Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Balada Spare Part Kulkas
1
Suka
232
Dibaca

Di pasar dekat komplek perumahan Indah Permai, ada seorang tukang sayur yang jadi langganan ibu-ibu komplek. Bukan karena harga dagangan murah, diskon, atau piring cantik, tapi karena gosip hangat yang tidak pernah habis. Gosip itu selalu disajikan bersama bumbu dapur dari sang pedagang, yaitu Kardi. Kardi ini bukan hanya pedagang sayur; dia adalah redaktur tabloid lisan terlaris se-komplek. Harganya boleh ditawar, tapi informasi dari Kardi itu harga mati.

Di tempat yang lain, Bu Ida buru-buru menghidupkan sepeda motor matic-nya. Agak susah hidup, mungkin karena sudah lama. Ia berdiri di samping motor, posisinya di standar dua. Dengan wajah kesal, Bu Ida teriak ke arah suaminya, Pak Nyoto.

"Mas, kamu itu gimana sih? Tahunya pakai motornya saja. Kalau enggak bisa beli, setidaknya dirawat, Mas!" ucap Bu Ida kesal, dari teras rumah.

Pak Nyoto, suami Bu Ida, langsung datang, menaikkan standar satu yang terbuka. "Sampai besok juga bakalan hidup ini motor, kalau standar satu enggak dinaikin," ujar Pak Nyoto. Ia menaikkan standar satu, seraya menekan gas motor sedikit. Bu Ida tersenyum agak malu, sudah terlanjur berteriak pada suaminya itu. Tanpa menunggu lama, Bu Ida langsung tancap gas menuju pasar.

Layaknya pembalap profesional, Bu Ida menyalip kendaraan lain di atas jalanan aspal. Motornya meraung kasar, saat Bu Ida menarik gas lebih cepat. Dalam hati, Bu Ida sudah menghitung jarak persimpangan di depannya. "Seratus meter lagi, belok kiri. Hidupin sein kiri," ucap Bu Ida dalam hatinya, seraya meletakkan jarinya di tombol sein.

Jarak semakin dekat, Bu Ida sudah bersiap untuk belok. Namun sayangnya, perhatian Bu Ida teralihkan dengan banner potongan harga 50 persen untuk baju dan dress di depan toko pinggir jalan. Sein yang sudah dipersiapkan belok kiri, malah salah pencet ke kanan.

Bu Ida tidak panik. Dia anggap itu hal biasa. Teguran dari pengendara motor di sampingnya tak dihiraukan. Bu Ida malah menyalahkan toko itu.

"Bu, yang benar dong kalau bawa motor. Sein kanan tapi belok kiri, belajar naik motor di mana sih?" ucap pemuda itu. Ia menghentikan motornya karena hampir menyerempet motor Bu Ida.

"Saya lebih tua dari kamu, loh. Sopan sedikit sama orang tua. Salahin mereka kenapa ganggu fokus saya!" ucap Bu Ida. Tanpa basa-basi lebih lama, ia langsung tarik gas lagi lebih cepat seperti pembalap amatir yang dikejar polisi. Setelah drama di jalanan, Bu Ida sampai di pasar, tepat di depan kedai Kardi.

Dengan langkah cepat, Bu Ida langsung parkir motornya asal. Ia tiba di depan kedai Kardi dengan langkah cepat dan terengah-engah.

"Kardi, tahu enggak sih? Tadi aku hampir ditabrak anak ingusan! Dia malah nyalahin aku, padahal dia yang salah loh," tutur Bu Ida, berdiri di depan kedai Kardi sambil memegang terong, dengan wajah kesal dan khas ibu-ibu gosip.

"Udah, Bu, udah. Yang penting Ibu enggak kenapa-napa. Jadi mau berapa kilo terongnya?" ucap Kardi, dengan gaya melambai khasnya menyentuh tangan Bu Ida.

Di tengah obrolan Kardi dan Bu Ida, Bu Siti datang, dengan langkah mantap dan aroma informasi gosip baru dari tetangganya.

"Bu Ida, tahu enggak? Si Sumi kulkas baru! Padahal kan suaminya baru di-PHK," tutur Bu Siti, menipiskan bibirnya sambil menyipitkan mata.

"Paling juga kredit. Sumi kan miskin, mana mampu beli cash," ucap Bu Ida tertawa mengejek, sambil memilih bawang merah di rak kedai Kardi.

"Dia beli cash, Bu Ida. Semalam sore dia lewat depan gang rumahku," tutur Kardi, sambil melayani pembeli lain.

"Sumi... beli kulkas baru... cash? Yang benar aja? Dari mana uangnya?" tutur Bu Siti terkejut, sambil menekan tomat di atas meja dagangan Kardi.

"Ibu-ibu boleh kesal, boleh marah, tapi sayur saya jangan dijadikan korban. Ini terongnya sekilo, cabai merah, bawang merah, bawang putih, teri. Total jadi seratus ribu, Bu Ida," tutur Kardi menatap Bu Siti dan Bu Ida yang kesal membicarakan Sumi sambil memberikan belanjaan mereka.

"Seratus? Mahal banget! Kemarin juga masih sembilan lima," tutur Bu Ida, dengan wajah kaget menatap Kardi.

Bu Siti langsung menyambung mendengar harga dari Kardi. "Yang benar aja segitu harganya? Saya cuma beli ayam sama kangkung loh, Kardi!" tutur Bu Siti, menatap Kardi sambil meletakkan lagi belanjaan ke atas meja.

"Ibu-ibu, sekarang semua pada mahal. Kalau enggak mau, ya sudah cari yang lain aja. Ibu-ibu tuh harusnya bersyukur saya sudah murahkan harganya. Di tempat lain memang murah, tapi enggak ada informasi update loh," ucap Kardi dengan bangga membandingkan dia dan pedagang lain.

Walaupun agak kesal dengan harga sayur naik, Bu Ida dan Bu Siti terpaksa tetap beli di tempat Kardi. Karena sudah langganan, dan cuma Kardi yang tahu gosip-gosip hangat dan terbaru.

Dengan tarikan gas motor yang kuat, Bu Ida menyalip kendaraan lain di dekatnya. Rasa kesal dan tidak terima karena Sumi kulkas baru dan dibeli cash menumpuk di kepala Bu Ida. Belum lagi harga sayur naik, menambah masalah Bu Ida semakin banyak.

Tak perlu waktu lama untuk Bu Ida sampai di rumah. Bu Ida parkir motornya di teras, lalu langsung berjalan ke dapur dengan wajah kesal dan cemburu. Pak Nyoto yang tahu kebiasaan Bu Ida setiap pulang dari pasar, mendatangi Bu Ida di dapur yang sedang memotong bawang.

"Kenapa lagi, Bu? Ada masalah apa?" tutur Pak Nyoto, duduk di kursi meja makan sambil melihat video lucu di ponselnya.

"Sumi, istrinya Hendra, baru beli kulkas cash, Mas," ucap Bu Ida, berhenti memotong bawang sejenak, menatap Pak Nyoto.

"Terus masalahnya di mana kalau Sumi beli kulkas baru?" tutur Pak Nyoto, menatap Bu Ida sambil mengerutkan kening.

"Astaga, enggak mengerti juga? Hendra kan di-PHK, Mas! Jadi dari mana uang Sumi beli kulkas baru, cash pula!" ucap Bu Ida, menghidupkan kompor.

"Bisa jadi pesangon Hendra dipakai Sumi buat beli kulkas baru. Kulkas mereka kan rusak," ucap Pak Nyoto, mematikan ponselnya.

"Kok Bapak tahu kulkas Sumi rusak? Sumi cerita sama Bapak?" tanya Bu Ida, mengerutkan kening.

"Iya, Sumi cerita sama Bapak," ucap Pak Nyoto, berdiri bersiap untuk pergi, sebelum badai amarah Bu Ida datang.

"Eh, mau ke mana, Sunyoto? Sini dulu!"

"Maaf, Bu, maaf. Bapak ada panggilan kerja di tempat Pak RT, gentengnya bocor," ucap Pak Nyoto, melangkah cepat keluar rumah.

Bu Ida semakin kuat memotong bawang, cabai, dan terong sebagai bentuk kekesalan hatinya pada Sumi yang curhat dengan suaminya. "Kenapa Sumi cerita sama suamiku? Ganjen banget," ucap Bu Ida dalam hatinya. Suara potongan bawang semakin kuat dan tajam. Bu Ida tidak akan tenang, sebelum Pak Nyoto menceritakan kebenarannya. Sambil membersihkan sisa masak di dapur, Bu Ida mendapatkan pencerahan. Dia akan mencari tahu kenapa Sumi curhat sama Pak Nyoto, suaminya.

Investigasi pencarian fakta Sumi dan suaminya, Pak Nyoto, dimulai pagi ini. Bu Ida kembali ke pasar, berbelanja sebagai alasan utama sambil mencari informasi Sumi lebih lanjut.

Sampai di kedai Kardi, Bu Siti sudah sampai lebih dulu. Bu Siti berbisik pada Kardi sambil memegang cabai. "Kar, dia datang. Jangan cerita-cerita, ya," ucap Bu Siti pelan pada Kardi.

"Kenapa bisik-bisik? Ceritain saya?" tutur Bu Ida, kesal dengan Bu Siti yang berbisik pada Kardi sambil menatap ke arahnya.

"Enggak, kok. Kegeeran! Emang kamu siapa digosipin?" tutur Bu Siti, agak terbata-bata, mengalihkan pandangan ke Kardi.

"Eh, Siti Rokayah! Enggak usah sok-sokan gosipin orang. Lihat keluarga kamu tuh, emang udah benar? Suami kamu aja masih numpang hidup sama kamu!" ucap Bu Ida kesal dan marah, melihat Bu Siti yang menyembunyikan sesuatu darinya.

"Loh, kok jadi ngatain suami saya? Emang kamu udah benar? Pantas aja suami kamu selingkuh sama Sumi! Kamu urusin aja suami kamu tuh, dasar suami istri sama aja, enggak ada yang benar!" ucap Bu Siti dengan nada tinggi, melemparkan belanjaannya ke meja dagangan Kardi. Perdebatan semakin sengit. Hinaan terlontar dari mulut keduanya.

"Anak kamu tuh pengangguran! Percuma kuliah tinggi-tinggi kalau cuma nambah angka pengangguran di Indonesia!" tutur Bu Siti marah, karena Bu Ida menghina anak Bu Siti yang bekerja di luar negeri sebagai TKI Sebelumya.

"Udah, Bu, udah. Kalau mau berantem jangan di sini. Cari tempat lain. Berdua sama aja, tukang gosip. Digosipin balik, marah! Enggak enak kan digosipin? Enggak enak kan dihina? Makanya, Bu, jangan hina orang. Bu Ida, pulang aja, tanya langsung sama suaminya. Bu Siti juga, tanya langsung sama Sumi dari mana uangnya beli kulkas baru," tutur Kardi, menenangkan amarah Bu Siti dan Bu Ida.

Setelah perdebatan di kedai Kardi, Bu Siti dan Bu Ida pulang ke rumah masing-masing. Di rumah Bu Ida, suaminya, Pak Nyoto, sudah ada di ruang tamu. Bu Ida menatap suaminya itu.

"Puas kamu, Mas? Aku dihina Siti, dilihatin orang satu pasar, karena kamu selingkuh sama istri orang!" ucap Bu Ida dengan putus asa dan marah.

"Selingkuh? Kenapa harus selingkuh? Bu Ida kesayanganku, aku enggak selingkuh. Kamu memang enggak cantik. Gemuk kayak sapi hamil, tapi aku tetap cinta sama kamu," ucap Pak Nyoto, mendekati Bu Ida.

"Sumi itu cuma minta saran toko spare part kulkas. Dia tahu aku tukang service elektronik. Makanya dia cari aku, bukan karena selingkuh, Sayang," tutur Pak Nyoto. Ia memegang bahu Bu Ida yang gempal dengan kedua tangannya.

"Oh, tetap aja kamu enggak bilang sama aku dari awal, Mas," ucap Bu Ida pelan, menatap Pak Nyoto seraya melepaskan pegangan tangan Pak Nyoto di pundaknya.

Dengan rasa malu, Bu Ida bergegas ke dapur, mencari kesibukan lain untuk menghentikan pembicaraan.

Malam hari, sebelum tidur, Bu Ida menatap Pak Nyoto yang mulai memejamkan mata. Dia menggoyangkan badan Pak Nyoto dengan tangan kanannya pelan, dari dalam selimut yang menutupi mereka.

"Mas, emang aku gemuk kayak sapi?" ucap Bu Ida, menatap Pak Nyoto, menunggu jawabannya.

"Enggak, kok. Udah, enggak usah dipikirin, tidur aja," ucap Pak Nyoto, membalikkan badan. Ia menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Bu Ida diam. Dia belum tidur. Tapi besok pagi, dia janji pada dirinya sendiri, kalau dia akan lebih baik lagi besok dan seterusnya. Mungkin untuk gosip dan sein kiri belok kanan masih jadi kebiasaan, tapi setidaknya untuk suaminya, Pak Nyoto, dia akan jadi istri yang baik seperti dulu waktu pertama kali menikah.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Balada Spare Part Kulkas
MHD Yasir ramadhan
Cerpen
Bronze
Punggung yang Patah
Jasma Ryadi
Cerpen
Titik Jenuh
Rifa Asyifa
Cerpen
Bronze
Pelukan Ibu
Lely Saidah Al Aslamiyah
Cerpen
Influencer Istana
zain zuha
Cerpen
Bronze
Mandi Lumpur
spacekantor
Cerpen
Bronze
Rencana
Muram Batu
Cerpen
Work for Home
Khairunnisa
Cerpen
Bronze
Guru Anganmu Luas, Loyalitasmu Tanpa Batas
Sistiani Wahyuningdiyah
Cerpen
Bronze
Sakit Kiriman
Intan Andaru
Cerpen
Copper Miss
Ratna Arifian
Cerpen
Bronze
Si Pendidikan Negeri Sipil Bag-1
spacekantor
Cerpen
Bronze
Koran Kertas
Imajinasiku
Cerpen
Bronze
Lukisan Kucing Berseragam Perwira
Sri Wintala Achmad
Cerpen
Teror Guna-guna Tetangga Belakang Rumah
Indahhikma
Rekomendasi
Cerpen
Balada Spare Part Kulkas
MHD Yasir ramadhan
Cerpen
Kisah Untuk Eko
MHD Yasir ramadhan
Novel
The Crucible
MHD Yasir ramadhan