Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Namanya Agatha. Agatha Marvellyn. Lahir di Bandung, tahun 1999. Perempuan cantik dan senyumnya manis. Mempunyai rambut ikal berwarna pirang.
Agatha tinggal bersama orangtuanya. Ayah dan ibunya. Ayahnya adalah seorang karyawan disalah satu kantor yang ada di Jember, Jawa timur. Dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.
Serta ia tinggal bersama adik bungsunya yang bernama Grazella Marvellyn. Adik yang cantik, putih, pintar dan juga memiliki senyum yang manis seperti kakaknya. Umur mereka tidak berbeda jauh.
Tahun 2016 ayahnya pindah tugas ke Jakarta. Maka dari itu Agatha, ibu, dan adik bungsunya yang bernama Grazella ikut pindah. Disana mereka akan mendapatkan kehidupan baru; Rumah baru, sekolah baru, teman baru, dan lain-lain.
Di Jakarta mereka akan tinggal di apartemen yang tidak lama di beli oleh ayahnya. Sekitar satu minggu sebelum mereka pindah ke Jakarta. Yang kira-kira ukurannya 30 meter persegi dengan ruang yang terbatas tapi sudah komplit dengan area duduk, kamar mandi, kamar tidur, ruang TV, ruang kerja, ruang makan bahkan dapur. Agatha akan tidur bersama adiknya dikamar yang tidak terlalu luas.
Sekitar empat hari setelah tinggal di Jakarta. Agatha dan adiknya masuk ke sekolah yang sama. Grazella akan menduduki bangku kelas IX SMP sedangkan Agatha akan menduduki bangku kelas XI IPA 1 SMA. Sekolah itu bernama Douzen. Sekolah yang dimana membuat Agatha selalu bahagia.
Setiap pulang sekolah Agatha selalu mampir ke cafe yang dekat dengan sekolahnya untuk minum kopi yang hangat dan juga mendengar musik yang bergenre jazz. Baginya musik itu adalah hiburan untuknya jika ia sedang sedih atau patah hati karena lelaki.
***
"Agatha!" teriak Valerie dari pintu kelas. Suara itu menjadi pusat perhatian para siswa di kelas. Agatha yang sedang tertidur terbangun dengan wajah tercengang. Ia merasa dipermalukan oleh sahabatnya.
Agatha menghampiri Valerie, “Ada apa?!” tegasnya. Tanpa berpikir lebih lama, Valerie menarik tangan Agatha. Ia membawa Agatha tepat di hadapan mading sekolah.
Terpajang berita tentang Agatha dengan Alvaro—Rumor mereka berpacaran. “Maksud dari ini apa?!” tanya Valerie seraya menunjuk poster yang terpajang di hadapannya.
Agatha menarik poster tersebut dan menatapnya. “Dari mana mereka bisa tau ini?” tanya balik Agatha.
“Jadi berita itu bukan mitos?” heran Valerie. “Ini juga maunya kamu kan. Inget gak, tantangan yang kamu kasih ke aku pas di kantin?” jelas Agatha kepada Valerie berharap ia mengingatnya.
“T-tapi, semua itu cuman bercanda. Gw gak serius Tha.” ucap Valerie dengan memperjelas maksud dari perkataan sebelumnya.
“Yasudah lah, mau diapakan lagi, sudah terlanjur juga.” pasrah Agatha. Mereka kembali ke kelas dengan wajah yang apa adanya itu.
***
Alunan musik dari keyboard piano pada cafe Bellisreo membuat Agatha merasa nyaman berada di tempat tersebut. Ia sangat menikmati suasananya. Seketika alunan musik tersebut berhenti. Agatha membuka matanya dan melihat ke atas panggung. Ia tidak menemukan seorang pun disana.
“Agatha?” ucap Alvaro dari samping kiri Agatha, “Kamu ngapain disini?” tanyanya lagi. Agatha memutar badannya ke samping kiri, ia merasa mengenal suara tersebut, “Kak Alvaro.” ucapnya dengan senyuman manisnya itu.
“Kamu ngapain disini Agatha?” tanya ulang Alvaro yang begitu heran dengan sikap pacarnya ini.
“OH. Ini ka-k…” gugup Agatha, “l-lagi…” seraya melirik kanan dan kirinya, “N-nunggu Valerie, i-iya nunggu Valerie kak.” lanjutnya lebih jelas. “Kalau kakak sendiri, ngapain kesini?” tanya kembali Agatha.
“Mau nemuin sepupu nih, mau aku kenalin gak?” jawab serta tanya kembali Alvaro. Agatha hanya mengangguk-angguk. “Oke, tunggu disini ya.” ucap Alvaro.
Tak lama dari kepergian Alvaro, Agatha mendapatkan pesan dari Valerie. Ia bergegas meninggalkan cafe tersebut.
***
Petikan senar gitar memainkan alunan musik itu sehingga pria tampan dengan secangkir kopinya itu reminisensi kejadian di masa kecil.
Tepat pada usia 5 tahun, ia bertemu anak perempuan cantik dengan rambut ikal dan bulu mata yang lentik itu. Ia menghampiri anak perempuan itu dan berkata, “Halo.” seraya menyodorkan tangan kanannya.
“Jangan kamu deketin Agatha.” ucap anak laki-laki seraya memegang tangan anak perempuan itu dan membawa pergi dari anak laki-laki yang memperkenalkan dirinya.
Tidak menyerah begitu saja, anak laki-laki itu memberikan sapu tangan berwarna hijau dengan tertulis inisial ZRA di sebelah kanan bawah. Anak perempuan itu melihatnya dan anak laki-laki itu melambai tangannya.
Dengan hentinya alunan musik menyadarkan pria tampan itu. “Apakah kamu Agatha yang sama?” tanyanya kepada diri sendiri.
***
“Loh, kak Arkan?” heran Agatha yang baru saja keluar dari lift, “Kak Arkan ngapain disini?” lanjutnya. Arkan hanya diam menatap Agatha, “Cantik.” naluri Arkan.
“Arkan? Lu ngapain disini?” tanya Alvaro yang baru saja sampai di depan apartemen. “Gw mau jemput Salsha.” jawab Arkan.
“Oh, gw kira lu dateng kesini buat jemput Agatha.” gurau Alvaro.
“Kalau bisa, gw mau Al.” naluri Arkan.
Agatha meraih tangan Alvaro. Mereka saling menggenggam. Hal tersebut membuat Arkan cemburu, ia merasa tidak rela Agatha bersama Alvaro.
“Dari kapan lu disini?” tanya Salsha yang baru saja sampai di lantai dasar. Ia melihat wajah sahabatnya murung. Sepertinya ia mengetahui alasan dari wajah murung sahabatnya ini. Tak salah lagi, Agatha.
“Yuk, nyokap udah tunggu di rumah dan mereka juga udah berangkat.” ucap Arkan seraya berjalan ke tempat parkir motornya. “Mereka? Agatha dan Alvaro?” tanya dan tawa tipis Salsha.
***
“Brengsek!” PRAK—
Teriak pria berjaket hitam seraya memukul Arkan dari belakang di halaman rumah Alvaro tepat pada ulang tahun Arkan yang ke-18. Alvaro yang melihat hal tersebut menarik pria berjaket hitam itu dan memukulnya kembali.
“Aca?” pekik Agatha setelah melihat wajah pria yang memukuli Arkan. Ia berusaha memisahkan Alvaro dan Rassya yang saling pukul-memukul. “STOP!” teriak Agatha. Seketika mereka terdiam seperti patung.
“Aca, kamu ngapain disini? Kenapa kamu pukul kak Arkan tanpa alasan?” tanya Agatha yang heran kepada Rassya. “Kamu mau tau, siapa yang teror kamu dengan kata-kata yang indah itu? Itu orangnya,” seraya menunjuk Arkan, “Dia pelakunya Tha, dia yang udah kirim surat-surat dan pesan-pesan itu ke kamu. Dia ZRA yang kamu cari.” lanjutnya.
Arkan mendengar perkataan dari Rassya, tertawa tipis, “Lu tau dari mana kalau itu gw? Dan lu sebut kalau gw teror Agatha?” tanya Arkan kepada Rassya, “Gak, masuk di akal!” tegas Arkan.
“Apa-apaan ini?!” teriak Alvaro yang tidak memahami situasi. Ia bingung dari ucapan Rassya. Teror? Kata-kata indah? Arkan? ZRA? Apa itu semua?!
“Si brengsek mau ngeles.” ucap Rassya seraya melepehkan ludahnya.
“Terserah lu mau bilang apa yang pasti gw bukan ZRA atau orang yang teror Agatha.” jelas Arkan seraya masuk ke dalam rumah. Salsha mengikuti Arkan dari belakang.
Agatha yang tak percaya, sahabat kecilnya melakukan hal diluar dugaannya. Ia kecewa akan kelakuan Rassya yang seperti kekanak-kanakan. Agatha menarik tangan Alvaro dan masuk ke dalam rumah dan meninggalkan sahabatnya itu.
***
‘Kamu itu seperti matahari dan bulan yang selalu menyinari hidupku di pagi dan malam hari. Setelah sekian lamanya, aku mencarimu di berbagai tempat. Pertama kali kita bertemu, mata, rambut, dan bibirmu membuatku jatuh cinta kepadamu. Cintaku memang hanyalah angan-angan saja, tapi percayalah cintaku adalah cinta sejati. Kamu adalah perempuan kedua yang berada dihatiku yang paling tulus ini.
Sesekali menatapmu dari kejauhan seakan aku tertampar akan kenyataan bahwa kita tidak bisa bersama karena pria itu. Pria yang menarik tanganmu tepat di hadapanku, membawamu pergi menjauh dariku. Pria itu tidak rela kamu bersamaku. Pria itu juga yang sudah memukulku tanpa alasan yang jelas tepat di hadapanmu.
Aku ingin kita bersama seperti pasangan pada umumnya, aku ingin kita piknik, berolahraga, dan pergi jalan-jalan bersama. Menaiki perahu, mengitari taman dengan sepeda, dan membuat kue bersama. Namun itu hanyalah angan-angan saja yang tidak bisa digapai. Kamu dan aku itu seperti langit dan awan yang sama-sama berada di tempat yang sama tapi tidak bisa bersatu karena terhalang akan wujud.
—ZRA’