Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Astrophile
0
Suka
27
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

"Ini akan jadi permainan yang menyenangkan," celetuk Mika sambil memutar pensil di tengah meja yang sedang kami kelilingi, suasana kelas lengang, hanya ada kami bertiga di sini.

"Cepat putar, Ka! Kau lama, keburu masuk nanti," tuntut Nadia yang nampaknya sudah mulai kesal, sebab dari tadi gadis berambut panjang itu hanya memainkan pensil dan mengoceh saja.

Mendengar hal tersebut, si empunya mulai mencebikkan bibir, lantas langsung memutar pensil di tangan kanannya. Kami bertiga sedang bermain truth or dare, jam istirahat sudah berlangsung 15 menit lalu, namun alih-alih pergi ke kantin, nyatanya kami malah sibuk dengan permainan yang dari jauh-jauh hari selalu ramai jadi bahan perbincangan di sekolah.

Namaku Kaluna Agista, gadis kelas XII-2, di salah satu SMA Negeri kota Bandung. Para gadis yang tadi berbicara adalah teman dekatku, meskipun Nadia ada di kelas lain, namun hal itu tak ayal membuat hubungan kami jadi berjarak.

"Wow, selamat jadi yang pertama Al. Nah, kau pilih T or D?" Mika bertanya dengan semangat, setelah menyelamatiku.

"Pantas saja firasatku dari awal tak enak, dare saja, kalian akan bertanya aneh-aneh jika kupilih truth," jawabku sekenanya.

"Oho, kau pandai juga memilih, eh sepertinya aku punya tantangan yang bagus. Kau tahu Lingga, kan? Sungguh kebetulan, hari ini dia berulang tahun. Tugasmu ialah memberinya ucapan selamat, jangan lupa beri dia sesuatu juga." Kali ini gantian Nadia yang dengan antusiasnya langsung memberiku misi.

Tentu saja aku tahu Lingga yang di maksud, dia adalah anak populer dari kelas Nadia. Ya meskipun dirinya populer dikalangan orang-orang, tapi bagiku dia adalah si aneh yang menyebalkan. Kenapa kusebut dia aneh? Sebab lelaki itu tingkahnya random sekali, khususnya padaku. Entah dia memperlakukan orang lain sama atau tidak, lagi pula kami tak sedekat itu untuk saling tahu.

Bisa kau bayangkan, pada pertemuan pertama saja, dia sudah mengatakan hal-hal yang tak bisa kumengerti. Setahun lalu lelaki bermata cokelat gelap itu tiba-tiba mendatangiku, yang sedang menunggu Nadia piket. Kami sudah janjian untuk pulang bersama, Mika tak masuk karena sakit, jadi aku menunggu sendiri di pelataran kelas XI-4.

Lelaki tersebut entahlah datang dari mana, sekonyong-konyong langsung duduk di sampingku. Lantas bertanya tentang objek paling terang di alam semesta, aku yang mendengarnya tersentak kaget. Oh ayolah ini seperti kuis dadakan, dengan kikuk aku menjawab Matahari. Namun lelaki yang kuketahui bernama Lingga Ganendra, dari name-tag seragamnya malah terkekeh geli.

Aku kesal tentu saja, si aneh ini kenapa sih, kiranya begitulah batinku mencerca dia. Lantas dengan nada jenaka, Lingga berkata jika jawabanku kurang tepat, yang benar itu Quasar... Agista. Tepat setelah mengatakannya, dia melengos pergi tanpa menjelaskan apapun, tentang maksud atau tujuannya. Aku yang masih memproses keadaan hanya bisa termangu, kenapa pula dia memanggil nama belakangku? Aneh.

Setelah hari itu, setiap kami bertemu, dia pasti akan mengoceh dan memberiku pertanyaan dadakan tentang sistem tata surya, matahari, bulan, planet, asteroid dan hal-hal lain tentang dunia astronomi. Bahkan dengan seenaknya memanggilku Agista selama setahun ini. Contohnya seperti di sore lalu, saat aku sedang menunggu Bapak untuk menjemput.

"Hei, Agista! Apa kau tahu, kalau Bulan itu bagian dari Bumi?" tanyanya yang mungkin baru saja selesai latihan basket, aku tahu karena tadi melihatnya mendrible bola di lapangan outdoor.

"Bisakah kau tidak memberiku kuis dadakan begini, Tuan Ganendra? Kepalaku sudah penuh oleh materi sekolah dan ekstrakulikuler, enyah sana!" ketusku, ayolah hariku sudah cukup melelahkan, otak kecil ini kelelahan setelah dipakai berjam-jam.

"Huh, kamu ini memang emosian ya, Nona Agista. Baiklah-baiklah, aku akan memberikan pengetahuan baru untukmu hari ini, jawabannya Ya. Bulan adalah bagian dari Bumi, Bulan terbentuk 4,5 miliar tahun lalu, saat planet Theia menabrak Bumi. Nah pecahan dari materi tersebut, terlempar ke orbit Bumi dan kemudian membentuk Bulan secara perlahan."

Meskipun dia terdengar memberi olokkan diawal, hingga hampir membuatku mengikis wajah tengilnya. Kalimat lanjutan yang ia utarakan berhasil membungkamku, jujur saja baru kali ini orang yang kupanggil Ganendra, mau memberikan jawaban secara cuma-cuma.

"Kenapa? Kau terpesona dengan ketampananku, penjelasanku atau keduanya? Hei, ayahmu sudah menjemput. Sana, kau harus pulang! Aku mau lanjut mengorbit lapangan dulu," sambung Lingga, sebelum berlalu tanpa repot menungguku buka suara.

Ya kurang lebih begitulah kesanku pada si murid populer, maka dengan penuh kesadaran aku langsung memprotes misi yang diajukan Nadia. Setelah melalui perdebatan yang cukup sengit, aku tetap kalah suara, sebab Mika ternyata memihak Nadia. Saat begini saja mereka kompak, biasanya selalu ribut dan beda pendapat.

Maka dengan enggan aku mulai beranjak menuju kantin, ingatkan jika aku harus memberikan dia kado juga. Tsk, kenapa pula ujung pensil itu harus mengarah padaku? Baiklah ayo bergegas agar semuanya cepat selesai. Begitu sampai di salah satu warung kelontong di sana, aku sempat bingung akan membelikannya apa. Hingga pilihanku jatuh pada minuman isotonik dan roti selai kacang, masa bodolah tentang dia yang akan memakannya atau tidak, pokoknya misiku tuntas saat menyerahkan ini nanti.

Sepeminuman teh kemudian, aku berjalan santai menuju taman belakang sekolah. Tempat di mana lelaki bermata cokelat gelap itu, biasa menghabiskan waktu istirahatnya. Kenapa aku tahu? Sebab setiap kali lewat sana, aku sering mendapati dia duduk bersandarkan pohon kiara payung. Belum lagi tadi aku sempat bertanya kepada temannya, yang kebetulan juga sedang berjalan menuju kantin.

Dan benar saja, si Ganendra ada di sana, duduk percis di bawah pohon kiara payung. Siapa pula yang menanam pohon tersebut? Eh kok pemikiranku jadi kemana-mana sih, kupukul pelan kepala yang sempat melalang buana itu. Kemudian melangkah mantap, untuk mendekati target utamaku.

"Hei, ini!" seruku pada si lelaki, Lingga tampak tersentak kecil. Kemudian ia mengerutkan kening, aku tahu dia pasti kebingungan sekarang.

"Agista, apa kau demam? Atau mungkin kepalamu terbentur sesuatu? Haruskah kuantar ke UKS, sebentar aku-" Lingga tampak disorientasi saat mengatakannya, jadi aku langsung menyela sebelum perkataannya semakin menjalar keluar konteks.

"Aku baik-baik saja, ini cepat ambil! Tanganku akan patah jika terjulur lebih lama lagi, ya bagus... Dan juga, selamat ulang tahun Lingga Ganendra. Baiklah aku pergi dulu."

Sekarang misiku selesai, atau begitulah dugaanku. Karena saat akan beranjak pergi, lelaki dengan tinggi 175 sentimeter itu sudah lebih dulu menjulang di depanku. Nampaknya ia tak puas dengan penjelasan yang kuberi.

"Eh tunggu dulu, aduh Agista. Ini memang hari ulang tahunku, terima kasih untuk ucapan dan hadiahnya, tapi aku benar-benar tak mengerti maksud dari tindakanmu ini," ujar Lingga, saat dia sudah berhasil mencegat jalanku.

"Tidak ada maksud apa-apa, kau hanya terlihat menyedihkan karena menyendiri di sini. Sudah sana minggir, aku mau kembali ke kelas!" sungutku agak kesal karena dia ternyata cukup keras kepala, padahal tinggal terima saja tanpa perlu banyak tanya.

Sungguh ingin sekali kubilang jika ini dare, tapi kedua manusia yang menjabat sebagai pemberi misi, tak memperbolehkanku memberitahu target. Alhasil aku harus memutar otak untuk mengelak.

"Baiklah, jika kamu tidak ingin mengatakan alasannya. Jadi sebagai imbalan, aku akan memberimu satu pengetahuan baru." Dia menjeda kalimatnya untuk menunggu persetujuanku, anggukan singkat lantas kuberikan.

"Kau tahu jika Matahari adalah sebuah bintang raksasa, kan? Nah karena dia adalah bintang, tentunya saja suatu saat bahan bakarnya akan habis, lalu kemudian mati. Tapi tenang saja, tidak akan ada ledakan atau Supernova. Matahari hanyalah salah satu bintang kecil di Galaksi, dia hanya akan berakhir menjadi Katai Putih, bintang yang tak lagi bersinar." Sambungnya sembari menjalin kontak mata denganku, yang mana sedang memperhatikannya. Hei fakta ini baru kuketahui.

"Apakah informasi itu ekuivalen sebagai imbalannya, Nona Agista?" tanya Lingga dengan binar teduh, yang setia membingkai mata cokelat gelapnya.

Aku bahkan dibuat kikuk karena kedapatan masih memperhatikan si empunya, tak ingin membuat suasana makin canggung. Aku lantas memberinya anggukan, lagi. Sebelum berlalu pergi dengan mengambil jalan memutar, entah kenapa suaraku mendadak tercekat.

***

Suara riuh klakson membuyarkan lamunan nostalgia itu, rupanya bus yang kutunggu sudah datang. Baru saja aku beranjak untuk melangkah masuk ke dalam bus -yang nampak penuh sesak, ponselku bergetar pelan.

Notifikasi dari beranda menunjukkan nama Mikauuu, hari ini jadwalku untuk menengok si cantik -anaknya Mika- yang sudah lahir 2 bulan lalu. Memang agak terlambat, salahkan saja atasanku, sebab membuat para karyawannya lembur selama sebulan full. Kadang aku benci fakta tentang menjadi pekerja korporat.

Setelah dikira cukup untuk berbalas pesan dengan ibu si bayi, aku berencana menyimpan ponsel dalam tas. Hingga tanpa sengaja tanganku menggeser layar ke status bar. Oh, rupanya sekarang tanggal 13 Juni. Yah tak heran sih aku sampai mengingatnya, kami tak pernah bertemu lagi sejak lulus dari menengah atas dulu.

"Oi Nona Agista, tak berminat memberiku minuman isotonik dan roti selai kacang lagi? Ini hari ulang tahunku, jika kamu lupa," sahut suara familiar yang telah bertahun ini tak kudengar.

Tak ingin menyiakan kesempatan, mataku dengan awas mulai mencari sosok tersebut. Kumohon... semoga itu dia, batinku putus asa. Sampai bermenit kemudian tak jua kudapati batang hidungnya, keadaan bus yang penuh sesak menjadi kendala. Sekarang jam pulang kantor, waktu di mana para pekerja memadati kendaraan umum.

Ditengah melankoli itu, uluran tangan lain mulai terasa melingkupi handle-bus yang sedang kugunakan, diiringi suaranya yang kembali terdengar.

"Rush hour memang rusuh, aku sampai terdorong dari pusat gravitasi. Maaf membuatmu kebingungan, halo Agista... Mana ucapan ulang tahunku?" Katanya diiringi seringai khas, yang membuat mata cokelat itu serupa bulan sabit.

"Selamat ulang tahun, galaksiku. Lingga Ganendra," ujurku dengan mata yang berkaca.

Lingga tampak terkesiap mendengar kalimatku, namun hanya sepersekian detik, sebelum kurasakan genggamannya semakin mengerat. Disertai daun telinga yang perlahan memerah, dan senyum manawan yang menghias wajah rupawannya.

Ini dia, benar-benar nyata. Galaksiku, Ganendraku.

***

"Agista, tahu tidak kalau Bulan selalu menjauh dari Bumi? Katanya sekitar 3,8 cm setiap tahunnya, tapi tenang saja sebelum dia benar-benar keluar dari orbit Bumi. Matahari akan lebih dulu menjadi red giant dan menelan beberapa planet termasuk Bumi,” kata Lingga, di suatu siang, saat jam olahraga kelas kami digabung.

Aku dan dia sedang ada di bangku pinggir lapangan, menyaksikan anak-anak perempuan bermain basket, giliranku baru saja usai beberapa menit lalu. Sudah hampir setahun sejak pertemuan kami di pelataran kelas XI-4 saat itu, tak banyak yang berubah.

Dia masih suka memberiku kuis dadakan, terkadang jika mood-nya bagus, lelaki itu akan langsung menjelaskannya tanpa menunggu reaksiku. Tingkahnya pun masih semenyebalkan dulu.

Tapi ada satu hal yang berbeda dariku, yang sialnya baru kusadari belum lama ini. Rupanya, hatiku mulai berdetak anomali setiap kami bersua.

.

.

.

.

-Fin-

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Astrophile
Fianaaa
Cerpen
Percakapan Error
Semut Kecil
Cerpen
Bronze
Ibu Jangan Tinggalkan Adek
Yona Elia Pratiwi
Cerpen
chabi & beni
faridha maharani azzahra
Cerpen
Bronze
Kena Batunya
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Suara Butala
bloomingssy
Cerpen
Bronze
Ibu dan Segala Kompleksitasnya
Siti Aminatus Solikah
Cerpen
Hal Yang Lucu
Cassandra Reina
Cerpen
Harapan
Cassandra Reina
Cerpen
Tuan Oh Tuan
Jie Jian
Cerpen
Bronze
NURAGA
SIONE
Cerpen
Seperti mati, hidup juga punya banyak alasan
tseasalt
Cerpen
Bronze
Lelaki Bermata Teduh Part-4
Munkhayati
Cerpen
Jodoh di Tangan Juragan
Dian Rinda
Cerpen
Virus Mulut Tetangga
Khairaniiii savira
Rekomendasi
Cerpen
Astrophile
Fianaaa
Cerpen
Maaf, aku terlambat tahu.
Fianaaa
Novel
SEGARA
Fianaaa
Cerpen
Afeksi Sang Rasi Phoenix
Fianaaa
Cerpen
ARKAIS
Fianaaa
Flash
Mengeja Gerimis
Fianaaa