Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Aksi
Batu Eramis
0
Suka
39
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Eramis duduk di sudut bengkelnya yang kecil, jari-jarinya yang kasar membolak-balik batu kecil berwarna ungu yang baru ditemukan di tumpukan barang bekas. Batu itu memancarkan cahaya samar saat disentuh. Di sudut ruangan, sepatu-sepatu tua yang menunggu perbaikan tertumpuk rapi.

“Apa sih gunanya kamu?” gumam Eramis sambil mengamati batu itu. Dia meletakkannya di meja dan mengambil salah satu sepatu rusak. Solnya bolong, jahitannya terlepas. “Cuma batu, kan? Masa iya bisa bantu?”

Tapi saat dia iseng menempelkan batu itu ke sol sepatu, sesuatu yang aneh terjadi. Cahaya ungu menyelimuti sepatu itu, dan dalam hitungan detik, sepatu itu kembali seperti baru. Jahitannya rapat, solnya kokoh, bahkan kulitnya terlihat mengilap.

Eramis tertegun. “Hah? Apa-apaan ini?”

Dia mencoba lagi pada sepatu lain, dan hasilnya sama. Sepatu yang tadinya nyaris hancur kini seperti baru keluar dari bengkel terbaik.

Hari itu, Eramis memutuskan untuk menggunakan batu itu. Dia pikir, dengan batu ajaib ini, pekerjaannya akan jauh lebih mudah. Lagi pula, siapa yang akan menolak sepatu yang diperbaiki secepat kilat? Pelanggannya memuji hasil kerjanya, bahkan mulai mengantri sejak pagi.

“Aduh, Pak Eramis, hebat banget ya sekarang!” kata seorang ibu sambil mengangkat sepatunya yang kini berkilau.

Eramis hanya tersenyum. “Ah, biasa aja, Bu. Saya cuma mau yang terbaik buat pelanggan.”

Namun, dalam benaknya, ada perasaan aneh yang tak bisa ia abaikan. Sesuatu tentang batu itu terasa... salah. Tapi siapa yang peduli? Pelanggannya puas, bengkelnya laris, dan dia tak perlu bekerja terlalu keras.

Dia pikir hidupnya sempurna. Dia tidak tahu apa yang menunggunya di balik kemudahan itu.

Kabar tentang Eramis menyebar cepat di pasar. Bengkel kecilnya yang dulu sepi kini ramai setiap pagi. Pelanggan datang membawa sepatu yang sudah hampir hancur, berharap bisa melihat si "tukang sepatu ajaib" beraksi.

“Pak Eramis, tolong perbaiki sepatu ini,” kata seorang lelaki paruh baya sambil menyerahkan sepasang sepatu yang bolong di mana-mana.

Eramis tersenyum kecil. Dia mengambil sepatu itu, menyentuhkan batu ungu ke permukaannya, dan dalam sekejap, sepatu itu kembali sempurna. Lelaki itu melongo, takjub.

“Luar biasa! Ini lebih baik dari sepatu baru!” katanya, membayar tanpa tawar-menawar dan berlalu dengan langkah ringan.

Namun, perubahan mulai terasa. Setiap pelanggan yang datang tak hanya memuji kualitas sepatunya, tetapi juga bercerita tentang perasaan aneh setelah memakai sepatu itu.

“Sejak pakai sepatu ini, rasanya energi saya nggak habis-habis,” ujar seorang pemuda. “Tapi... saya jadi lupa kapan terakhir kali istirahat.”

“Sepatu ini bagus banget buat berdagang,” tambah seorang wanita lain. “Tapi aneh, saya bahkan lupa nama pelanggan tetap saya.”

Eramis tertawa gugup mendengar cerita-cerita itu. “Ah, mungkin cuma kebetulan,” katanya sambil mencoba meyakinkan diri sendiri.

Tapi malam itu, di bengkelnya yang sepi, dia duduk dengan batu itu di tangannya. Wajahnya murung.

“Ini nggak benar,” bisiknya. Dia memandang ke tumpukan sepatu yang baru diperbaiki. “Apa aku sudah bikin masalah? Tapi... mereka semua senang, kan?”

Sementara itu, kota mulai berubah. Orang-orang yang menggunakan sepatu hasil perbaikan Eramis tampak berbeda—mereka lebih produktif, lebih kuat, tetapi juga lebih pelupa dan mudah emosi. Suasana di pasar semakin tegang. Teriakan marah antara pedagang dan pembeli mulai terdengar lebih sering.

Eramis mencoba mengabaikan kekacauan itu, tetapi hatinya gelisah. Batu itu, yang awalnya ia pikir hanya membantu pekerjaannya, kini terasa seperti beban yang semakin berat.

Malam itu, Eramis duduk di bengkelnya dengan tangan bergetar. Batu ungu itu berkilau lembut di meja, tampak tidak berbahaya. Tapi dalam hati, dia tahu benda itu adalah akar dari semua perubahan di kotanya. Dia memikirkan wajah para pelanggan—senang, ya, tapi ada sesuatu yang hilang di mata mereka. Seperti kepingan jiwa yang memudar.

Saat itu, pintu bengkelnya diketuk keras. Seorang wanita tua masuk dengan wajah cemas. "Pak Eramis, tolong sepatu anak saya. Dia sudah seminggu bekerja tanpa henti dan hanya tidur beberapa jam. Katanya, sepatu dari sini bikin dia kuat. Tapi... dia mulai lupa nama saya."

Kata-kata itu menghantam hati Eramis seperti palu. Dia mengambil sepatu anak wanita itu dan memperbaikinya dengan cepat. Tapi setelah wanita itu pergi, dia menatap batu itu dengan penuh kebencian.

"Aku nggak bisa begini terus," gumamnya.

Keesokan harinya, dia pergi menemui seorang penyihir tua yang tinggal di pinggiran kota, membawa batu itu. Sang penyihir memandangnya dengan pandangan tajam dan penuh penyesalan. "Batu ini, Eramis, bukan untuk manusia. Efeknya kuat, tetapi merusak jiwa. Kau sudah melihatnya sendiri."

Eramis mengangguk. "Aku ingin menghancurkannya."

"Itu bisa dilakukan," kata penyihir itu. "Tapi kerusakannya tidak akan hilang begitu saja. Sepatu-sepatu yang telah tersentuh oleh sihir batu ini masih menyimpan pengaruhnya. Jika kau ingin menyelamatkan kota, satu-satunya cara adalah menghapus semua sepatu itu dari peredaran."

Eramis terdiam. "Semua? Kau tahu hampir semua orang di kota ini pakai sepatu yang diperbaiki dengan batu ini, kan?"

Penyihir itu hanya mengangguk.

Malam itu, Eramis duduk di bengkelnya dengan kepala penuh pikiran. Pilihan di hadapannya jelas, tetapi berat: terus diam dan membiarkan kota terjerumus lebih dalam, atau mengambil langkah yang mustahil. Setelah lama termenung, dia berdiri, meraih sebuah karung kain, dan mulai memasukkan alat-alatnya.

"Kalau ini yang harus dilakukan, ya sudah," katanya pelan. "Biar tanganku yang mengembalikan semuanya."

Dia menatap batu itu sekali lagi sebelum melemparkannya ke lantai. Batu itu pecah menjadi serpihan kecil, tapi dia tahu perjuangannya baru dimulai.

Malam menyelimuti kota, membawa ketenangan yang menipu. Tapi bagi Eramis, ini adalah awal dari misi panjangnya. Dengan karung kain di punggung, ia mengendap-endap melalui gang-gang sempit, menghindari patroli penjaga malam. Bayangan tubuhnya melintas di dinding seperti hantu, sementara di tangannya, kunci cadangan yang ia buat bertahun-tahun lalu untuk para pelanggan menjadi senjata utama.

Rumah pertama adalah milik seorang pedagang kain. Di depan pintu, sepasang sepatu kulit yang pernah diperbaiki Eramis diletakkan rapi. Dengan cekatan, ia mengambilnya dan menyelipkannya ke dalam karung. Langkah berikutnya membawa dia ke rumah seorang tukang roti, lalu rumah seorang penjaga pasar. Sepatu demi sepatu, karungnya semakin berat, tapi hatinya semakin ringan.

Namun, tidak semua berjalan mulus. Di rumah seorang pemuda yang pernah ia bantu, pintu terbuka tiba-tiba. Pemuda itu berdiri di ambang pintu, matanya memicing curiga.

"Pak Eramis? Apa yang Anda lakukan di sini?" tanyanya dengan suara rendah.

Eramis memutar otak secepat mungkin. "Sepatumu butuh perbaikan lagi," jawabnya sambil mencoba tersenyum. "Aku cuma ingin memastikan tidak ada masalah."

Pemuda itu mengangguk, meski sedikit ragu. "Oh... baiklah. Terima kasih, Pak."

Saat pemuda itu kembali ke dalam rumah, Eramis melangkah pergi dengan cepat, jantungnya berdebar. "Aku tidak bisa ketahuan lagi," gumamnya.

Seminggu berlalu. Setiap malam, Eramis mencuri lebih banyak sepatu, menyembunyikannya di sebuah gudang tua di luar kota. Namun, rumor mulai tersebar. Orang-orang membicarakan "hantu sepatu" yang mencuri barang-barang mereka di malam hari. Sebagian besar marah, tetapi beberapa justru merasa lega ketika sepatu mereka hilang, seolah-olah beban tak terlihat ikut lenyap bersamanya.

Suatu pagi, Eramis berjalan ke pasar seperti biasa. Tidak ada lagi batu ajaib di mejanya, hanya alat-alat sederhana yang kembali ia gunakan. Seorang wanita tua menghampirinya, tanpa sepatu di kakinya.

"Pak Eramis, anehnya, setelah sepatu saya hilang, saya merasa lebih baik. Entah kenapa, saya ingat banyak hal yang dulu saya lupakan."

Eramis hanya tersenyum. "Mungkin itu pertanda baik," katanya.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Aksi
Cerpen
Batu Eramis
zain zuha
Novel
Berandalan Yang Jatuh Cinta
Try Guntur Prasetya
Cerpen
Bronze
Odyssey: Melintasi Dimensi Waktu
Shinta Larasati Hardjono
Skrip Film
The Marsman
Fitran Mustapa
Novel
Resesi
Sara Hayuning Tampubolon
Flash
Bronze
HAKIM RIMBA
Flora Darma Xu
Cerpen
Bronze
Kebal Peluru
Sulistiyo Suparno
Novel
AKU BUKAN BERANDALAN
Sufaat pranduwinata
Novel
Diskualifikasi Manusia
Arinimase
Skrip Film
BAJING LONCAT
Satrio Ardiansyah
Novel
Bronze
Surga yang Meleset
Nurul Arifah
Novel
THE VISIBILITY
Dwi Budiase
Flash
KUMPULAN TATIKA
Citra Rahayu Bening
Flash
Bronze
Salah Terka
Iena_Mansur
Skrip Film
Egg, Roll, Action!
Reyan Bewinda
Rekomendasi
Cerpen
Batu Eramis
zain zuha
Cerpen
Vampir yang Merindukan Rumah
zain zuha
Cerpen
Dua Matahari
zain zuha
Cerpen
Pengantar Maut
zain zuha
Cerpen
Nenek Penyapa Jalan
zain zuha
Cerpen
Tiang Nostalgia
zain zuha
Cerpen
Jejak yang Hilang
zain zuha
Cerpen
Cawan Ajaib
zain zuha
Cerpen
Obrolan Burung
zain zuha
Cerpen
Foto Terakhir Ayah
zain zuha
Cerpen
Para Pencari Kerja
zain zuha
Cerpen
Pak Tua Penunjuk Jalan
zain zuha
Cerpen
Beruang dan Serigala
zain zuha
Cerpen
Diari Raka
zain zuha
Cerpen
Pergi Bersama
zain zuha