Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Thriller
Balik Gagang
16
Suka
30
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Andrea sudah lebih dari tiga puluh menit memandangi gundukan tanah dengan nisan tanpa nama itu. Matanya nanar, sesekali terdengar tarikan napas berat, di benaknya masih berlarian informasi-informasi tentang seseorang yang terkubur di bawah sana. Namun, siapa nama asli pria tersebut masih menjadi misteri.

Setiap informasi yang ia dapat, dan setiap nama yang ia temukan dalam penyelidikan semuanya nama samaran. Sudah terhitung dua puluh nama alias atas laki-laki yang ia temukan berlumuran darah di dekat kantornya. Dari fakta yang ia dapat, laki-laki itu merupakan pembunuh bayaran.

Laki-laki yang terkubur di sana tubuhnya tinggi besar, wajahnya sejuk, namun penuh luka. Rambutnya pirang, jelas bukan karena habis dicat, itu warna asli rambutnya. Andrea langsung tau laki-laki itu bukan orang sini, dipertegas dengan warna matanya hijau mengkilap. Andrea yakin, jika semasa hidupnya laki-laki banyak nama ini dikerubungi banyak gadis. Hey, siapa yang akan berpaling dari pria matang nan tampan ini, terlepas dari latar belakang profesinya.

“Sampai kapan kamu akan memandangi kuburan itu?” tegur Elma, rekan seprofesinya.

Andrea menoleh. “Apa tidak boleh?” tanyanya.

“Boleh, tidak ada yang melarangmu. Tapi, apa kamu tidak akan pulang? Matahari sudah kabur, sebentar lagi penghuni di sini akan keluar. Kamu tidak berniat berkawan dengan mereka, bukan?”

“Jika nama orang ini akan terungkap, aku tidak keberatan berkawan dengan mereka,” Andrea menjawab terlampau serius, membuat Elma menggeleng tak percaya.

“Rasa penasaranmu, harusnya terkubur bersama orang ini,” Elma berdecak. “Hey, sudahlah kita pulang saja. Panggil saja dia Tama.”

“Tak semudah itu, bagaimana jika dia lebih suka dipanggil Roan, atau Lian, Leo, Oka, Kely, Rula, atau ….”

“Cukup! Tak usah sebutkan semuanya, aku sudah muak.”

“Maka dari itu, aku harus cari tau nama aslinya.”

“Kamu sudah gila! Kasusnya sudah ditutup, tidak ada keluarga yang datang, padahal kita sudah menyebar wajahnya di media sosial, bahkan meminta bantuan pejabat tinggi. Aku yakin dia juga dikucilkan teman-temannya. Sudahlah, kita juga harus kembali bekerja besok.”

“Tapi rasanya ada yang janggal, bagaimana mungkin identitasnya tidak ditemukan di belahan bumi mana pun.”

“Kenapa heran? Dia sepertinya datang dari negara maju, bisa saja dia meminta orang untuk menghapus identitasnya, dan mengoperasi wajahnya. Zaman sekarang hal-hal seperti itu sudah lebih mudah dilakukan. Dengan uang semua bisa dilakukan.”

“Aku jadi semakin penasaran, orang seperti apa dia ini?”

“Wah, sepertinya manusia satu itu sudah berhasil mencuci otakmu.”

Andrea terkekeh. “Ada-ada saja. Ya sudah mari kita pulang.”

Elma yang wajahnya tertekuk, seketika semringah. “Itu jawaban yang aku tunggu dari tadi. Ayo pulang!”

Andrea merangkul bahu Elma, kemudian mereka pun meninggalkan kuburan si Banyak Nama itu.

“Mau makan apa hari ini?” Elma bertanya.

“Apa saja yang bisa dimakan cepat.”

“Mi rebus?”

“Boleh.”

“Atau beli makanan cepat saji saja?”

“Boleh.”

“Atau ….”

“Makan apa pun boleh, asalkan itu denganmu,” Andrea memutus perkataan Elma, dan menjawil hidung bangirnya.

“Hey, kamu genit, ya!”

“Ini sudah jam pulang, kita bukan rekan kerja lagi. Aku bisa melakukan ini.” Andrea mengecup pipi Elma, lalu tersenyum.

Elma mematung. “Hey, ini bukan di rumah, kamu tidak bisa seperti itu. Bagaimana jika ada yang melihat.”

“Aku tidak peduli. Aku tidak bisa menahan diri, istriku sangat cantik.”

“Ya! Berhenti!”

Setelah seharian mereka bekerja habis-habisan. Mencari informasi dan datang ke tempat berbahaya, diakhiri dengan memakamkan laki-laki banyak nama itu. Pasangan suami istri ini pun, akhirnya bisa pulang ke rumah. Memakan apa saja yang mereka pesan, bersenang-senang layaknya pengantin baru dan terlelap.

Namun, setelah mengantar istrinya ke dunia mimpi, Andrea memutuskan untuk bangun kembali. Ia mengendap-endap keluar kamar. Andrea masih dihantui rasa penasaran. Laki-laki banyak nama itu, sulit sekali ia abaikan, seakan ada yang terus menarik dirinya untuk mengungkap identitas si Pirang itu.

Maka di sinilah ia. Di ruang kerjanya. Ia keluarkan foto laki-laki itu. Ia tempelkan di kaca. Ia perhatikan semua foto yang sudah lebih dulu tertempel di sana. Ada garis-garis yang menghubungkan satu foto dengan foto lainnya. Ia lihat lekat-lekat, dari foto yang berlumuran darah, ke foto benda-benda yang ia temukan di dalam tas laki-laki itu, sampai matanya turun ke bawah meja ia perhatikan lagi kartu identitas yang begitu banyak berjejer di sana.

Jika benar laki-laki ini telah menghapus identitas aslinya, dan mengoperasi wajahnya seperti yang dikatakan istrinya. Pasti ada jejak yang tertinggal. Pasti ada jejak wajahnya yang masih bisa dikenali oleh orang-orang.

Pertanyaan tentang apa tujuan pria ini datang padanya, sampai siapa sebenarnya yang dia incar, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya, silih berganti memenuhi pikirannya.

Lalu, tiba-tiba saja ia terpikirkan sesuatu. “Rumah sakit? Benar, jika dia mengoperasi wajahnya, ada rumah sakit yang tau tentang wajah aslinya.” Sudut-sudut bibirnya terangkat, matanya berbinar.

Namun, kesenangannya tak bertahan lama. Salah satu foto yang tertempel di sana, menangkap satu bagian tubuh laki-laki banyak nama ini. Andrea mematung, tubuhnya kaku, desir aneh nan sakit menyeruak dalam dadanya.

Ada satu tanda di bawah tato yang tak terlalu tebal tintanya. Samar-samar, ia melihat sebuah tanda yang amat ia kenal. Satu tanda yang sudah lama sekali ia tak temui, satu tanda yang akhirnya mengungkapkan satu fakta yang membuatnya sangat terpukul.

Belum selesai segala keterkejutannya atas satu fakta yang menyakitkan itu, sesuatu terasa mendorong tubuhnya.

“Elma, kamu sudah tau semuanya, bukan?”

Andrea menunduk, ia tau Elma sedang menodongkan pistol di bawah sana. Andrea kecewa.

Seolah tak memberi kesempatan untuknya mencerna apa yang sedang terjadi, seseorang membuka pintu kamar mereka dengan sangat mudah, padahal Andrea yakin ia sudah menguncinya.

“Sudah dimulai, rupanya,” ujar seseorang yang masuk tanpa permisi itu. “Tadinya aku ingin masuk dan melakukannya sendiri, tapi aku mendengar kalian bersenang-senang. Aku memutuskan untuk menunggu saja, dan memberikan kesempatan padamu untuk bercinta dengan istrimu untuk terakhir kalinya. Itu pun jika dia mengakui kau sebagai suaminya.” Pria paruh baya itu tertawa keras.

Andrea membalikkan tubuhnya. Elma masih menodongkan pistol padanya. Andrea menatap pada lelaki yang sudah membesarkannya. Sebenarnya hal seperti ini sudah lama ia lihat, tapi tak sangka ia akan mendapat giliran juga.

“Ayah sengaja mengirimkan dia padaku, bukan? Ayah sengaja membayar dia untuk membunuhku, bukan? Ayah sengaja mencari keberadaan kakakku, bukan? Jawab aku, Ayah!”

Lelaki yang dipanggilnya ayah mendekat, duduk di tepi ranjang, melipatkan kedua tangannya di dada.

“Awalnya aku tidak tau dia kakakmu. Dia banyak berubah, aku tidak mungkin mengenalinya. Kau juga baru tau sekarang, bukan? Tapi, dia bodoh. Wajahnya tidak bisa berbohong ketika aku menampakkan diri.” Dia terkekeh. “Ah, aku senang bisa melihatnya sekali lagi, tapi dia masih bodoh. Dia terlalu lembek untuk seorang pembunuh bayaran. Padahal aku membayarnya banyak sekali untuk membunuhmu. Sayang sekali dia memilih ditembak di tempat, dan malah menemuimu.”

Andrea menitikkan air mata. “Bisakah kau berhenti melakukan itu, Ayah?” suaranya parau, menahan ledakan emosi yang sudah bergejolak di hatinya. “Apa salahku, Ayah? Apa salah kakakku?”

“Hm, salahmu, ya? Kau terlalu banyak tau, Nak. Ayah tidak suka. Kau juga terlalu pintar, aku tidak butuh itu.” Tawanya menggelegar melihat air mata Andrea mengalir tanpa henti. “Nak, sedikit yang kamu ketahui jauh lebih baik. Kau tidak bisa menyelamatkan sistem yang sudah bobrok ini seorang diri. Bahkan wanita yang kau nikahi ini pun, lebih memilih uangku daripada mencintaimu.”

Andrea terguncang. Tatapannya jatuh pada Elma yang tersenyum tanpa rasa bersalah. Dia benar-benar seorang diri sekarang.

Pistol bergerak, sekarang tepat berada di pelipis kirinya. Pelatuknya sudah siap untuk digerakkan.

Andrea lalu tersenyum, getir. “Tapi, Ayah takut padaku, bukan? Ayah bilang aku tidak berguna, tapi kenapa Ayah malah takut padaku yang tidak berguna ini? Kenapa Ayah harus membunuhku?”

“Takut?” ayahnya berdecak. “Tidak ada kata takut dalam kamusku. Uangku bisa berbicara mewakiliku. Manusia-manusia yang sering kau lihat di gedung-gedung perwakilan itu, semuanya aku yang atur. Mereka hidup dari uangku, seberapa pun kau melakukan pekerjaan dengan hebat, kau tidak akan menang. Uangku yang akan selalu menang. Hebat, bukan?” Dengan angkuhnya ia berdiri, membelai wajah Andrea, menghapus air matanya. “Andai saja kau ada di pihakku, uang-uangku semuanya milikmu. Tapi kau memilih jalan ini. Sayang sekali.”

“Aku tidak butuh! Jika Ayah tidak takut, kenapa Ayah ingin membunuhku? Kata Ayah aku tidak berguna, tapi kenapa aku jadi ancaman untukmu? Kenapa, Ayah?!”

Ayahnya berputar mengelilingi Andrea, memperhatikan Andrea dari segala sudut. Lalu ia dekatkan wajahnya tepat di depan wajah Andrea, tangannya sekali lagi membelai wajah Andrea. Sudah tidak kepalang lagi sakit hati Andrea, dikhianati sebegitu gilanya oleh dua orang yang dicintainya, bahkan mungkin ia dikhianati juga oleh orang-orang di satu negara tempat tinggalnya itu.

“Sejujurnya, Ayah tidak takut padamu, atau pada orang-orang sepertimu, kakakmu, juga ibumu. Tapi, Ayah lebih suka membasmi satu kutu dibandingkan memeliharanya. Sudahlah, kau sudah tau faktanya, bukan? Kau sudah bertemu kakakmu, kau juga sudah bercinta dengan istrimu. Apalagi? Saatnya kau tepati janjimu pada ibumu itu. Kau harus menemuinya, dan sampaikan salam rinduku padanya. Katakan padanya bahwa aku mencintainya, tapi sayangnya cintaku pada uang-uangku jauh lebih besar.” Pria buncit itu tergelak, tawanya menggema.

“Ayah ... Ayah, untuk terakhir kalinya, apakah kau pernah menyayangiku?” ia bertanya lirih.

“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku menyayangimu, kau darah dagingku. Tapi kau sudah berpaling dariku, bahkan sudah dari lama, bukan? Sekarang terima saja bentuk kasih sayangku yang lainnya. Berpamitanlah pada istrimu. Oh, kau harus tau, dia sangat bahagia akan menjadi janda terkaya di dunia. Kau patut bangga padanya!”

“Ayah ....”

“Sudah, aku menyayangimu. Berpamitanlah padanya, cepat!”

Andrea tak percaya hidupnya akan dipermainkan oleh ayahnya sendiri. Apalagi wanita yang ia cintai juga menampakkan sisi busuknya. Air matanya mengalir deras. Hatinya remuk, hancur.

“Elma, pernahkah kau sekali saja mencintaiku?”

Elma tersenyum, mengangkat lebih tinggi pistolnya ke kepala Andrea. “Maaf.”

“Ha ... ha ... ha ... dia mencintai uangku, Andrea ... Kau lihat ini.”

Ayahnya berjalan ke arah Elma dan menciumnya tepat di depan mata Andrea yang membelalak. Andrea bisa saksikan bagaimana bibir mereka beradu tak mau kalah, bagaimana mata Elma menutup dan menerima ayahnya tanpa berpikir panjang. Tak pernah Elma memperlakukan dirinya seperti itu. Elma tampak sangat menikmatinya. Sekali lagi Andrea merasa sendirian.

“Sekarang, Sweetie.”

Dor! Dor!

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Thriller
Cerpen
Balik Gagang
Yutanis
Novel
Gold
Ve
Noura Publishing
Novel
Broken Angel
Liliyanti
Cerpen
Bronze
Padang
Moment
Flash
Sepasang Sayap di Jendela (2)
Atsuka D
Cerpen
ELIZA: Ups, Aku Ketahuan!
Yutanis
Flash
PENGKI
Yohanna Claude
Novel
Bronze
Saat Reuni Usai
Erva Eriyanti
Novel
Sopir buta yang membawa Cahaya
Lestiyani
Flash
Petrichor
Tiansetian
Novel
The World of Crime : Fate
Arzen Rui
Flash
Bronze
Hari Tua Sang Raja
Nabil Bakri
Novel
Bronze
Find You
Sonya Mega Flourensia
Flash
Bronze
Saksi Mata
Gia Oro
Flash
ASING
Rizal Syaiful Hidayat
Rekomendasi
Cerpen
Balik Gagang
Yutanis
Cerpen
ELIZA: Ups, Aku Ketahuan!
Yutanis
Flash
TERDAKWA (part 2)
Yutanis
Cerpen
Belenggu yang Memudar Dimakan Zaman
Yutanis
Cerpen
Balada Tempat Sampah
Yutanis
Novel
Bronze
EGOIS
Yutanis
Cerpen
Cerita Juju Pindah ke Rumah Besar
Yutanis
Flash
Masih Pantaskah Kau Kupertahankan
Yutanis
Flash
Hukuman Paling Berat
Yutanis
Flash
Masih Pantaskah Kau Kupertahankan (End)
Yutanis
Flash
Tolong Lihat Aku
Yutanis
Cerpen
I Have Nothing
Yutanis
Cerpen
REKAM
Yutanis
Flash
Masih Pantaskah Kau Kupertahankan
Yutanis
Flash
Kejar Woi, Kejar!
Yutanis