Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Pagi itu, seberkas cahaya matahari menerobos tirai tipis di kamarku, membangunkan aku dengan kehangatan yang familiar. Aroma kopi hitam yang baru saja dibuat Andika menguar, bercampur dengan wangi sabun mandi Amalia dari kamar mandi sebelah. Rutinitas pagi kami, selalu terasa seperti sebuah melodi yang indah, berulang dengan nada yang sama, namun tak pernah kehilangan magisnya.
Aku beringsut dari tempat tidur, merapikan selimut, lalu melangkah ke dapur mungil kami. Andika sedang berdiri di depan kompor, membalik telur dadar dengan cekatan. Punggungnya yang tegap, rambutnya yang sedikit berantakan sehabis mandi, dan kemeja kerjanya yang baru setengah kancing terpasang, membentuk pemandangan yang selalu berhasil menghangatkan hatiku.
"Pagi, Sayang," sapaku, memeluknya dari belakang. Daguku bersandar di bahunya yang lebar, menikmati aroma tubuhnya yang bersih.
Ia menoleh sedikit, tersenyum, lalu mengecup keningku. "Pagi juga, istriku. Kopi kamu sudah siap."
"Terima kasih." Aku melepaskan pelukan, mengambil cangkir kopi yang mengepul di meja makan, dan duduk. Dari sana, aku bisa melihat taman depan kami yang rimbun, tempat Amalia sering bermain di sore hari. Rumah kecil ini, dengan segala kesederhanaannya, adalah istanaku, tempat hatiku berlabuh dengan tenang.
Tak lama kemudian, suara langkah kaki kecil berlari riang memenuhi ruangan. Amalia, putri kami, muncul dengan handuk melilit rambut dan baju tidurnya. Matanya yang bulat berbinar ceria.
"...