Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Batagor, 98, Dan Langit Kembang
2
Suka
538
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

“Assalamualaikum,” sebuah suara yang sudah tidak asing lagi terdengar dari arah pintu masuk. 

“Waalaikumsalam…” Kami yang sedang duduk ramai melingkar di lantai ruangan menjawab salam tersebut bersamaan.

Sheila, terlihat membungkukkan badan sibuk melepas tali sepatunya. Dia lalu meletakkan sepatunya di pinggir sebelah kanan, sedikit terpisah dari berpasang-pasang sepatu yang tergeletak berantakan menghalangi pintu masuk.

Sosok indah dengan rambut kuncir kuda itu kemudian melangkah ringan memasuki ruangan. 

“Wah lagi pada ngobrolin apaan nih?” Tanyanya sambil memamerkan senyum manis kepada semua yang hadir. 

Setelah meletakkan sebuah tas ransel hitam kulit dari pundak dan dua buku kuliah di tangan kanan, kemudian dia duduk mengambil posisi di antara Dika dan Frans. 

Bagi Sheila, Dika adalah teman satu jurusan, sedangkan Frans adalah kekasihnya sejak masih duduk di bangku SMA di Bekasi. 

Dengan cepat tangannya mengambil sebuah pisang goreng dari atas piring, lalu menuang air putih ke gelas kosong dari dalam ceret yang berada di tengah-tengah para mahasiswa yang sedang duduk membentuk lingkaran.

“Ada laporan pandangan mata, Sheil?” Tanya salah satu dari mereka.

“Ada," jawabnya sambil sibuk menikmati pisang goreng tersebut.

“Apaan tuh?” Tanya salah satu dari mereka.

Dika, Frans, dan mahasiswa-mahasiswi di ruangan ini sedang berkumpul sibuk berdiskusi sejak pagi menjelang siang hari ini.

“Lo pada ditanyain dosen kenapa gak masuk kuliah. Katanya kalo gak masuk sekali lagi mau didrop out,” jawab Sheila sambil terbahak.

“Ah sial kau, Sheil. Ku kira serius kau!” Dika langsung bereaksi sebal dengan logat bataknya ketika mendengar guyonan Sheila.

“Hahahaha, makanya pada masuk dong lo pada. Jangan ngendon melulu di basecamp terus-terusan,” sambung Sheila. 

“Lo juga, Dik. Tadi gw papasan sama Pak Rahmat di depan Gedung B, doi nanyain lo tu," katanya lagi melanjutkan kata-kata.

“Nanyain apa emang?” Tanya Dika.

Dika mana? Kasih tau dia belom ngumpulin tugas Pancasila. Pak Rahmat bilang gitu, hahaha,” jawab Sheila tertawa lagi.

Dika lalu hanya nyengir mendengar info dan kata-kata dari Sheila.

****

Basecamp adalah sebutan tempat kelompok kami berkumpul. 

Di tempat tersebut, Frans, Dika, Sheila, serta beberapa teman mahasiswa mahasiswi lainya, selalu berkumpul untuk berdiskusi mengenai segala hal. 

Mulai dari tentang kuliah yang makin hari makin sulit, dosen yang galak dan tidak pengertian, saling bantu dalam pembuatan tugas kuliah, mendiskusikan tentang keadaan perekonomian negara yang makin sulit, krisis moneter, sampai dengan kondisi buruh yang semakin meresahkan, serta banyaknya orang-orang yang tiba-tiba hilang misterius karena penculikan-penculikan.

Di tempat tersebut mereka duduk setara. Tidak peduli berasal dari angkatan berapa atau dari fakultas dan jurusan apa. 

Frans, Dika, dan Sheila, berasal dari fakultas Sastra. Sisanya berasal dari fakultas Kedokteran, Fisip Fikom, MIPA, fakultas Peternakan, Pertanian, dan fakultas lainnya.

****

Dika memandang dari kejauhan. Sebuah motor membelah gelapnya malam menjauh meninggalkan basecamp. Motor yang membawa Frans dan Sheila.

“Ngelamun aja lo, Dik. Ngelajo ni jangan-jangan.” Suara Wisnu terdengar dari belakang sambil menepuk bahu Dika.

“Ah gila kau. Gak level aku ngelajo. Langsung aja bikin jorok, gak perlu pake ngelamun,” jawab Dika sambil membalikkan badan sambil nyengir kocak.

“Parah lo, hahaha,” Wisnu terbahak mendengar jawaban temannya.

“Batak itu langsung berbuat. Macam aku ini lah!” Sambung Dika lagi, lalu berjalan ngeloyor masuk ke dalam basecamp

****

Sore ini mereka berkumpul lagi. Semuanya sibuk membuat tulisan-tulisan di atas beberapa lembar spanduk. Tulisan-tulisan yang mengungkapkan gejolak dan keinginan rakyat yang diperjuangkan oleh mereka.

Semuanya berencana untuk tidak pulang ke kos mereka masing-masing. Mereka akan menginap di basecamp

****

Adzan subuh mulai terdengar. Para penghuni basecamp terlihat sudah bangun, bahkan sudah aktif dan sedang bersiap-siap. Mereka yang muslim terlihat mengambil wudhu dan melakukan sholat subuh bersama. 

Hari ini mereka semua tidak pergi kuliah mengikuti perkuliahan seperti biasa, melainkan akan pergi bersama-sama ke sebuah lokasi untuk bergabung dengan banyak mahasiswa lain kota Bandung. 

****

Gedung Sate dipenuhi dengan banyak orang. Mulai dari rakyat biasa, ibu-ibu, anak-anak kecil, mahasiswa dan mahasiswi dari semua universitas kota Bandung, pedagang-pedagang yang duduk di jalan menjual bermacam dagangan.

Orasi terdengar keras dari depan Gedung Sate, disambut dengan teriakan dan sahutan keras dari semua yang hadir di sana.

Sheila duduk dengan tenang di atas aspal sambil mendengarkan kata demi kata pidato lektur berirama semangat di depan sana. 

Sedangkan Frans, sahabat Dika, sedang mobile bersama teman-teman mahasiswa lain melihat-lihat kondisi sore itu.

“Frans mana sih, Dik? Lama banget gak balik-balik…” Tanya Sheila menengok ke arah Dika yang duduk tepat di belakangnya. 

“Kan lagi swipping…” Jawab Dika.

Sheila terdiam. Wajahnya mulai terlihat gelisah dan khawatir.

“Tenang aja, Sheil. Frans gak kenapa-kenapa kok,” sambung Dika lagi berusaha menenangkan Sheila. Ada desir cemburu yang dirasanya di dada. “Andai saja aku adalah Frans, pasti bahagia sekali rasanya dikhawatirkan oleh makhluk paling ku puja di dunia ini,” batinnya.

“Gw laper,” kata Sheila.

“Oh laper, haha. Gw kira lo kenapa.” Dika terbahak.

“Gw kan belum makan siang, gak sempet,” sambung Sheila menjelaskan sambil memanyunkan bibirnya. Cemberut.

“Iya, iya…” Dika lalu berdiri perlahan, dan berkata, “Bentar ya, gw beliin. Batagor aja ya? Tu banyak yang jual abang-abang yang nongkrong di sebelah sana.”

Sheila menganggukkan kepalanya, setuju dengan tawaran dari Dika. Perut Sheila sudah sangat keroncongan. 

"Eh, duitnya nih, Dik," Sheila memberikan selembar pecahan sepuluh ribu kepada temannya ini.

"Gak usah, gw ada, pake uang gw aja. Biasa, baru terima kiriman dari emak, hehe," sahut Dika menolak.

"Beneran nih? Thank you, Dika!" Sheila memandang Dika sambil tersenyum.

Dika mengedipkan mata dan memberi isyarat agar Sheila duduk tenang menunggu di spot duduknya saat ini.

"Bilang apa nanti emak di kampung kalo tahu anak bujang satu-satunya ini terima uang dari perempuan. Jatuh harga diri awak ni!" Kata Dika berkata dalam hati sambil mulai berjalan menjauh menuju lokasi kumpulan pedagang Batagor yang ada di luar pagar gedung. 

****

Setelah bersusah payah berjalan balik menembus lapisan-lapisan orang-orang yang duduk memenuhi Gedung Sate, akhirnya Dika berhasil sampai kembali di tempat dirinya dan Sheila duduk. 

“Nih, Sheil…” Dika memberikan sebotol air mineral dan roti kepada Sheila. “Buset capek sama ribet banget jalan kesitu doang gw. Banyak banget orang…” Keluh Dika.

“Loh kok roti? Tadi kata lo batagor, Dik?”

“Udah cuma tinggal gerobaknya doang, Sheil. Udah pada abis. Orang-orang pada kelaparan semua kali. Laper dengerin orasi, kaya lo, hahaha.”

“Terus rotinya juga segini doang nih? Masa cuma sebiji roti tawar gini? Mana kenyang gw…” Protes Sheila.

“Ya udah lah lo makan aja. Biar cuma roti sebiji tapi kan paling gak bisa ngurangin laper lo…..ya sedikit sih, berkurang dikit maksudnya, hahahaha,” jawab Dika.

“Iya deh! Untung lo, Dik, yang nyariin. Kalo anak laen si udah gw jitak. Janjinya batagor, yang dateng roti tawar, selembar doang pula, hehe” kata Sheila.

“Gw makan ya, thank you lagi lho, Dik,” sambungnya lagi sambil mengucapkan terima kasih.

“Iyee, sama-sama,” jawab Dika sambil menganggukkan kepala.

****

Dari posisi duduknya Dika bisa melihat Sheila dengan cepat melahap roti, lalu menghabiskan air mineral dari botol.

“Ah, rasaku ini memang sebaiknya aku simpan saja. Aku bawa sampai aku tua nanti.” Dika berkata dalam hati.

Hari ini Sheila memakai kaus putih yang ditutupi dengan jaket almamater, celana jeans biru tua, dan sepatu converse merah. Dalam balutan pakaian apapun, di mata Dika, Sheila tetap satu-satunya makhluk menakjubkan yang memiliki kunci untuk masuk ke dalam relung hatinya yang terdalam.

Di tengah sore ini, di tengah hiruk pikuk, Dika merasakan lagi desir hangat kembali mengalir. 

Desir rindu yang setiap malam selalu hadir saat dirinya akan beranjak akan memejamkan mata. 

Desir cemburu saat di depan mata selalu dilihatnya Sheila sedang berboncengan motor dengan Frans. 

Desir cinta saat dirinya dari jauh sedang memperhatikan Sheila berkumpul bercanda dengan teman-temannya di kantin kampus saat istirahat makan siang. 

Desir kasih saat setiap pagi dirinya melihat Sheila berjalan masuk ke dalam ruang aula mata kuliah umum. 

Juga desir sore ini… Saat Sheila sedang melahap dengan cepat selembar roti tawar di pelataran Gedung Sate di bawah langit kota Bandung di sore hari saat gejolak reformasi tahun 1998.

****

"The language of friendship is not words but meanings." -Henry David Thoreau



**** Tamat ****

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@riri wa : tos online kak, nostalgia yang never ending 🤩
Aaah jd nostalgia di thn 98 di kota kembang....
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Batagor, 98, Dan Langit Kembang
Shinta Larasati
Novel
Bronze
YOUR EYES
Novi Assyadiyah M.C
Novel
Keenan & Bella
Novia rohmawati
Novel
Bronze
Dan Ada Cinta Yang Membunuh
Mikhael Dwi Arolly Putra Kufa
Novel
Moments
Rizki Yuniarsih
Novel
RUSH ROMANCE
Herlan Herdiana
Novel
Bronze
L.I.B.R.A
Septiani Nurhayati Effendi
Novel
Bronze
Suami Mualaf untuk Kim Melodi
Jimin Sesungki
Flash
Bronze
Jerat Cinta
Nabil Bakri
Novel
Terpaksa Menua Bersama
Krisna Yosepha
Novel
Love In The Time Of Pandemic
waliyadi
Novel
GERA
disasalma
Novel
Bronze
Jejak Bintang
Ramayoga
Novel
Bronze
Side By Side
Tania
Novel
I Love U !!! Do Not Panic.
Rizky Brawijaya
Rekomendasi
Cerpen
Batagor, 98, Dan Langit Kembang
Shinta Larasati
Cerpen
Bintang Mariska Bulan Dua Belas
Shinta Larasati
Cerpen
Pendar
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Tukang Tipu
Shinta Larasati
Cerpen
NAMA BAYIKU CORDELIA
Shinta Larasati