Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Aksi
Bayang
1
Suka
23
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Usia lima belas tahun adalah masa ketika dunia terasa begitu luas dan penuh kemungkinan. Bagi Nila dan saya, yang tumbuh bersama di sudut kota kecil yang tenang ini, gerbang SMA baru saja terbuka. Kami menikmati masa itu, tanpa menyadari bahwa takdir sedang mempersiapkan sebuah pusaran yang akan menguji segalanya.

Saya ingat betul hari itu. Langit membentang biru, namun sorenya membawa kecemasan yang tak terlukiskan. Nila, yang seharusnya sudah kembali dari latihan paduan suara, tak kunjung tiba. Sebagai sahabatnya sejak kecil, kegelisahan saya tumbuh menjadi kekhawatiran yang mendalam. Pencarian saya membawa saya dari satu tempat ke tempat lain, hingga akhirnya, informasi samar dari seorang pedagang kaki lima menyebutkan tentang seorang gadis yang dibawa paksa ke dalam mobil tua di tepi hutan. Tanpa banyak pertimbangan, kaki saya melangkah menuju hutan itu, diiringi debaran jantung yang tak terkendali.

Di tengah sunyi hutan, sebuah gudang tua berdiri dengan angkuhnya. Dari celah dinding yang rapuh, saya melihat Nila. Ia terikat, wajahnya pucat, namun sorot matanya menunjukkan keteguhan yang mengagumkan. Dua pria berbadan tegap mengawasinya, percakapan mereka terdengar kasar dan mengancam. "Dia pasti datang. Kita hanya perlu bersabar," ujar salah satunya, dengan nada yang penuh keyakinan. Nila sendiri tampak bingung, tidak mengerti siapa yang mereka tunggu. Namun, ia berusaha menjaga ketenangannya.

Saya bersembunyi di balik tumpukan kayu, mencoba merancang cara untuk membebaskannya. Namun, sebelum saya sempat bergerak, pintu gudang terbuka dengan kasar. Seorang pria tinggi dengan jaket kulit hitam memasuki ruangan. Wajahnya tertutup bayangan topi, namun gerakannya memancarkan ketenangan dan kepastian. Dalam sekejap mata, kedua penculik itu terkapar tak berdaya oleh serangkaian pukulan yang terukur. Nila dan saya hanya bisa terpana menyaksikan kejadian itu.

"Jangan takut, saya Aguy," kata pria itu dengan suara dalam yang menenangkan. Ia membebaskan ikatan Nila dan menuntun kami keluar dari gudang. Malam mulai menyelimuti, membawa serta keheningan. Sebelum ucapan terima kasih sempat terucap, Aguy telah menghilang dalam kegelapan, seolah ia hanyalah ilusi.

Keesokan harinya, sekolah ramai dengan cerita tentang penyelamat misterius itu. Namun, identitas Aguy tetap menjadi teka-teki. Ia bagai bayangan, hadir sekejap lalu lenyap tanpa jejak. Dalam diri saya bercampur rasa syukur dan kekecewaan karena ketidakberdayaan saya. Sementara itu, Nila lebih banyak berdiam diri, pikirannya pasti dipenuhi pertanyaan tentang pria asing itu.

Sepuluh tahun berlalu, membawa perubahan dalam hidup kami. Nila kini seorang peneliti di laboratorium bioteknologi, sementara saya mengabdikan diri pada seni bela diri, membentuk tubuh dan pikiran melalui disiplin latihan. Jalan hidup kami berbeda, namun ikatan persahabatan tetap terjalin kuat. Namun, bayang-bayang masa lalu kembali menghantui, mengingatkan bahwa ancaman bisa datang kapan saja.

Suatu malam, kabar buruk itu datang lagi. Nila diculik, kali ini oleh kelompok yang lebih terorganisir, dipimpin oleh seorang pria yang dikenal dengan julukan Baron. Di balik nama itu tersembunyi Bang Roni, seorang pria dengan masa lalu yang pahit. Konon, luka hatinya berasal dari serangkaian pengkhianatan oleh dunia yang pernah mengisi hatinya. Rasa sakit dan kekecewaan itu perlahan mengubah seorang pria yang dulunya baik hati menjadi sosok yang keras dan penuh dendam.

Untuk bertahan hidup dan membangun kekuatannya, Baron terlibat dalam dunia kriminal. Selain menyelundupkan narkoba, ia juga dikenal lihai dalam mencuri motor dan menjualnya kembali. Dengan kecerdasan dan karismanya yang tersembunyi di balik sikap kasarnya, Baron berhasil memimpin sebuah aliansi kejahatan yang cukup disegani.

Ironisnya, di mata masyarakat luas, Baron dikenal sebagai sosok yang dermawan. Ia memiliki banyak gelar kehormatan dan prestasi yang disorot media. Tidak ada yang tahu bahwa di balik citra positif itu, Baron diam-diam mengumpulkan pundi-pundi uang dengan cara yang salah untuk disumbangkan ke panti-panti asuhan. Mungkin, di lubuk hatinya yang terdalam, masih tersisa secercah kebaikan yang ingin ia wujudkan, meski jalannya keliru.

Namun, kebaikan Baron terhadap anak-anak panti asuhan berbanding terbalik dengan kekejaman dan kebengisannya saat berhadapan dengan musuh. Dalam setiap pertempuran, ia tidak pernah ragu untuk membuat lawannya pingsan atau bahkan mengalami patah tulang. Sikap kasarnya tercermin dalam setiap tindakannya.

"Jika Aguy tidak muncul, gadis ini hanya akan menjadi umpan yang sia-sia," geram Baron kepada anak buahnya. Nila, yang terikat di sudut ruangan, pasti mendengar percakapan itu. Perlahan, ia mulai menyadari bahwa penculikan ini bukan semata-mata tentang dirinya, melainkan tentang sosok misterius bernama Aguy. Namun, pertanyaannya tetap sama: mengapa? Apa hubungan Aguy dengan dirinya?

Mendengar kabar buruk itu dari seorang informan, saya tidak ragu untuk bertindak. Dengan kehati-hatian, saya menyusup ke gudang bawah tanah itu. Keterampilan bela diri yang saya latih bertahun-tahun menjadi modal untuk melumpuhkan beberapa penjaga. Suara pertempuran kecil bergema di ruang sempit itu. Mendengar keributan, Nila berteriak lirih, "Yusuf, hati-hati!"

Saya berhasil mencapai Nila dan membebaskannya. Namun, tenaga saya terkuras dalam pertempuran tadi. Tubuh saya limbung, dan kegelapan menyelimuti kesadaran saya tepat setelah tali yang mengikat Nila terlepas.

Pintu gudang terbuka dengan suara derit yang mengganggu keheningan. Baron berdiri di ambang pintu, wajahnya memerah karena amarah. "Di mana Aguy?!" teriaknya penuh frustrasi. Ia mendekati tubuh saya yang terbaring tak sadarkan diri, mengacungkan pistol. "Jika bukan Aguy yang datang, kalian berdua tidak ada gunanya bagiku!"

Tiba-tiba, suara langkah kaki cepat memecah keheningan. Sosok dengan jaket kulit hitam muncul dari kegelapan—Aguy. Wajahnya masih tersembunyi, namun kehadirannya memancarkan aura kekuatan dan ketenangan. Dengan gerakan cepat dan efisien, ia melumpuhkan Baron dan anak buahnya. Pertarungan singkat namun intens itu berakhir dengan Baron terkapar dan anak buahnya melarikan diri dalam ketakutan.

Aguy mendekati Nila, memastikan keadaannya. "Kamu harus ikut denganku," katanya dengan nada mendesak namun penuh perhatian. "Mereka akan terus mengejarmu."

Nila tampak kebingungan. "Mengapa aku? Apa yang mereka inginkan dariku?"

Aguy menatapnya sejenak. "Keturunanmu. Darahmu menyimpan rahasia yang mereka yakini sebagai kunci kekayaan. Penjelasan akan datang, namun saat ini, kita harus pergi."

Kesadaran saya mulai kembali. Dengan sisa tenaga, saya berteriak, "Jangan bawa dia! Biar aku yang melindunginya!"

Aguy menoleh, tatapannya dingin namun tanpa emosi berlebihan. "Melindungi diri sendiri saja kau belum mampu sepenuhnya, apalagi orang lain." Kata-kata itu terasa seperti kenyataan pahit yang harus saya terima. Tanpa menoleh lagi, Aguy menggandeng Nila dan berjalan menuju pintu.

Saya mencoba bangkit, namun tubuh ini masih terlalu lemah. Saya hanya bisa menyaksikan punggung Aguy yang menjauh, membawa serta Nila. Rasa frustrasi dan kegagalan kembali menghantam.

Setelah malam itu, Nila dan Aguy menghilang tanpa jejak. Saya menghabiskan waktu mencari petunjuk, namun semuanya terasa buntu. Kecurigaan tumbuh dalam benak saya bahwa Aguy bukanlah sekadar penyelamat biasa. Ada lapisan yang lebih dalam dalam semua ini, mungkin sebuah konspirasi atau rahasia yang melibatkan Nila.

Sementara itu, di tempat persembunyian yang tersembunyi, Aguy menjelaskan kepada Nila tentang warisan genetik keluarganya. Ternyata, keluarga Nila memiliki mutasi genetik langka yang menjadi incaran sindikat Baron untuk menciptakan formula biokimia yang sangat berharga. Aguy sendiri adalah bagian dari organisasi rahasia yang bertugas melindungi individu-individu seperti Nila.

"Mengapa kamu tidak pernah memberitahu kami sebelumnya?" tanya Nila, suaranya menyimpan kekecewaan.

"Semakin sedikit yang tahu, semakin aman kalian," jawab Aguy dengan nada bijaksana. "Namun, sekarang mereka sudah mengetahui terlalu banyak. Kamu harus belajar melindungi dirimu sendiri."

Nila mengangguk, meskipun hatinya pasti masih memikirkan saya. Ia tahu, sahabatnya ini pasti merasa ditinggalkan.

Kembali pada Diri Saya

Saya tidak menyerah. Kekalahan semalam menjadi cambuk untuk berlatih lebih keras, mengasah kemampuan, dan mencari informasi tentang Baron dan jaringannya. Suatu hari, sebuah petunjuk mengarah pada lokasi persembunyian Baron. Dengan tekad yang membara, saya menyusup ke sana, dengan harapan menemukan Nila.

Di markas itu, saya menemukan Nila dan juga Aguy, yang sedang terlibat pertempuran dengan sisa-sisa anak buah Baron. Kali ini, saya tidak tinggal diam. Saya bergabung dalam pertarungan, membuktikan bahwa saya bukan lagi remaja yang lemah.

Setelah pertarungan yang sengit, jaringan Baron berhasil dilumpuhkan. Nila berlari memeluk saya, air matanya mengalir sebagai ungkapan kelegaan. "Aku tahu kamu akan datang," bisiknya.

Aguy, yang berdiri di kejauhan, memberikan anggukan kecil. "Kamu telah membuktikan dirimu, Yusuf," katanya, nadanya sedikit lebih hangat. "Namun, perjuangan belum usai. Mereka akan terus mengejar Nila."

Saya menatap Aguy, kali ini tanpa rasa rendah diri. "Kali ini, aku akan melindunginya. Bersama-sama."

Aguy memberikan senyum tipis, sebelum berbalik dan menghilang dalam bayangan, seperti kebiasaannya. Namun, kali ini, tidak ada lagi rasa frustrasi. Saya mengerti, meskipun Aguy adalah pahlawan dalam cerita ini, saya juga memiliki peran yang tak kalah penting.

Nila dan saya kembali menjalani kehidupan kami, namun dengan pemahaman yang lebih dalam tentang bahaya dan pentingnya kemandirian. Kami belajar untuk melindungi diri dan satu sama lain, menyadari bahwa bayang-bayang Aguy mungkin akan selalu mengawasi dari kejauhan. Namun, kami tidak lagi merasa bergantung padanya. Kami adalah pahlawan bagi diri kami sendiri, dan babak baru dalam kisah kami baru saja dimulai.

Dari balik pepohonan, Aguy mengamati kami. Topinya sedikit diturunkan, menyembunyikan senyum tipis di wajahnya. "Kalian akan baik-baik saja," gumamnya lirih, sebelum melangkah pergi, melanjutkan misinya yang lain.

-Tamat

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Aksi
Cerpen
Bayang
Ron Nee Soo
Novel
Sebotol Elegi di 98
Galih Aditya
Cerpen
Nyala Di Kota, Pijar Di Dada
Lily N. D. Madjid
Flash
Sekolah Berdarah
Agung Satriawan
Flash
Bronze
Desa Ular Kayu
Silvarani
Novel
TERLAHIR KEMBALI
Safinatun naja
Cerpen
Bronze
Tentang Kawanku Bob Si Anak Pasar
Habel Rajavani
Flash
Bronze
Desa Naga Api
Silvarani
Cerpen
BADRI BERHANTU dan Kisah-Kisah Pabrik Padi Syereem!
Hans Wysiwyg
Cerpen
Bronze
Izinkanlah Aku Memakan Hatinya
Nurul Arifah
Novel
BISAKAH AKU MEMBENCIMU?.... BRO!!!
EDWIN RAMADAN NUGRAHA
Novel
Tomasz, pemburu kuda besi
Adi Windardi
Skrip Film
Scripted #2
Oktavia Tri Jayanti
Flash
Bronze
Azab Itu Sudah Tak Ada
Mukti Dwi Wahyu Rianto
Novel
Bronze
HARGA DIRI
ArsheilaW
Rekomendasi
Cerpen
Bayang
Ron Nee Soo
Cerpen
Talang Sawah dan Lagu Mangu
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Apakah ada Ruang Untuk Cinta yang Sama
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Setiap satu sendok bumbu kacang adalah satu kesempatan yang hilang
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Apakah Saat Ini, Aku Sedang Patah Hati
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Dua Tahun Lagi
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Sabar adalah Sungai, Senyumanmu adalah Muaranya
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Ketika Musik Box Berhenti Bernyanyi
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Alasan Pria Mudah Lelah
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Sebuah Doa yang Bertabrakan
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Sebuah Cinta dan pesan yang tidak pernah dibalas
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Jejak Kebaikan yang Tak Berujung
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Warna Cinta di Buku Saku
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Sekiranya Aku adalah Menantunya
Ron Nee Soo
Cerpen
Dalam Cinta Kubertanya?
Ron Nee Soo