hari itu. Udara sore di Jakarta terasa lembap dan lengket, menusuk kulitnya. Ia memarkir motornya di garasi kecil di samping rumah kontrakan. Suara mesin yang mati tak mampu membungkam bisikan itu.

"Tidakkah kau merindukannya, Reno?" Suara itu berbisik, lembut namun penuh rayuan. "Aroma darah yang kental, kepuasan yang tak terlukiskan..."

Reno menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Pergi," bisiknya, suaranya serak. "Aku tidak ingin mendengarnya."

Ia berjalan masuk ke dalam rumah, menanggalkan seragamnya yang lusuh. Lima tahun. Lima tahun ia hidup dalam ketenangan, membangun kembali hidupnya dari puing-puing kegelapan masa lalu. Ia bekerja sebagai tukang pos, rutinitas yang membosankan namun menenangkan. Ia menghindari keramaian, berbicara seperlunya, dan menghabiskan malamnya dengan membaca buku atau mendengarkan musik klasik. Ia berusaha menjadi manusia normal, manusia yang utuh.

Namun, Senja, alter ego yang ia benci, tidak pernah benar-benar mati. Ia hanya tertidur, menunggu momen yang tepat untuk bangkit. Dan sekarang, bisikan itu kembali, lebih kuat dari sebelumnya.

Malam itu, Reno berbaring di kasurnya, menatap langit-langit kamar yang kusam. Bisikan Senja berputar-putar di kepalanya seperti lalat yang terperangkap. Ia mencoba mengalihkan pikirannya. Ia memikirkan Ibu, wanita yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Ibu yang selalu percaya bahwa di balik kegelapan ada cahaya. Ibu yang meninggal tiga tahun lalu, meninggalkannya sendirian menghadapi hantu-hantunya.

Air mata menetes di pipinya. Ia merasa lelah. Lelah melawan dirinya sendiri. Ada bagian dari dirinya yang ingin menyerah, membiarkan Senja mengambil alih. Ia merindukan sensasi itu, adrenalin yang membakar, kekuasaan yang ia rasakan saat nyawa seseorang berada di tangannya. Namun, ada bagian lain yang menjerit, berteriak, memohon agar ia tetap kuat.

Esok harinya, Reno bangun dengan perasaan yang campur aduk. Bisikan Senja masih ada, namun kini ia lebih halus, lebih manipulatif. "Hanya satu, Reno. Satu saja, untuk meredakan hasrat ini. Setelah itu, kau bisa kembali menjadi dirimu yang membosankan."

Reno berusaha menepis pikiran itu. Ia memakai seragamnya, mengikat tali sepatunya, dan mengambil kunci motornya. Sepanjang jalan, ia melewati berbagai macam orang. Pasangan yang saling berpegangan tangan, ibu-ibu yang berbelanja, anak-anak yang bermain di taman. Wajah-wajah yang penuh kehidupan, yang Senja ingin padamkan.

"Lihatlah mereka," bisik Senja. "Betapa mudahnya memadamkan cahaya itu. Betapa fana kehidupan ini."

Reno mempercepat laju motornya. Ia harus cepat sampai di kantor. Ia harus sibuk, ia harus bekerja. Rutinitas adalah bentengnya, pelindung terakhirnya dari kegelapan.

Hari itu, ia mengantarkan surat ke sebuah apartemen mewah. Ia naik lift, merasakan jantungnya berdebar kencang. Lift itu kosong, hanya ada ia dan bayangannya di cermin. "Aku di sini," bisik Senja, suaranya terdengar dari pantulan di cermin. "Di dalam dirimu, selalu."

Reno mengepalkan tangannya. Keringat dingin membasahi punggungnya. Ia berusaha mengendalikan napasnya, menenangkan dirinya. Pintu lift terbuka. Ia berjalan keluar, mencari nomor apartemen yang tertera di surat.

Saat ia menyerahkan surat itu kepada seorang wanita muda, tangannya gemetar. Wanita itu menatapnya dengan aneh, dan Reno segera berbalik. Ia berjalan cepat, seolah dikejar sesuatu. Ya, ia memang dikejar. Dikejar oleh dirinya sendiri.

Saat ia sampai di motornya, ia merasakan dorongan kuat untuk kembali. Untuk melakukan sesuatu yang mengerikan. Bisikan Senja menjadi raungan, menguasai pikirannya. Ia melihat sebuah pisau buah tergeletak di samping tempat sampah. Matanya terpaku pada kilauan logam itu...

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp18.000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Bronze
Bayang - Bayang Senja
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Boneka Bobo
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kamera Tua
Christian Shonda Benyamin
Novel
Gold
Fantasteen Scary: Daruma-San
Mizan Publishing
Cerpen
Bronze
Cermin Kegelapan
Christian Shonda Benyamin
Flash
Foto
aleu
Cerpen
Bronze
Ada Pocong di Kamarku
Abdi Husairi Nasution
Flash
Sosok Hitam
Rahma Pangestuti
Novel
Gold
Fantasteen Black Shadow
Mizan Publishing
Novel
Ada Penampakan di Pesantren
Hargo Trapsilo
Cerpen
Menjelajahi Teror Di Rumah Sakit Angker
May Marisa
Cerpen
Bronze
Mawar untuk Emily karya William Faulkner penerjemah : ahmad muhaimin
Ahmad Muhaimin
Flash
Buka Pintu
BANYU BIRU
Cerpen
Bronze
Malam Terakhir di Rumah Tua
Risti Windri Pabendan
Cerpen
Bronze
Maut Di Kapal Tua
Christian Shonda Benyamin
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Bayang - Bayang Senja
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Boneka Bobo
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kamera Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Cermin Kegelapan
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Maut Di Kapal Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Sisi Lain
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Arga
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Pudar
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Cermin Yang Tersisa
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Panggilan Sumur Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Anatomi Bayangan
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Bayangan Di Balik Kaca
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kutukan Polaroid
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Bayangan Di Cermin Kedua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Ujung Koridor
Christian Shonda Benyamin