Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Begitu alarm bahaya berbunyi nyaring, semua sel tubuh tahu bahwa hari normal mereka akan berubah saat itu juga.
Pasukan sel darah putih dari Divisi Neutrofil yang beranggotakan para pemuda, berlarian sepanjang jalur aliran darah. Wajah berahang persegi mereka mengeras. Mata dengan iris hitam samar dibawah alis tebal melengkung tampak menyorot tajam menatap waspada kepada setiap sel dan lokasi sekeliling.
Tubuh tinggi tegap dengan warna kulit sangat pucat mereka dibalut dengan pakaian taktikal khas pasukan Neutrofil dan belati di kedua tangan yang semuanya berwarna putih. Rambut mereka juga berwarna putih berpotongan pendek rapi. Gagang dua belati putih terlihat menonjol dari sarungnya yang tersimpan di bagian luar betis. Identitas diri mereka masing-masing dapat dikenali dari nomor yang tersulam di kedua bagian lengan seragam.
“Kalian… cepatlah! Ada penyusup aneh di paru-paru,” seru seorang gadis dari kelompok sel darah merah saat ia berhenti berlari di tengah jalur yang hendak dilintasi pasukan Neutrofil tadi. Si sel darah merah tampak panik. Kedua tangannya gemetar menggenggam erat tali ransel berisi oksigen di punggung. Tubuhnya sedikit membungkuk mencoba mengatur napas.
“Sepertinya penyusup masuk dari hidung. Ayo kita basmi mereka!” seru salah seorang Neutrofil. Neutrofil lain menyambut seruan tadi. Lantas secepat kilat mereka berlari lagi menuju ke paru-paru.
Kebanyakan sel lain yang baru beroperasi di tubuh ini berpikir kalau semua pasukan sel darah putih merupakan sel yang selalu tidak ramah, kejam, bengis, temperamen dan sejenisnya. Apalagi dari divisi Neutrofil dan T-killer. Padahal mereka bereaksi seperti itu hanya ketika ada antigen atau benda asing semacam kuman, bakteri atau virus masuk ke tubuh. Karena merupakan tugas para sel darah putih untuk menemukan dan membasmi para antigen yang akan membahayakan semua sel hidup yang menopang tubuh ini.
Begitu tiba di batang tenggorokan, mereka disambut oleh sekelompok pasukan Neutrofil lain yang lebih dulu datang dan melawan penyusup. Pasukan pertama tersebut posisinya lebih dekat dengan kedatangan di penyusup. Kebanyakan anggota pasukan Neutrofil pertama tadi tampak kelelahan.
“Hei. Akhirnya kalian datang juga,” ujar seorang Neutrofil dari pasukan pertama. Bahunya tampak naik turun dengan cepat. Ia mengusap peluh di dahi dengan punggung tangan. Tubuh dan seragamnya sudah tidak berwarna putih, tapi bercampur dengan warna merah gelap. Begitu juga dengan tampilan semua anggota pasukan Neutrofil pertama yang lain.
“Bagaimana dengan si penyusup?” tanya seorang Neutrofil pasukan baru datang.
“Mereka sudah menginfeksi sel. Kami pikir itu virus flu biasa. Tapi belati kami tidak bisa melukai tubuh mereka karena selubung yang menyelimuti tubuh sel terinfeksi bersifat lentur,” tutur seorang Neutrofil lain dari pasukan pertama.
Pasukan Neutrofil baru saling melirik dengan dahi berkernyit. “Selubung lentur?” pertanyaan para pasukan baru saling bersahutan.
“Selubung tersebut bisa sobek, tapi kemudian dengan cepat menyatu kembali. Butuh waktu lama untuk menghabisi satu sel terinfeksi,” jawab Neutrofil lain.
“Itu dia si sel terinfeksi!” seorang Neutrofil pasukan pertama menunjuk beberapa sosok tinggi tegap yang melompat ke hadapan mereka.
Sosok sel yang terinfeksi virus tersebut sama tinggi dengan para pasukan Neutrofil. Tapi tubuh mereka lebih berotot. Sel terinfeksi tadi mengenakan mahkota berujung runcing di kepala. Terlihat sesuatu seperti selaput bening menyelimuti mereka dari ujung kepala hingga kaki mengikuti bentuk tubuh. Seringai menyeramkan tampak di wajah bengis si sel terinfeksi. “Hoho. Ada bantuan rupanya. Belum kapok kalah, ya,” kekeh salah satu sel terinfeksi dengan nada dingin.
Para pasukan Neutrofil menggeram marah. Mereka mulai melancarkan serangan dengan gesit dan cekatan.
“Ayo kita basmi mereka!”
“Jangan sisakan satupun dari mereka!”
“Sel tubuh lain cepat mengungsi!” perintah seorang Neutrofil kepada beberapa sel biasa, sel darah merah dan platelet yang sedang mengkerut ketakutan di pinggir jalur tenggorokan.
Teman-teman sel terinfeksi tadi mulai berdatangan. Beberapa dari mereka melemparkan gumpalan seukuran kepala dari mahkota yang mereka kenakan kepada sel-sel tubuh biasa yang sedang berlarian di dekat mereka. Gumpalan tadi langsung berubah bentuk seperti mahkota begitu melekat ke kepala sel biasa. Kemudian selubung bening langsung menyelimuti tubuh sel yang terinfeksi tadi. Seketika sel yang telah terinfeksi tadi berubah garang ikut menyerang para Neutrofil. Seperti sebelumnya, pasukan sel terinfeksi yang bertambah membuat pasukan Neutrofil kewalahan.
“Bagaimana ini? Sulit sekali menembus pelindung mereka,” seorang Neutrofil berlutut dan mengatur napas.
“Peduli setan! Yang penting kita serang terus mereka sekarang. Pasukan Macrofag dan T-killer pasti juga akan datang membantu kita,” balas Neutrofil lain sembari terus melayangkan serangan kepada satu sel terinfeksi di dekatnya.
“Kenapa mereka bertambah banyak dengan cepat?”
“Kita butuh bantuan. Sekarang!” seru beberapa Neutrofil saat mereka mulai kewalahan. Sel terinfeksi virus yang mereka hadapi sekarang ini jumlahnya bertambah hampir dua kali lipat.
“Komandan T-helper, kerahkan pasukan T-killer dan Macrophage ke sini!” seorang Neutrofil berteriak di earpiece yang ia kenakan.
Kurang dari satu detik kemudian, tampak kerumunan gadis yang juga berpostur sama dengan para Neutrofil bergerak mendekat dengan cepat ke area pertarungan. Bedanya, para gadis ini memiliki otot lengan yang lebih besar dari ukuran tubuh. Sepadan dengan ukuran senjata di tangan mereka – lempengan besi bundar besar berbentuk mirip kapak dengan gagang tebal.
Sementara para Neutrofil kebanyakan berwajah dingin dan datar khas pasukan pembunuh, para Macrophage justru berwajah manis dan murah senyum. Tapi jangan salah sangka, kemampuan dan kekuatan para Macrophage dalam membasmi antigen bisa lebih kuat dan besar daripada divisi lain di kelompok sel darah putih.
“Macrophaaaage! Lama sekali kalian!” sembur seorang Neutrofil, kesal. Dengan kekuatan jengkel, ia berhasil mengoyak selaput pelindung satu sel terinfeksi yang sedang ia lawan. Lalu dengan sekali gerakan menebas tubuh sel terinfeksi itu.
“Walah, walah. Baru datang sudah kena omel,” ujar salah satu macrophage dengan suara mendayu-dayu dan wajah berlagak sedih. Lalu ia menyusul yang lain untuk ikut melawan para sel terinfeksi.
Dengan ukuran senjatanya, jangkauan dan daya serang macrophage lebih jauh dan kuat. Sekali ayun, selaput pelindung tubuh si sel terinfeksi terkoyak lebar. Lalu membelah tubuh sel terinfeksi hingga mati. Tidak butuh waktu lama bagi para Neutrofil dan Macrophage untuk menghabisi para sel yang terinfeksi virus di tempat ini.
“Hah! Akhirnya mereka habis juga,” seorang Neutrofil terduduk sembari menghela napas lelah.
Beberapa macrophage mendekati jasad sel terinfeksi dan mengamat-amati. Mereka juga mengambil potongan tubuh, mahkota serta selubung sel terinfeksi tadi untuk menganalisa komponennya.
“Ini memang virus flu. Tapi mereka sudah bermutasi,” tutur seorang macrophage.
Macrophage yang lain menimang pecahan mahkota dengan memiringkan kepala ke kanan dan kiri. “Hmm, ini menarik. Mahkota ini mengandung protein cukup kuat yang juga terdapat di selaput lentur pelindung tubuh mereka. Coba kita masuk lebih dalam ke paru-paru. Siapa tahu sudah ada sel lain yang terinfeksi juga di sana.”
Ketika sampai di paru-paru, pasukan Neutrofil dan Macrophage terperanjat. Sel-sel yang terinfeksi virus tadi terlihat cukup banyak berkeliaran. Berarti penyebaran dan infeksi akan semakin meluas di dalam paru-paru.
“Bagaimana bisa secepat ini? Virus tadi belum lama masuk, kan?” seorang Neutrofil berdecak kesal.
“Umm, sepertinya mereka menginfeksi sel sejak di tenggorokan. Aku akan menghubungi Komandan Sel T-helper agar mengerahkan para Sel T-killer ke membran mukus belakang tenggorokan untuk mengendalikan penyebaran infeksi virus,” ujar seorang Macrophage. Ia lalu berbicara kepada Komandan Sel T-helper lewat earpiece perihal penyebaran sel terinfeksi virus tadi.
“Baiklah. Kita basmi dulu sel-sel terinfeksi virus di sini. Semoga pasukan T-killer bisa membasmi virus lain di tenggorokan,” ujar seorang Neutrofil.
Pasukan Neutrofil dan Macrophage kembali maju menyerang sel terinfeksi. Sampai suatu ketika, kaki seorang Neutrofil menendang cukup keras kepala si sel terinfeksi hingga mahkotanya lepas dan terlempar. Saat itu juga selubung yang menyelimuti tubuh sel terinfeksi lenyap.
Sel terinfeksi tadi tampak gelagapan dan panik meraba kepala serta sekujur tubuh – sadar bahwa selaput pelindung di tubuh lenyap. Ia susah payah menelan ludah saat suasana pertempuran yang tadinya ramai, seketika terhenti dan sunyi karena semua mata terpaku kepadanya. Sedetik kemudian, terdengar denting dari mahkota yang mendarat di lantai dan terbelah.
“Mahkotanya! Hancurkan mahkotanya!” seruan pasukan Neutrofil kembali meramaikan area pertempuran.
Tapi ternyata, menghancurkan mahkota sel terinfeksi virus tadi tidak semudah kelihatannya. Gerakan para sel terinfeksi dengan cepat beradaptasi untuk menghadapi serangan pasukan Neutrofil yang mengincar benda di kepala mereka.
***
“Minggir! Beri jalan! Kami harus membasmi penyusup!”
“Kalian para sel biasa sebaiknya menjauh dari area tenggorokan!”
Seruan para anggota pasukan sel T-killer yang berlari secepat kilat menyusuri jalur ke membran mukus di belakang tenggorokan membuat sel lain segera merapat ke tembok pembatas jalur. Para sel lain hanya bisa saling bertanya-tanya dan menatap kebingungan.
Pasukan T-killer terlihat bersiaga penuh. Seragam taktikal khas mereka berwana hitam dengan penutup wajah, sarung tangan setengah ruas jari atas terbuka, kacamata taktikal dan helm. Kedua tangan mereka membawa sebuah senapan semi otomatis dengan perangkat lengkap terpasang.
Begitu sampai di belakang tenggorokan, pasukan sel T-killer langsung menuju ke area tempat tinggal para sel. Bangunan lebar dengan sepuluh tingkat dengan banyak kamar tersebut tampak sepi dan suram. Tidak seperti biasanya. Tak terlihat satupun sel biasa atau sel lain yang hilir mudik beraktivitas di sekitar dan dalam gedung.
“Ada apa di sini? Kenapa suasana terasa mencekam seperti ini?” mata seorang T-killer menyapu sekeliling dan bangunan tempat tinggal sel.
Komandan T-killer bersiaga dengan melepaskan pengaman di senapan. Ia mengarahkan moncong senapan ke depan. “Ayo kita berkeliling dan mencari penyusup. Demi kedamaian dan kelangsungan hidup tubuh yang kita tempati.”
“Siap, Komandan!”
Pasukan T-killer merangsek masuk dengan cepat dan waspada ke halaman gedung. Baru menjejakkan kaki beberapa langkah, seketika saja banyak sel-sel melompat keluar sambil menggeram dari jendela gedung.
“Sel terinfeksi!” seru komandan T-killer begitu melihat tampilan sel biasa yang sudah berubah menjadi tidak biasa seperti deskripsi para Neutrofil sebelumnya.
Senapan para T-killer mulai memuntahkan peluru untuk menumbangkan para sel terinfeksi. Sesuai arahan dari komandan T-helper berdasarkan keterangan dari Macrophage, target penyerangan mereka yang utama adalah mahkota di kepala para sel terinfeksi. Tidak butuh waktu lama bagi para T-killer untuk menghabisi semua sel terinfeksi ini.
“Kita harus ke tempat mesin replikasi sel secepatnya!” perintah komandan T-killer.
Dengan sekali anggukan pasti, pasukan T-killer berlari menuju gedung dan mendobrak pintu masuk dengan sekali tendangan. Mereka terbagi menjadi empat tim yang berpencar naik ke dua tangga di kanan kiri pintu masuk dan bagian belakang gedung.
Di lantai dua, pasukan T-killer juga disambut oleh sel terinfeksi yang jumlahnya lebih banyak daripada di halaman tadi. Secepat mungkin para pasukan T-killer menghabisi sel terinfeksi yang menghalangi jalan mereka.
Satu orang T-killer dari tiap tim akan membuka pintu-pintu ruangan untuk menemukan mesin replikasi sel yang sedang digunakan oleh virus. Tapi ternyata, para sel T-killer tidak menemukan satu pun mesin di semua ruangan hingga lantai enam. Padahal biasanya di setiap kamar sel pasti terdapat satu mesin replikasi untuk si sel itu sendiri.
“Pantas saja sel terinfeksi dengan cepat menyebar. Ternyata semua mesin replikasi sudah diambil alih,” ujar seorang T-killer.
“Sepertinya mereka menjalankan mesin di lantai paling atas. Aku minta satu tim untuk segera ke bagian atas gedung untuk memeriksa. Yang lain tetap menyisir setiap lantai untuk mencegah sel terinfeksi yang bersembunyi,” perintah Komandan T-killer.
“Siap! Tim empat akan segera menuju bagian atas gedung,” balas seorang T-killer dari earpiece.
Tiga tim pasukan T-killer lain kembali bergerak untuk memeriksa tiap lantai dan menghabisi sel terinfeksi yang mereka temukan. Tapi belum sempat mereka melangkah lebih jauh, terdengar seruan dan rentetan tembakan di earpiece yang mereka kenakan.
“Di sini tim empat. Cepat minta bantuan! Mereka semua ada di sini!”
Begitu mendengar hal tersebut, ketiga tim T-killer lain langsung bergerak secepat kilat ke lantai atas gedung. Tembok yang membatasi ruangan-ruangan di lantai atas tersebut sudah dijebol. Membuat satu ruangan luas berisi mesin replikasi virus yang dioperasikan oleh sel terinfeksi virus utama.
Mesin replikasi sel berupa tabung berisi cairan mengandung enzim untuk proses pembentukan sel. Di dalam tabung-tabung tersebut, banyak terdapat sel baru yang siap dioperasikan dan diinfeksi oleh virus. Tempat mesin replikasi berada juga diselubungi selaput bening cukup tebal yang sulit ditembus oleh serangan para T-killer. Sementara para sel terinfeksi virus utama berseliweran di sekitar tabung replikasi sambil menertawakan para T-killer.
“Sepertinya mereka menambahkan sesuatu ke dalam proses replikasi sel. Senjata kita jadi tidak bisa melukai sel terinfeksi yang baru,” kata seorang T-killer.
“Kita harus bisa menembus ke tempat mesin replikasi. Tapi selaput bening ini terlalu tebal,” ujar T-killer lain.
Ditengah kebingungan pasukan T-killer, tiba-tiba saja enam orang menerobos masuk lewat jendela ke dalam ruangan. Senjata T-killer yang tadinya teracung kepada enam orang penerobos tadi, langsung mengarah ke lantai begitu mengenali mereka.
“Sel B! Kalian pasti bawa sesuatu untuk itu, kan!” seru komandan T-killer sambil mengacungkan dagu ke arah selaput bening tebal tadi.
Keenam pendatang tadi mengenakan pakaian seragam berupa baju hazmat lengkap berwarna putih kebiruan. Di bahu mereka tersampir tali yang mengikat tabung di punggung dengan selang yang terhubung ke senjata di tangan mereka.
“Tenang saja. Kami akan mempermudah ini untuk kalian,” ujar seorang dari Sel B. Lantas ia dan kelima temannya menyemprotkan cairan dari tabung di punggung ke arah selaput bening di hadapan mereka. Perlahan permukaan selaput bening tebal itu seperti meleleh. Lalu timbul lubang di selaput tadi.
Para sel terinfeksi di dalam selaput tadi langsung tampak panik. Mereka tidak mengira jika para sel kekebalan tubuh bisa menembus pelindung yang mereka sudah modifikasi kandungannya agar lebih lentur dan kuat.
“Hah! Sekarang bagaimana, brengse*k! Tamatlah riwayat kalian!” seru para T-killer.
Sel B kembali menyemprotkan cairan antigen kepada para sel terinfeksi virus utama. Selaput pelindung tubuh sel terinfeksi tadi seketika meleleh dan cahaya di mahkota mereka meredup.
T-killer langsung ambil kesempatan dengan memberondong para sel terinfeksi dengan peluru dari senapan. Setelah semua sel terinfeksi hancur lebur, mereka langsung mematikan sementara mesin replikasi sel dan memusnahkan sel yang baru terbentuk untuk mencegah terjadinya mutasi virus di dalam sel baru.
“Komandan T-helper, bagian belakang tenggorokan aman,” lapor komandan T-killer.
“Kalian sebaiknya tetap berpatroli di sekitar dan waspada. Ada kemungkinan virus akan masuk kembali ke dalam tubuh. Kita tidak tahu bila nanti mereka telah bermutasi dari luar sana,” perintah komandan T-helper.
“Siap!” balas komandan T-killer. Teringat dengan pasukan Neutrofil dan Macrophage di paru-paru, lantas ia mencoba menyambungkan komunikasi ke sana. “Hoy! Bagaimana keadaan kalian di paru-paru?”
Agak lama tidak ada jawaban. Setelah beberapa kali mencoba lagi untuk menghubungi pasukan di paru-paru, akhirnya ada suara putus-putus tersambung di earpiece. “Mereka… bagaimana… banyak…”
Komandan T-killer termangu sejenak berusaha mencerna perkataan salah satu Neutrofil yang menjawab di earpiece tadi. Keningnya berkerut menatap satu-satu anak buahnya dan Sel B yang juga tidak mengerti perkataan Neutrofil di paru-paru.
“Hey! Coba kau ulangi lagi! Tidak kedengaran!” teriak Komandan T-killer yang malah membuat semua anak buah dan Sel B berjengit mendengar suara melengking di telinga mereka.
“Para sel terinfeksi terlanjur banyak di paru-paru!”
“Entah bagaimana selubung mereka bisa menebal.”
Suara para Neutrofil bersahutan di earpiece. Terdengar pula suara-suara panik dari sel-sel yang diserang di paru-paru.
“Kedengarannya mereka butuh bantuan,” ujar seorang T-killer.
“Neutrofil! Macrophage! Kami akan menuju ke sana!” komandan T-killer tampak berapi-api menatap jalur ke paru-paru.
“Kita basmi virus bejad itu!”
“Jangan biarkan virus merajalela di tubuh ini!”
“Bunuh virusnya! Bunuuuh!”
Anggota pasukan T-killer lain juga ikut terbakar semangat dan bersorak.
“Tidak! Tidak! Jangan kalian!” suara komandan Sel B mencoba mengalahkan sorakan ramai para T-killer.
Suara ribut para T-killer meredup seiring dengan gerakan tangan komandan T-killer.
“Apa maksudmu?! Kau mau membiarkan para sel sehat terinfeksi virus?! Kau mau tubuh ini mati?!” semprot komandan T-killer kepada komandan Sel B.
“Justru itu! Aku mencegah terjadinya bencana. Paru-paru akan semakin rusak kalau para sel kekebalan bertindak terlalu berlebihan,” komandan Sel B balas teriak.
Para sel T-killer langsung terhenyak dan diam, mencoba mencerna kata-kata komandan Sel B.
***
“Jadi, kita harus tetap berdiam diri di sini dan membiarkan rekan kita bertempur sampai mati?” tanya komandan T-killer sambil menatap tajam kepada komandan Sel B. Wajahnya terlihat gelap. Jemari di kedua tangannya mengepal kuat-kuat bersamaan dengan terdengarnya geraman tertahan dari mulutnya.
“Kalian pasti pernah baca berkas soal badai sitokin, bukan? Apa kalian mau peradangan di paru-paru semakin parah dengan semua peluru yang kalian lontarkan ke segala arah?” jawab salah seorang Sel B dengan nada sedikit mencela.
“Kita harus bisa membagi tugas dan mengendalikan diri dalam masalah ini. Kalian akan sangat membantu jika tetap berjaga di sini. Mana tahu jika virus dari paru-paru lari ke sini atau ada virus serupa masuk kembali dari hidung, mulut atau mata,” ujar komandan Sel B mencoba membuat situasi kondusif dengan para T-killer yang sedang terbakar.
“Perkataan para Sel B memang benar. Biar kami semua yang menangani di sini,” ujar satu Neutrofil di earpiece.
“Lebih baik kami yang mati demi kelangsungan hidup para sel lain di tubuh ini. Daripada tubuh ini yang mati dan semua tidak akan bisa terselamatkan,” ujar seorang Neutrofil lain.
Perkataan Neutrofil tadi disambut anggukan setuju dari Neutrofil lain dan Macrophage di paru-paru.
Sementara para T-killer yang mendengarkan hanya bisa menunduk dengan wajah suram. Memang resiko dari tugas mereka adalah kematian. Tapi selama mereka tetap berjuang hingga akhir untuk membasmi antigen dan menjaga kelangsungan hidup sel lain di tubuh ini, kematian pastilah menjadi sebuah kehormatan.
“Kami akan ke sana untuk menyemprotkan cairan antigen ini,” suara komandan Sel B memecah sunyi. Ia mengisyaratkan anak buahnya untuk bersiap pergi ke paru-paru.
Baru berjalan dua langkah, komandan Sel B berhenti dan membalikkan setengah badan ke arah pada T-killer. “Kami mengandalkan kalian di sini. Karena kalian paling hebat diantara kami,” ujarnya seraya menyeringai dan mengacungkan jempol.
Semua T-killer langsung mengangkat wajah dan terperangah menatap punggung para Sel B yang dengan cepat menghilang menuruni tangga di ujung sana. Terlihat semburat merah samar di wajah pucat mereka.
“Kita jaga di sini!” teriak komandan T-killer. Satu tinjunya teracung ke udara.
“Jangan biarkan virus masuk kembali!”
“Basmi virus yang kabur!”
Sorakan para T-killer lain kembali membahana. Mereka lantas menyusun tim untuk patroli dan berjaga di tempat ini.
oOo
“Hey, itu para Sel B!” seru seorang Neutrofil begitu melihat Sel B sampai di paru-paru. Raut lega tampak di wajah lelahnya.
“Kami datang! Ini akan mempemudah kalian, Neutrofil, Macrophage,” ujar satu Sel B sembari menepuk-nepuk semprotan di tangan.
“Baiklah, kita harus berpencar. Ingat, jangan berlebihan menggunakan cairan ini. Kita tidak mau Sel Mast jadi membanjiri paru-paru dengan histamin,” tutur komandan Sel B yang dibalas dengan anggukan Sel B lain. Lalu para Sel B berpencar mencari kumpulan sel terinfeksi dan menyemprotkan cairan antigen.
Sementara itu, para Neutrofil dan Macrophage juga ikut berpencar mengikuti jejak Sel B yang telah membuat selubung sel terinfeksi luntur. Hingga dengan mudah mereka menebas sel-sel terinfeksi.
Satu Neutrofil berjongkok dan menarik kasar kerah kaus sel terinfeksi yang sudah terkulai lemah. Ia bersiap mengayunkan belati ke leher sel terinfeksi itu. Tapi tangannya tertahan ketika mendengar kekehan dingin dari sel terinfeksi di hadapannya. “Apa yang kau tertawakan, sialan?!”
“Kau tidak tahu apapun selain keadaan di dalam sini, bukan? Di luar sana, sedang terjadi penyebaran virus secara besar-besaran. Kami akan menguasai seluruh bagian dunia. Banyak dari kami akan kembali masuk ke tubuh ini,” ujar si sel terinfeksi dengan nada dingin dan tajam.
“Memangnya siapa kalian? Beraninya berpikir akan menguasai dunia dengan segala kerusakan yang kalian perbuat!” seru si Neutrofil geram. Ia menekan mata pisau di leher si sel terinfeksi hingga menimbulkan goresan dalam.
“Kami… adalah para Crown. Saat ini kami menduduki tingkat teratas dalam rantai penularan virus tercepat,” seringai bengis tercipta di wajah kelam si sel terinfeksi.
“Dan kami akan terus membasmi berapapun dari kalian yang masuk untuk merusak tubuh ini!” seru si Neutrofil. Belatinya mengoyak tubuh dan menebas leher sel terinfeksi tadi.
Lantas si Neutrofil bangkit dan berlari menyusul rekannya yang lain untuk membasmi sisa-sisa sel terinfeksi lain. Tidak peduli akan rasa lelah yang dirasakan, para anggota sel darah putih akan selalu siap bertarung dengan para virus atau antigen lain yang merugikan tubuh.
oOo
Sistem kekebalan tubuh kita sendiri termasuk garda terdepan yang berjuang dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan. Apalagi sel darah putih yang bersedia mengorbankan diri demi melawan segala macam antigen yang masuk ke tubuh.
Semoga para divisi garda terdepan – baik berupa sel tubuh ataupun individu – diberikan kekuatan dan kesehatan dalam menjalankan tugas mulia mereka baik di masa pandemi ataupun setelahnya. Karena masyarakat yang sehat dan kuat, berawal juga dari individu yang sehat.