Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Rin! Aku dapat ikan banyak!" Surip berteriak dari depan rumah. Rini tergopoh-gopoh menyambut suaminya dan menerima satu ember besar ikan hasil pancingannya. Wajah Rini seketika semringah ketika melihat begitu banyak ikan yang gemuk-gemuk di dalam ember yang diberikan Surip, suaminya.
"Mancingnya di mana, Mas?" tanya Rini. Surip tertawa melihat ekspresi wajah Rini yang berbinar bahagia.
"Di sungai bawah desa sana, Rin. Tempat biasanya," jawab Surip.
"Mas Surip mau berangkat sekarang?" tanya Rini. Surip mengangguk.
"Ya. Rin. Aku mau mandi dan berangkat. Tolong ikannya dimasak yang enak, ya? Biar kumakan setelah pulang nanti," jawab Surip. Rini mengangguk.
"Siap, Mas. Kusiapkan air mandinya, ya?" kata Rini dengan berbunga-bunga. Surip tersenyum sambil mengangguk. Dia juga senang sebagaimana Rini yang sekarang sangat senang dan girang. Surip merasa lega bisa melihat wajah bahagia istrinya, karena dengan keadaan ekonomi yang tidak stabil, Surip jarang sekali melihat Rini tersenyum dan ketika melihat senyum itu sekarang, Surip merasakan kebahagiaan yang tak terkira. Paling tidak Surip pernah membahagiakan Rini, walaupun hanya sekali saja.
****
Surip mengendarai motor bututnya perlahan dan dengan senyum yang terus terkembang. Surip masih ingat bagaimana cerianya Rini ketika tahu hari ini banyak rezeki yang akan mereka dapat. Yang pertama ikan yang banyak tadi, dan kemudian Rini ingat kalau hari ini Surip pentas wayang orang. Paling tidak mereka akan mendapat uang dua ratus sampai tiga ratus ribu nanti, ah, Rini sangat sukacita, sampai memeluk Surip saking bahagianya.
Dan karena terlalu berkhayal, Surip tidak memerhatikan ada sesuatu atau seseorang atau seekor hewan atau entah apa yang tiba-tiba ada di depannya. Seketika motor Surip menabrak sesuatu itu dengan keras, sampai Surip terpental jauh dan tubuh Surip jatuh mengenai batu dengan sangat keras, dengan posisi wajah di bawah. Surip menjerit kesakitan. Dia merasakan wajahnya seakan remuk setelah mendengar suara retakan yang begitu keras ketika wajah Surip mengenai batu tadi.
Surip memegangi kepalanya. Rasa sakit di kepalanya mulai membuatnya limbung. Dia merintih kesakitan sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang segera saja basah, sepertinya basah oleh darah. Surip merinding sekaligus merasakan rasa sakit yang tak terperi.
Oh ... dia ingat seharusnya dia pentas malam ini dan mendapatkan banyak uang, tetapi ... tetapi karena kecelakaan ini maka hilang sudah khayalan Surip mendapatkan uang banyak malam ini, dan bahkan sepertinya dia akan kehilangan uang karena harus berobat. Surip menangis. Dia teringat pada Rini yang sepertinya akan sangat bersedih dengan keadaan ini. Padahal tadi Rini sudah begitu bahagia ....
"Kamu ingin Rini bahagia, Rip?"
Surip terlonjak kaget dan mendongak mencari sumber suara. Hei! Kenapa sudah tidak ada darah dan rasa sakit lagi? Surip memeriksa wajah, kepala dan tubuhnya, semua baik-baik saja. Surip menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Kamu sudah mengambil anak-anakku di Sungai Arum Watu tadi, sekarang aku harus membunuhmu, Rip."
Butuh waktu beberapa saat bagi Surip untuk memahami apa yang terjadi. Mengambil anak-anak? Anak-anak siapa? Seingat Surip dia tadi tidak mengambil anak siapapun tadi atau kapan pun juga.
"Ikan-ikan itu anakku! Kamu mengambil mereka semua ketika mereka sedang bermain-main di tepi sungai. Mereka tidak bisa menghindar! Dan karena itulah aku harus mengambilmu! Aku harus memasakmu dan nanti memakanmu, sebagaimana istrimu memperlakukan anak-anakku!"
Suara itu adalah suara wanita yang begitu marah. Surip merinding dan panas dingin, karena sepertinya wanita itu benar-benar marah dan karena dia tidak melihat ada sosok yang mengeluarkan suara itu.
"Aku akan menyiksamu seperti yang dilakukan istrimu sekarang. Rini sedang membuka perut anak-anakku, mengambil usus mereka, mencabut usus itu sekuat tenaga dari perut anak-anakku, lalu dia memberi garam dan aneka rupa bumbu ke dalam perut anak-anakku. Oh! Mereka belum sepenuhnya mati! Mereka masih merasakan sakit!" Suara wanita itu melolong membelah malam, seakan merasakan kesakitan seperti yang sedang diceritakannya tadi. Surip merasakan ngilu pada sekujur tubuhnya membayangkan bahwa dia juga akan mengalami hal yang sama seperti ikan-ikan yang ditangkapnya tadi.
Surip merinding.
"Jangan! Jangan bunuh saya!" Surip mencoba memohon perlahan dan suara wanita itu terhenti, keheningan menguasai malam itu.
"Apa?" bisik suara wanita dengan nada yang mengancam.
Surip merasakan desau angin di tengkuknya dan dia paham, sepertinya wanita itu --entah apa wujudnya-- telah mendekati Surip dan sekarang berada di belakang Surip. Surip merinding sempurna. Aura mistis terasa begitu kental melingkupi Surip dan membuat Surip nyaris tak bisa bernapas.
"Apa katamu tadi?"
Secara refleks Surip menoleh dan menjerit tertahan ketika melihat sosok yang sangat mengerikan dan sangat menjijikkan di belakangnya. Surip tidak tahu pasti apa yang dilihatnya itu. Karena ada sosok wanita yang terlihat basah kuyup di belakang Surip. Warna kulit wanita itu begitu pucat dan cenderung agak abu-abu tertutupi oleh baju aneh dan ganjil, yang sebenarnya adalah sisik dari wanita itu. Rupanya wanita itu adalah wanita ikan.
Wanita ikan itu nampak suram dan menjijikkan sekali. Bagian kaki wanita itu nampak penuh dengan onggokan kain kusut dan kotor dan kemudian disadari Surip sebagai semacam sirip yang tak beraturan. Sirip itu juga dilihat Surip di sepanjang punggung sang wanita. Ah, dan di leher wanita itu terdapat sayatan-sayatan memanjang yang sepertinya berfungsi sebagai insang. Bibir panjang wanita itu tersenyum, seakan tersayat hingga ke bawah telinganya. Rambut wanita itu panjang dan basah. Basah dan kotor. Dan baunya. Oh! Bau wanita itu begitu amis tak terkira.
"Kamu minta hidup setelah apa yang kamu lakukan pada anak-anakku?" tanya wanita ikan itu dengan bengis. Dia mendekati Surip dan perlahan tangan sang wanita yang basah dan lembek menyentuh bahu Surip. Surip sangat terkejut, secara refleks dia mundur. Wanita itu tertawa.
"Kamu mau hidup?" tanya wanita itu lagi, kali ini dengan nada mengejek dan tangan yang mencengkeram erat bahu Surip, "kamu mau hidup?"
Surip menelan ludah ketakutan, dia mengangguk pasrah. Surip tahu dia berada di ujung kehidupannya. Surip menunduk dan berdoa, berharap bahwa Rini dan anak-anaknya akan baik-baik saja sepeninggalannya.
"Kamu mau hidup?" tanya wanita itu lagi. Surip mendongak dan membuka matanya. Dia mengangguk dengan agak keheranan.
"Aku akan memberimu hidup, selama kamu menjadi budakku," kata wanita itu dan tanpa bertanya lagi tiba-tiba wanita ikan itu menampar Surip dengan keras, sehingga tubuh Surip terlempar ke atas dan jatuh ke tanah lagi dengan keras.
Kali ini Surip terbangun tanpa rasa sakit, dia bangkit dan perlahan berusaha berdiri. Surip bisa berdiri dengan mudah. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, hendak mencari wanita ikan itu, tetapi tidak ada siapa-siapa di sekeliling Surip. Surip bergidik. Dia buru-buru mencari motornya dan bergegas menaiki motornya menuju ke gedung pertunjukan. Sepertinya dia sudah terlambat.
****
"La ini Bagongnya sudah datang. Untung kamu sudah dandan, Rip!"
Surip menjengit, berdandan? Dan ketika Surip menuruni motornya, Surip baru menyadari bahwa baju yang dipakainya adalah baju tokoh Punokawan Bagong. Surip berkaca pada spion motornya. Oh! Surip kaget sendiri ketika melihat pantulan wajahnya di cermin. Wajah Surip sudah berubah menjadi Bagong dengan riasan yang begitu sempurna. Matanya bulat besar berwarna kemerahan. Bagian bibirnya juga berwarna merah manyala dan sangat lebar hingga hampir ke telinga Surip. Wajah Surip putih tak terkira. Sempurna sekali dan sangat alami.
Surip mencoba menyentuh riasan bibir dan matanya. Oh! Sakit sekali! Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Surip merasakan sakit ketika menyentuh matanya, seakan mata itu bukan riasan, tetapi matanya yang asli .... Oh ....
"Rip! Ayo, Rip! Bentar lagi kamu naik pentas!" Seseorang meneriaki Surip dan Surip segera berlari menuju ke bagian belakang panggung. Dia melupakan masalah riasan yang terlihat sangat nyata di wajahnya.
****
Pentas malam itu berhasil luar biasa. Penonton wayang orang malam itu sangat terpesona dengan akting Surip yang berperan menjadi Bagong, yang semestinya hanya tokoh pelengkap saja. Tetapi penonton bagaikan terhipnotis oleh Surip dan mengelu-elukan Surip, bahkan sampai pentas selesai.
Surip sangat terkejut, ketika setelah pertunjukan selesai, puluhan orang menantinya di belakang panggung.
"Mas Surip minta foto, ya?"
"Ini buat Mas Surip," kata seseorang sambil menjejalkan uang ke tangan Surip. Beberapa orang mengikuti jejak orang itu memberikan uang pada Surip, sehingga Surip kewalahan.
"Ya Allah, baru kali ini saya melihat Bagong yang sangat lucu dan luar biasa. Membuat saya sangat tertarik dengan pentas wayang malam ini. Padahal biasanya saya malas sekali menonton wayang, apalagi wayang orang."
"Benar. Dandannya Mas Surip menggemaskan sekali!"
"Iya, malam ini Bagongnya seperti benar-benar mewujud!"
Beberapa orang mulai menowel dan mencubit Surip. Surip benar-benar kewalahan dan buru-buru masuk ke dalam ruang gantinya dan menutup pintu ruang ganti itu dengan keras. Tiba-tiba saja keheningan menyapa Surip, padahal ada begitu banyak orang yang memanggil-manggil Surip dengan suara yang keras di luar ruang ganti.
"Bagaimana? Hebat, kan?"
Surip membelalak ketakutan ketika perlahan wanita ikan yang menjijikkan itu mewujud lagi di depannya. Wanita itu tersenyum.
"Dan sekarang saatnya kamu tahu kenyataannya, Rip!" Wanita itu terkekeh geli, dia mendekati Surip dan dengan kasar menarik wajah Surip. Surip menjerit kesakitan.
"Aaahhh! Apa yang kamu lakukan?" teriak Surip. Wanita itu tertawa terbahak-bahak.
"Lihat! Lihat!" teriak wanita itu.
Surip menjerit lagi. Kali ini Surip menjerit ketakutan. Dia merinding dan gemetar hebat, dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya, atau apa yang terjadi.
Ah, apa yang terjadi?
Surip melihat bayangan yang begitu mengerikan di cermin di depannya. Surip melihat tubuhnya yang memakai baju pentas Bagong lengkap dan wajahnya ... oh! Wajahnya rata, mulus dan ... dan tidak ada apa-apanya. Wajah Surip rata seperti dinding. Tetapi ... tetapi dari mana Surip bisa melihat kalau wajahnya rata dan tidak ada mata di sana? Surip menjerit ketakutan. Hei, dari mana Surip menjerit kalau wajahnya rata dan tidak ada bibir dan mulut di sana?
Surip mulai panik. Dia mencari wajahnya yang diambil paksa oleh wanita ikan tadi.
Oh!
Wajah itu tergeletak di lantai begitu saja. Wajah tokoh punokawan Bagong yang sangat mengerikan. Matanya bulat sempurna, berwarna merah tua, bibirnya begitu lebar hampir memenuhi wajah Bagong itu, kulit wajahnya yang dibuat putih seperti cat membuat wajah Bagong itu seakan tak nyata dan selebihnya wajah itu selayak kulit yang terkelupas dengan darah yang mengalir dari bagian bawahnya.
Mata bulat itu melirik ke kanan dan ke kiri dengan liar. Bibirnya nampak bergerak ke sana ke mari tanpa arti. Dan kemudian wajah itu menyadari kalau Surip melihat ke arahnya. Seketika wajah itu tertawa dan mengeluarkan suara yang sangat mengerikan dan menyayat hati.
"Ibu, itu tubuhku tadi, kan?" tanya sang wajah Bagong dengan suara kekanakan. Wanita ikan mengangguk.
"Iya, Nak. Itu tubuhmu. Gunakan tubuhmu yang baru semamumu, Nak. Gunakan tubuhmu sesukamu," jawab sang wanita ikan. Dia kemudian tertawa puas.
Wajah itu kemudian melayang dari lantai. Surip melihat semuanya dengan jelas dengan wajahnya yang rata. Surip menjerit tertahan ketika wajah itu terbang ke arah Surip. Surip menjerit ngeri, dia berusaha berlari, tetapi Surip tidak bisa melihat dengan jelas, dia jatuh tersungkur dan wajah Bagong itu menampar Surip dengan sangat keras. Membuat Surip terjungkal beberapa kali ke belakang.
Dan ketika Surip berhenti terjungkal, Surip menyadari bahwa wajah itu telah menempel ketat di wajahnya. Surip berdiri dan bercermin lagi.
Oh ....
Wajah Surip sudah menjadi wajah Bagong lagi. Wajah Bagong yang begitu sempurna.
"Kamu tidak akan pernah bisa melepaskan wajah barumu ini, Rip. Wajah ini berarti adalah wajah barumu, berarti adalah kehidupan barumu. Wajah ini tidak akan bisa meninggalkanmu apapun yang terjadi. Maafkan aku, ya? Aku harus melakukan ini untuk memberi tempat hidup baru bagi anak-anakku ... aku melakukan ini sebagai bukti cinta dan sayangku pada anak-anakku yang belum kamu ambil. Aku titip mereka, ya, Rip! Maaf kalau mereka akan sedikit merepotkanmu ...." Wanita itu terkikik panjang dan menghilang dalam satu kedipan mata Surip.
Surip panik. Dia tak percaya. Surip mencoba menggosok matanya yang bulat sempurna itu, dia berharap bahwa mata itu adalah riasan saja. Tetapi mata itu tidak bisa hilang. Mata itu tetap berada di sana dan bahkan Surip merasa sakit yang menyengat ketika dia menggosok matanya kuat-kuat tadi dan seketika suara-suara teriakan di luar ruang ganti itu terdengar lagi.
Suara yang memanggil-manggil Surip, memuji Surip dan mengelu-elukan Surip dengan keras itu membanjiri telinga Surip. Surip menoleh ke arah pintu dengan ragu. Dia sangat takut dan bingung. Dia takut bagaimana caranya hidup dengan wajah mengerikan seperti ini.
Surip menelan ludah. Dia tak bisa membayangkan apa yang dilakukan Rini kalau melihat dia berwajah seperti ini untuk selamanga. Surip menangis. Air matanya berlelehan membasahi pipinya. Surip menghapus air mata itu dan berharap riasan di wajahnya akan ikut terhapus, tetapi tidak ada apa-apa di tangannya. Tangannya bersih tak bernoda.
Surip memejamkan matanya lagi. Dia tidak tahu harus bagaimana dan harus berbuat apa, tetapi perlahan kaki Surip melangkah menuju ke pintu dan membuka pintu ruang ganti itu perlahan.
Cahaya membanjiri mata Surip yang sekarang bulat sempurna. Surip tersenyum dengan bibirnya yang lebar.
Surip pasrah. Dia tidak tahu harus lari ke mana, jadi dia merengkuh takdirnya dengan tangan terbuka. Sepertinya dia akan menjadi budak wanita ikan itu untuk selamanya ....
****