Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
November selalu terasa seperti pelukan dingin. Kabut tebal menggantung di jalanan kota, membuat lampu-lampu jalan tampak seperti kunang-kunang yang kesepian. Hembusan angin membawa aroma tanah basah dan daun-daun kering, mengingatkanku pada kenangan masa kecil yang perlahan memudar.
Aku bernama Anya, dan November adalah bulan yang selalu membuatku merenung. Bukan karena kesedihan, tapi lebih karena perasaan nostalgia yang mendalam. Tahun ini, November terasa lebih kelabu dari biasanya. Pekerjaanku sebagai ilustrator lepas sedang sepi, dan apartemen kecilku terasa semakin sempit.
Suatu sore, saat sedang termenung di depan jendela, aku mencium aroma kayu manis yang familiar. Aroma itu membawaku kembali ke masa kecilku, ke rumah nenek di desa pegunungan. Nenek selalu membuat kue kayu manis setiap bulan November. Aromanya selalu memenuhi seluruh rumah, menciptakan suasana hangat dan nyaman.
Tanpa berpikir panjang, aku memutuskan untuk pergi ke pasar tradisional di dekat apartemenku. Aku ingin mencari bahan-bahan untuk membuat kue kayu manis, berharap bisa mengusir kelabu November dari hatiku.
Pasar tradisional itu selalu ramai dengan hiruk pikuk pedagang dan pembeli. Aroma rempah-rempah, buah-buahan, dan sayuran segar bercampur menjadi satu, menciptakan suasana yang unik dan menggugah selera. Aku berjalan menyusuri lorong-lorong pasar, mencari kios yang menjual kayu manis.
Akhirnya, aku menemukan sebuah kios kecil yang penuh dengan berbagai macam rempah-rempah. Seorang wanita tua dengan senyum ramah menyambutku.
"Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.
"Selamat sore, Bu. Saya mencari kayu manis," jawabku.
Wanita itu mengambil beberapa batang kayu manis dari dalam kotak dan memberikannya kepadaku. Aroma kayu manis itu langsung memenuhi indra penciumanku, membawaku kembali ke rumah nenek.
"Kayu manis ini istimewa, Nona. Saya mendapatkannya langsung dari petani di pegunungan," kata wanita itu.
Aku membeli kayu manis itu dan beberapa bahan lainnya untuk membuat kue. Setelah selesai berbelanja, aku kembali ke apartemenku.
Di apartemen, aku mulai menyiapkan adonan kue. Aroma kayu manis mulai memenuhi seluruh ruangan, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman. Sambil menunggu adonan mengembang, aku membuka kotak kenangan masa kecilku.
Di dalam kotak itu, aku menemukan foto-foto lama, surat-surat dari nenek, dan beberapa benda kecil lainnya yang memiliki arti penting bagiku. Aku tersenyum saat melihat foto nenek yang sedang tersenyum lebar sambil memegang sepiring kue kayu manis.
Air mataku menetes tanpa sadar. Aku merindukan nenek, merindukan rumah di desa pegunungan, dan merindukan masa kecilku yang bahagia.
Setelah adonan mengembang, aku mulai membentuk kue kayu manis. Aku membuat berbagai macam bentuk, seperti hati, bintang, dan lingkaran. Sambil membentuk kue, aku teringat akan cerita-cerita yang selalu diceritakan nenek saat kami membuat kue bersama.
Setelah selesai membentuk kue, aku memanggangnya di dalam oven. Aroma kayu manis semakin kuat, memenuhi seluruh apartemen. Aku duduk di dekat oven, menunggu kue matang.
Beberapa saat kemudian, kue kayu manis sudah matang. Aku mengeluarkan kue dari oven dan membiarkannya dingin sejenak sebelum menghiasnya dengan icing gula.
Setelah selesai menghias kue, aku menyajikannya di atas piring dan meminum secangkir teh hangat. Aku menggigit kue kayu manis itu perlahan, menikmati setiap gigitan.
Aroma dan rasa kue kayu manis itu persis seperti kue yang dibuat nenek. Air mataku kembali menetes, kali ini bukan karena kesedihan, tapi karena kebahagiaan.
Kue kayu manis itu berhasil mengusir kelabu November dari hatiku. Aku merasa lebih hangat, lebih nyaman, dan lebih bersemangat. Aku tahu, meskipun nenek sudah tidak ada, kenangan tentangnya akan selalu hidup di dalam hatiku.
Malam itu, aku duduk di depan jendela sambil menikmati kue kayu manis dan teh hangat. Kabut di luar tampak lebih tipis, dan lampu-lampu jalan tampak lebih bersinar. Aku tersenyum, menyadari bahwa bahkan di November yang kelabu, selalu ada cahaya yang bisa ditemukan. Aroma kayu manis telah membawaku kembali ke kehangatan, ke cinta, dan ke harapan. Dan itu, lebih dari cukup.
November selalu terasa seperti pelukan dingin. Kabut tebal menggantung di jalanan kota, membuat lampu-lampu jalan tampak seperti kunang-kunang yang kesepian. Hembusan angin membawa aroma tanah basah dan daun-daun kering, mengingatkanku pada kenangan masa kecil yang perlahan memudar.
Aku bernama Anya, dan November adalah bulan yang selalu membuatku merenung. Bukan karena kesedihan, tapi lebih karena perasaan nostalgia yang mendalam. Tahun ini, November terasa lebih kelabu dari biasanya. Pekerjaanku sebagai ilustrator lepas sedang sepi, dan apartemen kecilku terasa semakin sempit. Dulu, aku punya banyak proyek, menggambar karakter untuk buku anak-anak atau membuat ilustrasi untuk artikel majalah. Tapi belakangan ini, permintaan menurun drastis. Aku mulai khawatir tentang tagihan yang menumpuk dan masa depan yang terasa tidak pasti.
Suatu sore, saat sedang termenung di depan jendela, memandangi kabut yang menggantung di luar, aku mencium aroma kayu manis yang familiar. Aroma itu membawaku kembali ke masa kecilku, ke rumah nenek di desa pegunungan. Nenek selalu membuat kue kayu manis setiap bulan November. Aromanya selalu memenuhi seluruh rumah, menciptakan suasana hangat dan nyaman. Setiap tahun, aku dan sepupu-sepupuku akan berkumpul di rumah nenek, membantu membuat kue dan mendekorasi rumah untuk menyambut Natal. Itu adalah saat-saat yang penuh dengan tawa, kebahagiaan, dan cinta.
Tanpa berpikir panjang, aku memutuskan untuk pergi ke pasar tradisional di dekat apartemenku. Aku ingin mencari bahan-bahan untuk membuat kue kayu manis, berharap bisa mengusir kelabu November dari hatiku. Aku berharap, aroma dan rasa kue itu bisa membangkitkan semangatku kembali, mengingatkanku bahwa masih ada keindahan dan kebahagiaan dalam hidup.
Pasar tradisional itu selalu ramai dengan hiruk pikuk pedagang dan pembeli. Aroma rempah-rempah, buah-buahan, dan sayuran segar bercampur menjadi satu, menciptakan suasana yang unik dan menggugah selera. Aku berjalan menyusuri lorong-lorong pasar, mencari kios yang menjual kayu manis. Aku melewati kios yang menjual bunga-bunga segar dengan warna-warna cerah, kios yang menjual ikan dan daging segar, dan kios yang menjual berbagai macam makanan tradisional.
Akhirnya, aku menemukan sebuah kios kecil yang penuh dengan berbagai macam rempah-rempah. Seorang wanita tua dengan senyum ramah menyambutku. Wajahnya keriput, tapi matanya berbinar penuh kehangatan.
"Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.
"Selamat sore, Bu. Saya mencari kayu manis," jawabku.
Wanita itu mengambil beberapa batang kayu manis dari dalam kotak dan memberikannya kepadaku. Aroma kayu manis itu langsung memenuhi indra penciumanku, membawaku kembali ke rumah nenek. Aku bisa merasakan seolah-olah nenek ada di dekatku, tersenyum dan memelukku.
"Kayu manis ini istimewa, Nona. Saya mendapatkannya langsung dari petani di pegunungan," kata wanita itu. "Mereka menanamnya dengan cinta dan perawatan, sehingga aromanya sangat kuat dan rasanya sangat enak."
Aku membeli kayu manis itu dan beberapa bahan lainnya untuk membuat kue. Aku juga membeli beberapa buah apel dan pir untuk membuat pai, ide yang tiba-tiba muncul di benakku. Setelah selesai berbelanja, aku kembali ke apartemenku.
Di apartemen, aku mulai menyiapkan adonan kue. Aroma kayu manis mulai memenuhi seluruh ruangan, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman. Sambil menunggu adonan mengembang, aku membuka kotak kenangan masa kecilku. Aku menyalakan musik jazz favoritku, membiarkan alunan musik mengisi keheningan apartemen.
Di dalam kotak itu, aku menemukan foto-foto lama, surat-surat dari nenek, dan beberapa benda kecil lainnya yang memiliki arti penting bagiku. Aku tersenyum saat melihat foto nenek yang sedang tersenyum lebar sambil memegang sepiring kue kayu manis. Di foto itu, aku masih kecil, berdiri di samping nenek dengan wajah penuh belepotan adonan kue.
Air mataku menetes tanpa sadar. Aku merindukan nenek, merindukan rumah di desa pegunungan, dan merindukan masa kecilku yang bahagia. Aku merindukan kehangatan, cinta, dan keamanan yang selalu kurasakan saat berada di dekat nenek.
Setelah adonan mengembang, aku mulai membentuk kue kayu manis. Aku membuat berbagai macam bentuk, seperti hati, bintang, dan lingkaran. Sambil membentuk kue, aku teringat akan cerita-cerita yang selalu diceritakan nenek saat kami membuat kue bersama. Cerita tentang peri hutan, tentang kurcaci yang baik hati, dan tentang pohon ajaib yang bisa mengabulkan permintaan.
Setelah selesai membentuk kue, aku memanggangnya di dalam oven. Aroma kayu manis semakin kuat, memenuhi seluruh apartemen. Aku duduk di dekat oven, menunggu kue matang. Aku merasa lebih tenang dan damai dari sebelumnya.
Beberapa saat kemudian, kue kayu manis sudah matang. Aku mengeluarkan kue dari oven dan membiarkannya dingin sejenak sebelum menghiasnya dengan icing gula. Aku membuat icing dengan warna putih dan merah, menghias kue dengan motif sederhana tapi manis.
Setelah selesai menghias kue, aku menyajikannya di atas piring dan meminum secangkir teh hangat. Aku menggigit kue kayu manis itu perlahan, menikmati setiap gigitan.
Aroma dan rasa kue kayu manis itu persis seperti kue yang dibuat nenek. Air mataku kembali menetes, kali ini bukan karena kesedihan, tapi karena kebahagiaan. Aku merasa seolah-olah nenek ada di dekatku, tersenyum dan memelukku.
Kue kayu manis itu berhasil mengusir kelabu November dari hatiku. Aku merasa lebih hangat, lebih nyaman, dan lebih bersemangat. Aku tahu, meskipun nenek sudah tidak ada, kenangan tentangnya akan selalu hidup di dalam hatiku. Dan aku tahu, aku bisa menghadapi apapun dengan semangat dan cinta yang diajarkan nenek kepadaku.
Malam itu, aku duduk di depan jendela sambil menikmati kue kayu manis dan teh hangat. Kabut di luar tampak lebih tipis, dan lampu-lampu jalan tampak lebih bersinar. Aku membuka buku sketsaku dan mulai menggambar. Ide-ide baru bermunculan di benakku, karakter-karakter baru mulai terbentuk di atas kertas. Aku tersenyum, menyadari bahwa bahkan di November yang kelabu, selalu ada cahaya yang bisa ditemukan. Aroma kayu manis telah membawaku kembali ke kehangatan, ke cinta, dan ke harapan. Dan itu, lebih dari cukup. Aku tahu, aku akan baik-baik saja. Aku akan terus berkarya, terus berjuang, dan terus mengenang nenek dengan cinta dan rasa syukur. November kelabu ini, ternyata, membawa berkah tersendiri.