Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Semua ini berawal sejak saat itu, di saat bel pulang sekolah telah berdering keras ke penjuru sekolah. Sebuah kejadian berkesan yang tak akan pernah terlupakan oleh benakku terjadi.
~~-~
Bel sekolah telah berdering dengan keras, aku berjalan ke parkiran dengan santai seperti biasanya. Saat aku menuruni 3 anak tangga koridor, bunga-bunga berjatuhan dari atasku. Aku merasa seakan-akan aku adalah seorang penganting pria yang baru saja merayakan hari pernikahannya.
Saat aku menengadahkan kepalaku, sebuah keranjang bunga mendarat tepat di wajahku. Aku langsung menundukkan kepala karena malu, dan memegang wajahku yang sedang kesakitan.
Anak mana yang ngelakuin hal ini? Rasanya pengen aku hajar aja tuh anak. Rasa Maluku mulai sedikit mereda, aku mengambil keranjang bunga yang jatuh tadi, dan memungut bunga-bunga yang berhamburan di sekitarku.
Di saat bunga terakhir aku masukkan ke dalam keranjang, seorang anak perempuan datang menghampiriku dengan napas yang tersenggal-senggal.
“Kak maaf, hah ... hahh tadi saya hah hah … tersandung jadinya ... sengaja eh- maksud saya enggak sengaja jatuhin keranjang bunganya.”
“Iya enggak papa, santai aja. Btw kayaknya kamu kayak kehausan banget, nih minum dulu,” ucapku sambil menyodorkan botol minumku yang ada di tas ransel.
Perempuan tersebut meneguk minuman yang ada di tangannya dengan semangat. Hal tersebut membuatnya terlihat seperti seseorang yang baru saja menemukan sebuah oasis di tengah gurun yang panas.
Hal yang membuatku terkejut adalah saat dia meminum air, bibirnya bersentuhan dengan mulut botol milikku. Apakah ini yang namanya ciuman tanpa langsung? aku langsung memukul pelan kepalaku agar diri ini bisa berpikir rasional kembali.
Setelah menghabiskan semua air yang ada di dalam botol, dia mengembalikannya kepadaku. Keranjang bunga yang kugenggam saat ini langsung diambil olehnya, kemudian dia pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata pun. Hal ini membuat diriku merasa kesal. Awas saja nanti kalau ketemu lagi akan kusemprot habis-habisan dia.
~~-~
Semenjak saat itu, aku mencarinya ke seluruh penjuru sekolah. Karena tidak ada saksi mata yang kukenal saat itu, membuatku lebih susah untuk mencari sebuah petunjuk. Selama beberapa hari ini yang aku lakukan adalah mengintip setiap kelas yang ada di sekolah. dari kelas 10 sampai kelas 12 semua aku intip satu per satu, namun yang terjadi adalah sebuah kesia-siaan saja.
Saat aku ingin menyerah untuk mencarinya, bagaikan durian runtuh, aku berjumpa lagi dengannya di pagi hari saat sekolah masih sepi. Dia sedang menyiram bunga-bunga yang ada di taman sekolah. Dengan penuh percaya diri, aku pun datang menghampirinya. Namun, saat aku telah berada tepat di belakangnya, entah kenapa isi kepalaku mendadak langsung kosong. Aku bingung harus bagaimana memulai percakapan mengingat kalau aku ini adalah anak yang introvert. Apa langsung aku semprot habis-habisan saja ya nih orang?
Saat aku sedang berpikir serius bagaimana caranya untuk memulai percakapan, sebuah teriakan menusuk telingaku membuatku sedikit pusing. Tidak hanya itu saja, bahkan baju dan celanaku basah karena tersiram air. Aku yang merasa syok hanya bisa memandang wajah perempuan yang ada di depanku.
Aku bisa melihatnya dengan jelas, sebuah kepanikan terlukis jelas di wajahnya tersebut, tapi ya itu selang air taruh dulu kek apa kek. Sedari tadi memang mengarah ke bawah, tapi bawahnya itu loh mengarah ke arah sepatuku membuat sepatuku ikut basah juga.
“Maaf, maafkan aku kak, kakak sih ngagetin aja.”
Siapa yang ngagetin woy orang aku dari tadi diam aja kok. Aku dengan pasrah hanya bisa menjawab. “Iya enggak apa-apa, omong-omong itu selang air bisa diarahkan ke arah lain enggak? Sepatuku jadi basah nih.”
“Ma- maaf kak.”
Lengkap sudah, seluruh tubuhku kini telah basah. Padahal jam pelajaran pertama belum dimulai, namun aku sepertinya harus pulang ke rumah. Perempuan yang ada di depanku terlihat dua kali lipat menyesal, bahkan dia menangis. Aku mencoba menengkan dia yang sedang menangis kejer. Perasaan yang jadi korban itu aku kok malah dia yang nangis.
Setelah dia mulai tenang, dia mengajakku ke kelasnya untuk meminjamkanku pakaian olahraganya. Selama perjalanan ke kelasnya dia terus-menerus meminta maaf kepadaku.
Karena kejadian ini, akhirnya aku tahu siapa namanya, dan dari kelas berapa dia. Namanya Clitoria Timema nama panggilannya Ria, dari kelas 10 MIPA 3. Ternyata dia satu angkatan denganku. Dia bahkan memberikan nomor whatsappnya kepadaku untuk saling menghubungi kalau-kalau aku ingin mengembalikan baju olahraganya.
~~-~
Keesokan harinya aku datang ke sekolah dengan waktu yang sama yaitu pukul 05.55. Setelah menaruh tas di kelas, aku langsung pergi menuju ke taman sekolah. Aku menebak kalau hari ini dia juga menyiram bunga yang ada di taman.
Sesuai tebakanku dia saat ini sedang menyirami bunga-bunga yang ada di taman. Aku mendekatinya, dan mencoba membuka percakapan.
“Kamu suka bunga ya?” tanyaku.
Perempuan yang ada di sampingku menoleh ke arahku sekilas, dan tersenyum tipis lalu berkata “iya aku sangat suka. Karena, bunga itu terlihat indah, beraroma harum, dan terkadang bisa menjadi obat.”
Dia mematikan selang air yang ada ditangannya lalu menunjuk kesebuah bunga.
“Contohnya bunga itu, namanya bunga telang yang umumnya dikenal dengan nama Butterfly Pea memiliki nama latin Clitoria Ternatea,”
“Bunga telang memiliki makna simbolis yang mengacu pada kemampuannya yang menenangkan, dan meredakan kecemasan. Di beberapa tempat bunga tersebut dianggap sebagai simbol cinta, dan kecantikan. Di Thailand bunga telang dianggap sebagai lambang persabatan,” lanjutnya.
Perasaan tadi dia bilang manfaat bunga kok malah membahas makna simbolik dari bunga? Benar-benar enggak jelas nih perempuan.
“Kalau manfaatnya?” tanyaku.
“Manfaat dari bunga telang itu sangat banyak mulai dari menurunkan demam, meredakan gejala alergi, menjaga kesehatan mata, dan lain sebagainya.”
Setelah membahas bunga telang dia menjelaskan tentang bunga-bunga yang lainnya, tepatnya bahasa bunga dari bunga-bunga yang ada di taman sekolah. Misalnya mawar merah yang memiliki makna “cinta yang penuh gairah”, bunga melati yang melambangkan “keindahan murni, dan kesucian,” bunga lavender yang memiliki makna “kemurnian, pengabdian, dan cinta.”
Aku tidak menyangka dibalik sikapnya yang menyebalkan itu, ternyata saat dia membahas bunga dia terlihat bersinar dengan terang, yang membuatku terpikat olehnya. Rasanya aku ingin sang waktu berhenti agar aku bisa berada di dalam momen ini dalam waktu yang lama.
~~-~
Semenjak saat itu, kami berdua mulai dekat satu sama lain. Aku mulai tahu kalau dia bergabung dengan ekskul merangkai bunga, dan bunga yang berjatuhan saat pertemuan pertama kami berdua adalah bunga-bunga yang digunakan untuk kebutuhan ekskul merangkai bunga.
Sifatnya memang ceroboh, canggung, dan terkadang membuatku kesal, namun saat bersama dengannya aku merasa bersama dengan sebuah ensiklopedia berjalan yang memberi tahu diriku tentang nama bunga, manfaat bunga, dan bahasa bunga.
Seiring berjalannya waktu, sebuah perasaan asing tumbuh dalam diriku. Setiap aku melihat bunga, aku selalu teringat padanya. Setiap aku menutup mata, wajahnya yang sedang tersenyum tergambar jelas dalam benakku.
~~-~
Hari ini aku dan Ria akan bertemu untuk membeli peralatan merangkai bunga. Saat aku sedang berjalan, aku tidak sengaja melewati sebuah toko bunga. Di depan toko bunga tersebut, ada sebuah bunga ungu cantik yang memikat mataku. Aku yakin Ria pasti akan senang jika aku memberikan Bunga ini kepadanya.
Sesampainya aku di tempat di tempat kita harus bertemu, aku melihat Ria yang terlihat sudah menungguku.
“Maaf ya aku terlambat, aku tadi mampir toko bunga sebentar untuk membeli bunga untukmu.”
Mata Ria langsung berbinar-binar, senyum lebar memenuhi wajahnya. Dia menanyakan hal yang sama berkali-kali untuk memastikan kalau ucapanku bukanlah sebuah kebohongan.
Aku menyodorkan bunga yang kubeli, namun saat aku melihat lurus ke arah Ria, raut wajah Ria sulit untuk kudefinisikan. Wajah kecewa, marah, dan sedih terlihat menjadi satu. Kenapa? Apa yang salah? Apakah ucapanku menyinggung dirinya? Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benakku yang membuatku berpikir kemana-mana.
“Askara kamu tahu enggak makna dari bunga yang kamu kasih ini?” tanyanya.
“Enggak, aku beli karena bunga ini terlihat cantik saja, bahkan aku tidak tahu nama bunga yang aku beli ini.”
“Bunga yang kamu beli ini namanya adalah bunga Lobelia, bunga Lobelia melambangkan ‘penolakan dan kebencian.’ Untuk sesaat, aku pikir kamu membenci diriku dan menolak kehadiranku ini,” ucap Ria.
“Enggak, bukan begitu, maaf aku enggak tahu kalau makna dari bunga yang kubeli malah membuatmu merasa seperti itu.”
“Aku hanya ingin memberikanmu sebuah bunga yang indah, karena sudah setahun kita telah menjadi teman. Suka dan duka telah kita lewati bersama-sama. Saat bersama denganmu, aku merasakan sebuah kesenangan, dan juga kenyamanan. Aku harap mulai saat ini sampai seterusnya kita bisa menjadi seorang sahabat selamanya.”
“Enggak papa, kamu juga enggak tahu juga kan? Tapi-”
Ria diam sejenak, dan terlihat mencuri-curi pandangan ke arahku. “Selanjutnya apabila kamu ingin memberikanku sebuah bunga, kuharap kamu memberiku bunga alstoemeria kepadaku bukan bunga yang lainnya termasuk bunga lobelia.”
Aku sedikit kebingungan dengan ucapannya, kenapa tidak boleh bunga jenis lain? Kenapa harus bunga alstoemeria? Aku mengeluarkah hpku, dan menelusuri tentang bunga tersebut. Hasil yang kudapatkan adalah bunga alstroemeria merupakan simbol “pengabdian” dan memiliki arti “aku mencintaimu.”
Aku menutup mulutku untuk menutupi sumringah yang ada di wajahku.”Akan kuberikan, namun kamu harus menunggunya 7 tahun lagi. Saat itu aku tidak hanya akan memberimu sebuah bunga, namun juga sebuah cincin indah, dan juga buku yang akan mengesahkan hubungan kita berdua.”
Mendengar hal tersebut wajah Ria terlihat memerah. Dia langsung memalingkan wajahnya dariku, dan hal tersebut membuatnya terlihat imut.
Kuharap perasaan kita berdua masih sama sampai 7 tahun ke depannya. Dengan begitu, ucapanku hari ini bisa menjadi kenyataan.