Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Chapter 1 - Arina, Sang Korban
Arina,…
…seorang wanita yang kuat.
Dia tidak pernah mengadu kepada orang tuanya ketika dilecehkan oleh seorang anak SMA pada saat dirinya berusia sembilan tahun.
Dia juga tidak pernah melapor kepada gurunya ketika teman satu sekolahnya memegang dadanya tanpa izin.
Dia bahkan hanya diam saja ketika tangan kanannya diarahkan secara paksa oleh pamannya untuk memegang alat kemaluannya.
Dia hanya diam. Dia tidak pernah mengadu. Dia selalu menanggung semua ini sendirian dalam hatinya.
Waktu berlalu, kehidupan terus berjalan, dan zaman berubah. Semua orang di media sosial, khususnya perempuan, tiba-tiba memberanikan diri untuk bercerita mengenai pengalaman mereka ketika mendapatkan pelecehan seksual dari lawan jenis.
Ada orang yang menanggapi cerita tersebut dengan sinis. Ada juga yang kasihan. Ada juga yang merasa relate karena punya pengalaman serupa. Macam-macam.
Arina juga memberanikan diri untuk bercerita. Dia mengetik panjang lebar di Twitter sambil mengeluarkan air mata yang selama ini ditahannya.
Respon dari orang-orang? Netizen perempuan yang membaca cerita Arina berusaha menguatkannya, menandakan mereka mengerti pengalaman Arina. Sementara netizen laki-laki yang membaca mayoritas mengatakan bahwa Arina bodoh. Kata mereka yang mencoba menghujat, mengapa dia tidak melapor kepada polisi dari dulu?
Arina kesal dengan respon dari para laki-laki yang memojokkan dirinya. Hanya saja, dia mengakhiri tangisannya. Dia memutuskan untuk berdamai dengan fakta bahwa memang ada banyak laki-laki yang senang melecehkan perempuan, baik itu secara verbal maupun fisik. Sehingga tidak mengherankan lagi jika ada banyak laki-laki yang memojokkan dirinya.
Arina menutup laptopnya. Dia merasa sudah lega setelah menceritakan semua pengalaman buruk dalam hidupnya yang membuatnya trauma, terlepas dari semua respon atas ceritanya baik yang mendukung maupun yang menghina.
Arina kemudian naik ke kasurnya. Dia menarik selimut untuk segera tidur. Setiap pagi, siang, dan malam, dia selalu menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang. Dia tidak pernah mau mengenakan baju atau celana pendek, termasuk saat tidur. Dia tidak bisa lupa dengan masa lalunya.
Dia menutup matanya dan kemudian terlelap.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Chapter 2 - Kebangkitan Arina
“Apa sebenarnya tujuanku di dunia ini?”
Pertanyaan itu selalu muncul dalam otak Arina setiap harinya…sejak pertama kali dirinya dilecehkan oleh seorang anak SMA sewaktu kecil.
“Mengapa aku terlahir sebagai perempuan?”
Sudah tidak tahu apa tujuannya lahir ke dunia, dia juga mempertanyakan mengapa dirinya terlahir sebagai perempuan. Arina iri dengan laki-laki yang bahkan bisa keluar rumah tanpa mengenakan pakaian dan tetap dimaklumi oleh orang-orang sekitar. Arina iri dengan kebebasan yang dimiliki oleh anak laki-laki.
“Apakah tujuannya terlahir sebagai perempuan hanya untuk dilecehkan?”
Semakin dewasa, Arina semakin bertanya apakah benar jika perempuan hadir ke dunia ini hanya untuk menjadi pemuas nafsu laki-laki? Jika iya, dia lebih memilih untuk kembali dan tidak pernah lahir ke dunia yang kejam ini. Sayangnya, dia tidak bisa melakukannya. Arina lebih memilih berdamai.
Hanya saja, setelah cerita soal pengalaman traumanya itu tayang di Twitter, Arina yang semula memutuskan untuk berdamai dengan hidup yang tidak adil ini semakin meragukan keputusannya.
Setiap pagi sebelum sampai di tempat kerja, Arina yang naik transjakarta selalu melihat laki-laki yang sangat senang menggoda seorang penumpang perempuan. Banyak orang yang duduk di sebelah perempuan itu, tapi tidak ada satupun yang mencoba melawan laki-laki itu. Semuanya takut, termasuk Arina.
Arina hanya bisa pasrah setiap kali melihat perempuan yang tidak berdaya ketika melawan laki-laki jahat. Dia bisa saja sok menjadi pahlawan yang membela korban, hanya saja laki-laki jahat yang impulsif bisa saja langsung mengeluarkan pisau dan menusuknya hingga mati. Arina takut jika hal itu terjadi, maka itu dia tidak pernah melakukannya.
Hari ini, pagi ini, seperti biasa Arina kembali naik transjakarta untuk berangkat bekerja. Seperti biasa juga dia melihat seorang penumpang laki-laki, hari ini bapak-bapak tua, yang menggoda seorang anak perempuan umur 20-an dan sudah pasti korban terlihat sangat tidak nyaman. Tidak ada satupun yang membantu. Semua orang yang ada di dalam sana hanya diam dan berdiri untuk berjalan keluar ketika merasa sudah dekat dengan tempat tujuan masing-masing.
Arina tiba di depan sebuah rumah, yang menjadi kantor tempat dirinya bekerja. Sebuah plang depan rumah itu bertuliskan “Lembaga Independen Pelindung Perempuan”.
Arina bekerja di tempat ini karena mayoritas pekerja di sini adalah perempuan. Ada juga beberapa pekerja laki-laki, yang sebetulnya baik tapi Arina tidak mau berkomunikasi dengan mereka. Dia masih trauma. Kost tempat dirinya bangun dan tidur setiap harinya saja juga adalah kost khusus perempuan. Semua pokoknya harus lebih banyak perempuannya, ketimbang laki-lakinya.
Pekerjaan utama lembaga ini adalah membantu para perempuan yang mengalami pelecehan seksual dalam hal melaporkan kejadiannya kepada pihak aparat penegak hukum. Pekerjaan sampingannya adalah membuat banyak tulisan yang berhubungan dengan perempuan di website maupun media sosial.
Arina tiba dan duduk di mejanya. Dia menyalakan komputer yang ada di hadapannya untuk mulai memikirkan tulisan macam apa yang akan hari ini ia tulis.
“Halo Rin”
Arina mendongak ke arah belakang. Kedua matanya menangkap rekan kerjanya yang sedang berdiri, Seli, yang…raut wajahnya tidak tahu kenapa menunjukkan bahwa dirinya sedang kecewa dengan sesuatu.
“Iya, Sel. Halo. Tumben kamu samperin mejaku”
“Iya…soalnya-....”
Seli menundukkan kepalanya. Hening sejenak. Arina bingung dengan mengapa rekan kerjanya itu terlihat sedih sekali.
“Ada apa, Sel? Kok kamu kayak sedih gitu?”
“...um-...iya, Rin-...um–..soalnya…kasusnya si Angel-...” Seli menghentikan ucapannya. Dia seperti tidak ingin melanjutkan, tapi kemudian terpaksa mengeluarkan seluruh isi pikirannya. “...-kasusnya ga mau diproses sama pihak kepolisian”.
“Hah!?” Arina sangat terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Di waktu yang sama ketika Arina terkejut, bohlam lampu yang berada di atas langit-langit ruangan tiba-tiba berkedip. Mati, nyala, mati, nyala.
Seli menghadap ke arah langit-langit sebentar sebelum dia melanjutkan kata-katanya, “..iya…tim bagianku kemarin udah berusaha keras, tapi polisi tetap ga mau…padahal kan pelaku pemerkosaannya juga orang kepolisian.”
Mendengar itu, Arina hanya diam dan dari ekspresinya, ia terlihat sedang menahan amarahnya yang begitu kuat. Dia tiba-tiba teringat kembali dengan ayahnya yang dulu adalah seorang polisi, tapi seksis dan tidak peduli terhadap penderitaan para perempuan. Tanpa sadar, kedua matanya yang penuh emosi akibat ingatan masa lalunya mengarah ke arah galon aqua yang berada di belakang Seli dan-....
Galon aqua itu seketika meledak…membuat Seli sangat kaget dan langsung melihat ke belakang.
Berbeda dengannya, Arina justru tidak kaget dan kini amarahnya perlahan menghilang.
“Arina–...kamu mau ke mana??” Seli mencoba bertanya, tapi Arina tidak menggubrisnya dan langsung berjalan cepat menuju ke arah WC.
Di dalam WC, jantung Arina berdetak kencang. Dia melihat pantulan bayangannya sendiri di cermin.
Kejadian galon meledak itu bukan yang pertama. Sejak kecil hingga sudah dewasa dan bekerja, Arina pernah melihat kejadian yang serupa seperti tadi.
Sewaktu duduk di sekolah dasar, Arina yang pernah digoda oleh sekumpulan anak laki-laki nakal, langsung menatap mereka dengan kesal dan tiba-tiba salah satu dari mereka terpental ke belakang dan menabrak dinding. Arina dipanggil dan dimarahi oleh kepala sekolah akibat kejadian ini.
Sewaktu sedang belajar untuk ulangan, Arina yang duduk di ruang tamu tiba-tiba dikejutkan oleh ayahnya yang menampar ibunya ketika sedang bertengkar. Arina yang menatap ayahnya dengan penuh amarah, tiba-tiba tidak tahu apa yang terjadi tapi tubuh ayahnya terangkat ke udara dan kemudian jatuh ke lantai. Seluruh badannya sangat sakit dan setelah itu, Arina menjadi korban kemarahan ayahnya.
Masih banyak pengalaman serupa dan satu kesimpulan yang didapatkan oleh Arina, yaitu dia tidak pernah kembali berani untuk menatap laki-laki yang sedang menjahati perempuan.
Selain karena trauma akan pelecehan seksual yang didapatkannya, dia juga trauma dengan perlakuan kasar yang didapatkannya setiap kali dia menatap laki-laki dengan penuh amarah. Dia berhenti untuk melakukannya, termasuk tidak menatap secara terus menerus ke arah laki-laki yang menyakiti perempuan di transjakarta.
Tok tok tok suara pintu diketuk.
“Arina? Kamu baik-baik aja kan?” Tanya Seli dari arah luar pintu.
Arina masih belum menjawab. Nafasnya masih terengah-engah setelah kejadian meledaknya galon aqua yang mengingatkannya kembali ke kejadian-kejadian yang dulu.
“Lah? Kok galon ini hancur? Siapa yang hancurin?” Tanya seorang rekan perempuan lain yang baru saja tiba di ruangan itu.
“Kamu yang hancurin Sel?” Tanya rekan perempuan lainnya.
“B-b-bukan…galonnya hancur sendiri” Seli menjawab dengan ragu.
“Masa sih? Mana mungkin bisa hancur sendiri?” dua rekan perempuan lainnya tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Sementara Arina yang berada di dalam WC masih terus mengurung dirinya.
Beberapa jam setelah kejadian meledaknya galon aqua itu…
Arina terlihat bekerja dalam kondisi seperti orang yang tidak bisa tenang. Sudah lama sekali dirinya tidak melihat kejadian seperti itu. Dia terus memikirkan kemungkinan bahwa dirinya-...
-...bisa saja punya kemampuan supranatural seperti para penyihir di tahun 1300-1500.
Arina segera mencari tulisan lamanya yang pernah dia posting di website tempat kerjanya. Tulisan yang ditulisnya itu menceritakan tentang sejarah para perempuan di benua Eropa, yang akan langsung dibawa dan dibunuh jika dianggap sebagai penyihir atau punya kemampuan supranatural. Karena semisal perempuan yang punya kekuatan seperti itu dianggap telah bersekutu dengan iblis dan pihak otoritas pada zaman itu semuanya religius.
Tentu saja cerita sejarah itu sangat konyol jika dibaca oleh masyarakat zaman sekarang. Hanya saja, Arina kini bertanya-tanya apakah perempuan penyihir itu benar-benar ada-....atau-...?
Arina tidak bisa fokus kerja dengan pertanyaan tersebut yang terus ada dalam otaknya. Hal ini kemudian membuat Arina dengan terpaksa harus lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Arina selesai lembur pada pukul delapan malam.
Dia naik transjakarta dan tiba di halte dekat kost-nya pada pukul sembilan malam.
Malam ini terasa aneh karena di sepanjang jalan menuju kost-nya, yang biasa masih ramai pejalan kaki, tiba-tiba semuanya menghilang. Sejauh mata memandang hanya terlihat Arina yang berjalan seorang diri sampai-...
..-dari arah depan, Arina tiba-tiba saja melihat ada empat orang pria yang sepertinya…terlihat sedang mabuk dan berjalan ke arahnya.
“Eh, cewek. Boleh kenalan ga?” Salah satu pria mabuk itu mencoba merayunya.
Arina menundukkan kepala dan berjalan cepat melewati empat pria itu. Dia tidak ingin mencari masalah dengan mereka.
“Bangsat. Sombong amat sih jadi cewek!” Salah satu pria yang lain berjalan ke belakang dengan cepat dan mencengkram pundak Arina.
“Apaan sih!?” Arina mencoba menepis cengkraman itu dengan tangan kirinya. Hanya saja, tenaganya kurang kuat. “Lepasin!!”
“Sombong banget sih lo!? Siapa yang ngajarin, hah!?” pria yang mencengkram pundak Arina dengan kuat ini kemudian bersiul sebagai kode bagi ketiga teman di belakangnya untuk mulai beraksi.
Ketiga pria yang lain berjalan ke arah Arina dan kemudian salah satu dari mereka langsung membantu pria yang mencengkram bahunya itu untuk menyeretnya ke suatu tempat.
“Lepasin!! Tolong,..tolong!!!” Arina berteriak minta tolong. Tidak ada satupun yang sedang berada di jalan itu selain mereka berlima. Tubuh Arina yang lemah terus diseret secara paksa menuju ke area dalam pepohonan di tepi jalan itu. “TOLONG!!!!”
Percuma saja Arina berteriak. Tidak ada yang bisa mendengarnya. Mereka berlima terus menyeretnya ke dalam sampai…tubuh Arina akhirnya dilempar ke tanah seperti sampah.
Keempat pria itu langsung membuka resleting celana jeans masing-masing untuk segera memulai aksinya.
Arina yang melihat itu langsung menangis. Apa yang akan dihadapinya sebentar lagi akan jauh melampaui semua trauma terhadap laki-laki yang pernah dialaminya semasa hidup. Arina tetap berteriak “TOLONG!!”. Berharap akan ada yang mendengar dan membantunya.
Tetapi lagi-lagi percuma saja. Di saat dua pria yang sudah melepas celana dalamnya dan ingin menahan kaki serta tangan Arina untuk tidak bergerak dan menyusahkan aksi mereka, tiba-tiba Arina yang sudah kehilangan harapan dan marah dengan semua ini langsung berteriak, “BANGSAT KALIAN!!”.
Semua tubuh laki-laki itu langsung terpental ke belakang setelah Arina berteriak barusan.
Masing-masing dari mereka mengeluh dengan rasa sakit dari punggung mereka yang baru saja menabrak tanah dengan kecepatan tak terduga.
Arina masih menangis, tapi tidak lama. Secara perlahan, dia kembali bangkit berdiri dengan amarah yang tak tertahan.
Dengan tatapan yang penuh amarah dan berfokus ke salah satu tubuh pria yang masih berusaha bangkit dari rasa sakit, Arina membuat tubuh pria itu secara perlahan terbang ke atas dan membuat teman-temannya terkaget sampai tidak bisa berkata-kata.
Gerakan kepala dan mata Arina terus menatap ke arah tubuh pria itu yang terus terbang, terbang, dan terbang hingga-...ketika ia berhenti menatap, tubuh pria itu langsung jatuh ke tanah dengan cepat dan untuk kedua kalinya, tubuhnya menabrak tanah yang keras dan rasa sakitnya kali ini lima kali lipat lebih sakit ketimbang sebelumnya ketika tiba-tiba terpental ke belakang.
Ketiga teman-temannya yang takut dengan apa yang baru mereka saksikan, langsung berusaha berdiri dan ingin berlari secepat mungkin sebelum mereka ikut menjadi korban. Nafas masing-masing dari mereka terengah-engah dilengkapi dengan ekspresi yang penuh ketakutan.
Arina tidak memberi ampun. Dia mengarahkan tangannya ke salah tubuh pria yang tengah berlari dan dengan kedua matanya yang perlahan berubah menjadi warna merah seperti iblis, dia mengendalikan pria itu dari jarak jauh dan membuat tubuh pria itu melayang kemudian terbang secepat mungkin untuk menabrak tubuh dua orang teman lainnya juga yang sedang kabur hingga semuanya kembali berbaring di atas tanah.
Arina menurunkan tangannya. Dia berjalan mendekat dengan rambut panjangnya yang kini melawan gravitasi dengan terus terbang ke atas, seperti berusaha lepas dari kepalanya. Saat merasa jaraknya sudah cukup, dengan penuh rasa benci dan marah, Arina menginjak tanah dengan keras dan lagi…tapi kali ini lebih gila…seluruh tubuh empat pria itu langsung terhempas ke atas dan setelah itu jatuh kembali untuk mendarat di tanah dengan rasa sakit yang sulit dibayangkan oleh manusia di manapun itu.
Mereka semua, kecuali Arina, kini tak sadarkan diri. Tidak tahu apakah pingsan atau sudah mati. Arina tidak peduli. Dia berjalan melewati tubuh mereka yang sudah tak sadarkan diri itu. Rambutnya yang sebelumnya terus berusaha terbang, kini sudah kembali ke posisinya seperti sedia kala. Begitu juga dengan warna matanya yang kembali berubah menjadi hitam.
Arina terus berjalan menuju ke arah kost-nya dan tidak peduli dengan para laki-laki yang baru saja menjadi korban kemarahannya.
Besoknya-...
Saat sedang berada dalam transjakarta, Arina bengong dan memikirkan kembali tentang apa yang baru saja ia lakukan tadi malam. Dia tidak tahu apakah empat laki-laki itu mati atau tidak, tapi yang jelas…ia sadar bahwa dirinya memang penyihir atau iblis atau punya kemampuan yang tidak bisa dijelaskan dalam sains…tapi…kenapa?
“Apa sebenarnya tujuanku di dunia ini?”
Pertanyaan yang sama kembali muncul di kepalanya dan Arina yang mencoba memikirkan jawabannya dengan…kembali mengingat kejadian tadi malam dan…walaupun masih kemungkinan, dia sepertinya sudah tahu apa tu-...
-...fokusnya teralihkan dengan pemandangan biasa yang dia lihat sehari-hari.
Dia berusaha untuk membuktikan apa yang ia percayai dengan menatap pelaku dengan penuh amarah dan membuat pelaku secara ajaib menjedotkan kepalanya sendiri ke kaca bus dua kali.
Akibatnya, korban benar-benar kaget dengan apa yang dilakukan pelaku dan begitu juga dengan pelaku, yang terlihat fokusnya perlahan menghilang setelah melakukan tindakan bodohnya dan tidak lama setelah itu, pelaku pingsan dan membuat seluruh penumpang bus terkaget dengan kejadian itu. Ya, semua-...
..-kecuali Arina, yang membuktikan bahwa apa yang ia percayai itu ternyata selama ini benar.
Arina mulai bisa menjawab pertanyaan seperti kenapa ia terlahir sebagai perempuan, apa tujuannya, dan apakah benar jika perempuan hanya terlahir untuk dilecehkan. Hanya saja-...
-...dia masih takut dengan kemampuannya ini. Saat sudah sampai di kantor dan mulai bekerja pun, tubuhnya masih terus gemetaran membayangkan potensi kekuatannya yang bisa saja-...membahayakan orang-orang di sekelilingnya apabila tidak dikontrol, termasuk dirinya sendiri dan-....
“Rin..”
“..Rin…”
“Rin!?” Teriak Seli tepat di depan wajah Arina, yang membuat Arina tersadar dari bengongnya.
“Eh…iya Sel? Kenapa?”
“Kamu dari tadi kok bengong terus?”
“Um-...yah-...ga apa-apa kok…aku cum-....eh, ngomong-ngomong, ada perlu apa?”
“Ada perlu apa? Kamu coba lihat jam deh”
Arina langsung melihat ke arah jam dinding yang telah menunjukkan pukul 12 siang. Jam istirahat makan siang telah tiba.
“Eh? Ga kerasa yah sudah jam 12?”
“Ga kerasa? Kamu dari tadi kok bengong terus sih, Rin? Lagi mikirin apa sih?”
“Um-..anu-...” tiba-tiba Arina teringat sesuatu. “Ngomong-ngomong, kasus yang Angel itu…kelanjutannya gi-...”
“Kita masih usaha terus kok, Rin. Cuman yah, masalahnya di sini kan kalau ga viral, susah buat ditindaknya. Jadi-...yah…kita lihat aja nanti gimana kelanjutannya”
“Oh….” Arina menunduk sedih ketika mendengar itu.
“...iya. Yaudah, makan siang dulu yuk, Rin. Teman-teman yang lain udah pada nunggu di kantin”
“....duluan aja, Sel. Nanti aku nyusul”
“Hmmm…oke.” Seli berjalan keluar dari dalam ruangan.
Kini, Arina hanya sendirian. Kedua matanya kembali melihat ke arah jam dinding dan tidak sengaja, dia melihat ke arah sebuah foto di dinding di samping jam tersebut yang isinya adalah logo dari tempatnya bekerja.
Logo tersebut adalah logo minimalis berbentuk seperti gambar kuntilanak, yang menjadi simbol dari perempuan kuat yang menggunakan kekuatan mistisnya untuk membalaskan dendam terhadap laki-laki kejam yang telah memerkosanya.
Arina sudah sering melihat logo itu. Hanya saja, kejadian tadi malam mengubah perspektifnya dalam melihat logo itu pada siang hari ini.
Sore hari telah tiba….
…Arina langsung pulang ke rumah.
Sesampainya di kamar kost, Arina masih terlihat takut ketika duduk di atas kursinya akibat memikirkan kejadian kemarin malam. Sangat manusiawi bila manusia takut dengan apa yang tidak bisa mereka jelaskan dengan bahasa manusia.
Perlahan, Arina sadar bahwa rasa takut yang dialaminya itu tidak bisa ia lawan. Dia mencoba berdamai dengan dirinya sendiri akibat mengingat logo kuntilanak di kantor tempatnya bekerja. Arina mencoba menanamkan pemikiran dalam otaknya bahwa dirinya harus sama seperti kuntilanak, yang sudah pasti takut dengan penampilan dirinya sendiri setelah tubuh aslinya mati akibat menjadi korban pelecehan, akan tetapi rasa takutnya akan bertumbuh menjadi lebih besar apabila ia tidak menggunakan kekuatannya untuk membalaskan dendam.
Dalam kamar kost-nya itu, selama berjam-jam hingga pukul tengah malam, Arina akhirnya sudah memantapkan pikirannya.
Selama seminggu hingga dua minggu ke depan, sambil bekerja, Arina mendesain kostum yang akan ia kenakan untuk melaksanakan apa yang ada dalam pikirannya. Sembari mencuri-curi waktu mendesain kostum, Arina mendengar perbincangan di kantornya terkait pelaku pemerkosaan Angel yang malah ingin menuntut kembali korban perkosaannya itu ke pengadilan.
Tentu saja seterlah mendengar itu, Arina semakin bersemangat untuk menyelesaikan desainnya.
Akibatnya, tidak terhitung sudah berapa kertas yang ia buang di tempat sampah, akan tetapi akhirnya-...
-...ia berhasil menyelesaikan desain kostumnya.
Desain kostum yang sedari ia awal coba buat rumit, kemudian ia buang ke tong sampah, kemudian mencoba membuat yang sama rumitnya, kemudian ia buang ke tong sampah, hingga tidak terhitung sudah berapa banyak kertas, pada akhirnya menghasilkan satu kertas terakhir dengan desain kostum terbaik yang ia pilih.
Desain kostum tersebut adalah-....sebuah daster putih polos sama seperti kuntilanak yang menutupi seluruh tubuhnya beserta wig rambut yang lebih panjang ketimbang rambutnya sekarang beserta makeup seperti setan jepang, Sadako, yang akan membuatnya menjadi sosok perempuan yang sangat menyeramkan.
Tidak lama setelah desain kostumnya selesai-...
…suatu malam, setelah sampai di kost-nya pada malam hari setelah bekerja, Arina berniat melaksanakan apa yang menjadi rencananya pada pukul satu pagi dan harus berhasil apapun yang terjadi.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Chapter 3 - Arina, Sang Pembalas
Hujan…
…petir juga menyambar pohon di sekitar kost Arina berulang kali.
Arina tetap melangkah keluar dengan mengenakan kostumnya itu. Dia tetap berjalan menuju tempat tujuannya untuk melaksanakan rencananya.
Pada awalnya, kedua kaki Arina masih terus melangkah dengan menyentuh tanah.
Perlahan, kedua kaki Arina mulai melangkah tanpa menyentuh tanah. Dia seperti berjalan di udara.
Arina kaget dengan kemampuannya sendiri. Hanya saja, dia juga tersenyum. Dia semakin percaya diri untuk bisa menyukseskan rencananya.
Salah seorang petugas keamanan yang sedang tidur di pos ronda, tidak sengaja terbangun akibat mendengar suara petir yang terlalu kencang.
“Duh…ngeri amat ye tuh petir…ah-....” petugas keamanan ini tiba-tiba melihat sosok kuntilanak dari kejauhan yang sedang berjalan di udara. Ya, dia melihat Arina.
Si petugas keamanan langsung pingsan saking takutnya.
Arina sendiri tidak peduli dengan kondisi di sekitarnya. Dia terus berjalan.
Anehnya, meskipun sedang berjalan di tengah hujan, make-up Arina tidak luntur. Wajahnya tetap menyeramkan dan amarah yang terlihat dari raut wajahnya juga tidak hilang.
Beberapa saat kemudian…
…dari kejauhan…
Arina sampai di depan sebuah rumah mewah yang merupakan rumah dari pelaku pemerkosaan terhadap Angel. Arina datang kemari untuk menegakkan keadilan.
Di depan pagar rumah pelaku, terdapat sebuah post satpam yang menjaga rumah ini selama 24 jam. Kedua mata Arina melihat ke arah seorang satpam yang sedang fokus pada smartphone di tangannya.
Dengan tatapannya, dia membuat smartphone milik si satpam melayang di udara. Satpam pun terkaget-kaget.
“ANJIR! KOK BISA!?”
Belum sempat memikirkan kemungkinan lainnya, smartphone milik si satpam itu tiba-tiba melayang pergi meninggalkan pos tempat dirinya berjaga menuju ke suatu tempat yang bahkan Arina saja tidak tahu di mana benda itu akan mendarat.
“KREDIT TUH HP BELUM LUNAS WOI!”
Satpam itu berlari mengejar smartphone miliknya yang terus melayang di tengah hujan.
“JANGAN PERGI!!”
Satpam itu terus berusaha mengejar. Kini satu penjaga sudah lenyap. Arina segera berjalan mendekat ke arah pintu pagar rumah pelaku itu.
Berbeda dengan kebanyakan rumah, pintu pagar ini tidak membutuhkan kunci, melainkan kombinasi dari lima angka yang membentuk menjadi semacam password agar bisa terbuka.
Arina tidak ambil pusing. Tangan kanannya mencengkram gembok pagar rumah itu sambil warna kedua matanya berubah menjadi merah. Menatap ke arah gembok dan-...gembok itu akhirnya meledak.
Arina berjalan masuk ke dalam halaman depan rumah. Rupanya masih ada dua bodyguard yang sedang duduk berjaga di depan pintu masuk rumah.
Dua orang penjaga itu langsung mengarahkan pistol mereka tanpa ragu ke arah Arina.
“SIAPA KAMU!?” Tanya salah seorang penjaga itu. Dia terlihat takut dan marah setelah Arina mampu menerobos masuk ke dalam halaman rumah.
Arina tidak menjawab. Dia hanya menatap ke arah wajah penjaga yang berteriak ke arahnya itu dengan penuh amarah.
“PERGI! ATAU KAMI TEMBAK!” Penjaga itu berteriak kembali, menyuruh Arina untuk pergi.
Semakin ditantang seperti itu, Arina malah semakin tidak mundur. Dengan gagah berani, Arina terus berjalan maju sambil menatap ke arah penjaga yang menyuruhnya untuk pergi itu.
“OKE!” Penjaga itu bersiap untuk menarik pelatuk pistolnya.
Sesaat sebelum pelatuk berhasil ditarik, Arina menatap pria itu dengan penuh amarah dan membuat si penjaga itu malah menembak dirinya sendiri hingga darah merah segar tersebar di sepanjang dinding dekat pintu masuk rumah.
Penjaga yang lain terkaget dengan aksi temannya itu hingga tidak bisa berkata-kata. Sementara Arina berhenti berjalan. Dia menunggu apa yang akan dilakukan penjaga itu.
Rupanya penjaga yang satu lagi ini tidak belajar dari kesalahan rekannya. Dia kembali bersiap menarik pelatuknya unt-....
…terlambat. Tatapan kedua bola mata Arina yang berubah menjadi merah membuat si penjaga ini membuang pistolnya ke tanah dan-..
…secara berulang kali, menjedotkan kepalanya sendiri ke arah pintu depan rumah selama lebih dari 20 kali sebelum akhirnya tubuhnya mati dan tergeletak di tanah.
Suara jedotan kepala ke pintu itu membuat si pelaku atau penghuni rumah terbangun dari tidurnya.
Dia kebingungan dengan suara yang berasal dari depan rumahnya. Dia segera turun dari tempat tidurnya tanpa berusaha membangunkan istrinya yang sedang terlelap di sebelahnya. Dia mengambil sebuah pistol dan langsung berjalan keluar dari dalam ruang kamar.
Hujan masih terus berlangsung…
Petir masih menyambar…
Lantai dua tempat kamar si pelaku ini gelap gulita.
Dari dalam saku celananya, si pelaku mengambil smartphone untuk menerangi jalannya menuju ke lantai bawah. Tangan yang satu lagi bersiaga untuk menembak si pelaku yang membuat keributan di depan pintu rumahnya.
Satu per satu anak tangga ia turuni…
Jantungnya kini berdegup kencang dan cemas. Pasalnya, dia tahu mengenai dosanya dan selalu cemas setiap kali ada sesuatu di luar nalar yang dianggapnya mengancam kehidupannya.
Saat sudah sampai di lantai bawah…dia mencobqa berjalan ke arah pintu depan rumahnya dengan perlahan…perlahan…jantungnya terus berdegup kencang dan-...
BLAAAK! Pintu depan rumah mewahnya terbuka dengan sendirinya. Si pelaku secara spontan berteriak kaget hingga membuat istri yang masih tidur di dalam kamarnya itu terbangun.
Pemandangan yang diharapkannya benar-benar di luar ekspetasinya dan membuat kecemasannya semakin menjadi-jadi hingga tanpa sadar tubuhnya seketika lemas dan terjatuh ke tanah dengan sendirinya.
Kedua matanya menangkap dua mayat penjaga depan rumahnya yang ia setiap bulan bayar dengan mahal….semua sia-sia dan kini ia sadar bahwa tidak akan ada yang bisa menyelamatkan nyawanya.
Perlahan ia mulai bangkit dengan kondisi tubuh yang masih lemas. Dia berjalan mundur dengan keringat dinginnya yang mengalir dari kepalanya dengan deras. Tanpa ia sadari, ternyata sosok Arina sedang berdiri agak jauh di belakangnya.
Berjalan mundur, berjalan mundur, terus berjalan mundur, hingga si pelaku ini sadar hingga punggungnya menabrak sesuatu…sesuatu yang basah dan membuat bulu kuduknya berdiri.
Langsung saja tanpa pikir panjang si pelaku ini berbalik dan menembak apapun atau siapapun yang berada di belakangnya…
…tidak ada siapa-siapa..si pelaku tampak bingung dengan apa yang baru saja ia lakukan. Padahal baru saja ia merasakan punggungnnya menabrak sesuatu, tapi ternyata tidak ada apa-apa.
Dari balik punggung dengan jarak yang agak jauh, Arina melayang terbang tinggi ke udara hingga jarak antara kepalanya dan langit-langit ruangan sangat dekat. Dengan tatapan mautnya, Arina membuat tubuh si pelaku berbalik 180 derajat dan kepalanya dipaksa menghadap ke arah tubuhnya yang kini sedang melayang.
Ekspresi si pelaku 100% penuh kebingungan dengan siapa sosok yang sedang melayang itu. Si pelaku di detik-detik terakhir kehidupannya berpikir apakah sosok wanita yang melayang ini adalah si pembalas yang akan mengirimkannya menuju ke neraka!?
Istri dari si pelaku langsung menuruni anak tangga dan….oh, Tuhan. Dia menjerit ketika melihat suaminya dan sosok Arina yang sedang melayang.
“KUNTILANAK!!!!” teriak si istri yang membuat fokus Arina teralihkan ke si istri pelaku dan membuat tubuh si pelaku akhirnya lepas dari sihirnya.
Dengan tangannya, Arina mengendalikan tubuh si istri dengan penuh paksaan untuk menuruni sisa anak tangga dengan cepat, melewati tubuh suaminya yang terkulai lemas di tanah, berjalan keluar, melewati pintu pagar rumah, dan terus berjalan hingga tidak tahu mau ke mana. Arina melakukan ini semua untuk menyelamatkan insan yang tidak bersalah itu dan sekarang-..
..-saatnya untuk ajang pembalasan.
Dengan kondisi tubuhnya yang masih melayang, Arina kembali menatap ke arah si pelaku dan membuat tubuh pelaku itu kini tiduran di atas lantai rumahnya dengan posisi telentang.
Si pelaku berusaha untuk bangun, tapi sepertinya mustahil. Tekanan dari kekuatan tak terlihat milik Arina membuatnya sulit untuk melawan semua ini.
Tidak cukup sampai di situ, Arina kemudian juga mengepalkan tangannya yang membuat dapur di rumah pelaku ini tiba-tiba meledak dan menyebabkan kebakaran serta kehancuran.
Masih yidak cukup sampai di sana, barang-barang seperti vas bunga, pintu kamar, dan semuanya satu per satu bergetar seperti seorang manusia yang kesurupan sebelum pada akhirnya meledak hancur menjadi butiran debu.
Ingin rasanya si pelaku berteriak mendengar semua ini, tapi apa daya…dia tidak bisa melawan…dan sekarang matanya menangkap api dari kejadian barusan yang terus menjalar ke banyak ruangan, salah satunya ruang tengah tempat dirinya yang sedang disekap oleh Arina.
Tangan Arina yang satu lagi terlihat bergerak-gerak mengendalikan sesuatu dari arah dapur. Mulai terlihat empat pisau yang terbang ke arah ruang tengah dan kemudian masing-masing dari pisau itu mendarat menusuk di bagian tangan kiri, tangan kanan, kaki kiri, dan kaki kanan pelaku…membuat pelaku berteriak kesakitan dan menangis tersedu-sedu.
Rambut Arina, sama seperti sebelumnya ketika amarahnya meluap, mulai terbang ke atas melawan hukum gravitasi. Kedua tangannya masing-masing mengepal dan langsung diarahkan ke atas yang membuat tiba-tiba rumah mewah tempat si pelaku ini bergetar hebat seperti sedang terjadi gempa.
Langit-langit rumah perlahan mulai rubuh dan api yang berkobar terus semakin mendekat ke arah si pelaku yang masih tidak bisa lepas…dan setelah semua itu…Arina kembali mendaratkan kedua kakinya menyentuh tanah lalu berjalan keluar dari dalam rumah yang sedang mengalami gempa.
Arina terus berjalan kaki untuk keluar dari komplek perumahan mewah itu. Tetangga-tetangga sekitar juga ikut merasakan efek gempa yang membuat mereka semua terbangun. Mereka semua keluar dari dalam rumah dan takut, tapi jauh lebih takut serta kaget ketika melihat bangunan rumah si pelaku pemerkosaan itu perlahan mulai rubuh dan dilahap oleh api merah….api merah kemarahan korban yang diwakili oleh Arina.
Salah seorang warga itu secara tidak sengaja melihat Arina yang sedang berjalan menjauh dari komplek perumahan. Orang ini ingin berteriak ketakutan ketika melihat sosok Arina, tapi ketakutannya itu teralihkan oleh suara banyak warga lainnya yang juga sedang panik akibat rumah si pelaku yang hancur serta beberapa dari mereka sibuk menelpon pemadam kebakaran.
Sungguh mimpi buruk serta duka yang begitu mendalam bagi warga komplek perumahan mewah itu.
Keesokan harinya…
…di kantor, Seli berlari mendatangi Arina yang sedang melakukan pekerjaannya.
“RIN, RIN!!!”
“Iya, Sel. Kenapa?” Arina tampak tak peduli dengan keriuhan kantor termasuk Seli.
“KAMU UDAH BACA INI BELUM!?” Seli menunjukkan berita yang tengah viral di Instagram serta Twitter mengenai rumah dari seorang polisi, yang hancur akibat gempa serta kebakaran di saat yang bersamaan.
“Oh…” Arina tampak cuek. “...belum sih. Aku aja baru tahu sekarang dari kamu”
“IYA, RIN!! INI BERITA PENTING SUMPAH! AKHIRNYA KALAU NEGARA GA BISA ADIL, TUHAN YANG BAKAL BALAS DAN-....” ekspresi Seli yang semula semangat berubah menjadi sedih. “...yah…gara-gara kejadian ini, istri si pelaku jadi-...kasihan sih kondisinya…tapi mau gimana lagi? Hukum karma kan emang berlaku.”
Arina masih tetap cuek, menunjukkan bahwa dirinya tidak begitu peduli dengan kasus itu.
“Oh iya, Rin. Kamu harus lihat berita ini juga deh” Seli menunjukkan sebuah video tentang kesaksian salah seorang warga di komplek perumahan tempat si pelaku tinggal.
Orang itu mengatakan bahwa dirinya melihat seorang kuntilanak yang berjalan menjauh meninggalkan komplek itu dan menurutnya, penyebab dari mengapa musibah yang menimpa rumah si pelaku itu adalah karena si kuntilanak itu ingin balas dendam!
“GILA, RIN! SUMPAH! AKU SEBENARNYA GA PERCAYA SAMA GITU-GITUAN…TAPI KALAU MISALNYA PENDAPATNYA ITU BENERAN, BERARTI….”
Seli langsung melihat ke arah logo tempat dirinya bekerja di samping jam dinding dalam ruangan itu.
“...emang benar kalau…ga semua pahlawan itu pakai senjata keren atau berjubah ya, Rin. Karena ada juga pahlawan yang cuman modal daster doang.”
Arina tersenyum ketika mendengar kalimat terakhir dari Seli. Pasalnya, ia sebelumnya tidak pernah berpikir kalau dirinya ingin menjadi sosok pahlawan bagi para wanita. Kejadian kemarin malam hanya murni untuk menegakkan keadilan yang setimpal bagi pelaku, walaupun trauma yang melekat pada diri korban selamanya tidak akan pernah hilang.
Kata-kata Seli membuatnya pada akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaan apa sebenarnya tujuannya lahir ke dunia ini sebagai seorang perempuan.
…pukul 12 malam.
Arina sedang melihat berbagai berita di media sosial sebelum tidur dan menemukan-....
…ada satu berita yang sedang viral mengenai seorang anak di bawah umur yang diperkosa oleh seorang pria usia 30 tahun. Masing-masing keluarga dari kedua belah pihak sepakat untuk menikahkan kedua anak mereka ini demi menghindari stigma negatif dari warga sekitar.
Arina sangat kesal setelah membaca berita itu. Terlebih lagi setelah membaca kolom komentarnya, yang mengatakan bahwa para perempuan di negara ini sudah kehilangan harapan akibat buruknya perlakuan terhadap korban pelecehan, membuat Arina langsung bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil daster, wig, serta peralatan make-up.
Setelah kostum telah terpasang, Arina segera keluar dari kamar kost-nya pada pukul satu pagi.
Arina sekarang kembali beraksi, tapi bukan untuk menegakkan keadilan, melainkan untuk memberikan harapan…dengan cara…membalas.
Tamat.