Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Antahsvara
3
Suka
1,753
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

[Selama tiga tahun sepuluh bulan dua minggu lima hari, Tiara sudah menjalani hubungan FWB (Friends With Benefit) dengan Wira.]

Wira: Pulang jam berapa?

Sebuah pesan melalui aplikasi WhatsApp memecah konsentrasi Tiara di tengah kesibukannya bekerja.

Dengan cepat gadis ini mengganti tampilan Google Sheet di layar laptopnya menjadi layanan WhatsApp Web.

Tiara: Aku pulang agak telat. Masih banyak kerjaan.

Tidak sampai satu menit, respons kembali masuk. Kemudian berlanjut menjadi conversation yang membuat Tiara, begitu nama sang gadis, terpaksa menghentikan pekerjaan deadline yang sedang dikejarnya saat ini.

Wira: Jam berapa? Aku mau pakai mobil. 

Tiara: Malam jam 10. 

Wira: Kamu pulang naik online aja. Aku ke kantor kamu sekarang ambil mobil. 

Tiara: Gak bisa. Besok pagi-pagi aku ada presentasi ke klien jam 7. 

Wira: Ya besok pagi kamu naik online lagi aja.

Tiara tercenung. Wira sering sekali seperti ini.

Tiara sebetulnya sama sekali tidak keberatan membiarkan mobilnya dipakai oleh sang kekasih. Namun sikap Wira yang seakan-akan tidak memperdulikan Tiara lah yang membuat dirinya kerap merasa kesal.

Meminjam mobilnya, namun sudah jadi seperti hak milik. Padahal pemiliknya, adalah dirinya. Selalu Tiara yang harus merelakan mobilnya dipakai Wira. Sedangkan dirinya sendiri jadi malah harus memakai ojek online ke mana-mana. Bahkan saat penting ketika butuh mobil saat ada kebutuhan kerjaan yang penting, Wira juga tidak peduli. Tidak peduli dengan Tiara. Kebutuhannya harus selalu didahulukan, Tiara dinomor duakan.

Gawatnya lagi Wira sangat paham titik kelemahan Tiara. Tidak pernah bisa menolak karena Tiara mencintai Wira terlalu berlebihan.

***

Beberapa bulan yang lalu, Tiara membeli sebuah mobil jenis city car yang sudah lama diimpikannya. Berkat kerja kerasnya, dirinya berhasil mendapat klien besar, lalu mendapatkan bonus dengan nominal cukup besar.

Sebagian dari bonus dipakainya untuk uang muka mobil, sebagian lagi diberikan untuk ibu dan keperluan sekolah adik-adiknya, dan sebagian lagi diinvestasikannya.

***

Tiara: Yowis kamu pakai aja mobilnya. Tapi pulangnya bisa gak kamu jemput aku, drop aku di rumah, abis itu baru mobilnya kamu bawa? 

Wira: Manja banget. 

Tiara: Bukannya manja. Kan udah malam juga masa aku naik ojek pulang. 

Wira: Kaya baru sekali aja pulang malam naik ojek online. 

Tiara: Iya deh oke. 

Wira: Boleh pakai mobilnya gak sih aku? Kok kaya gak rela gitu. Aku butuh lho ini. 

Tiara: Ya bukannya gak rela. Tapi besok aku kan pagi-pagi jam tujuh udah harus sampai di tempat klien. Kalau harus naik online ribet banget bawa laptop dan keperluan lainnya. 

Wira: Besok kamu pakai ransel, laptop dan semua keperluan kamu masukin ke ransel. 

Tiara: …. 

Wira: Ya udah lah kalau gak boleh. 

Tiara: Ya udah lah iya kamu pakai aja. Malam ini pulang sama besok pagi-pagi aku naik online. Terus mobilnya kamu pulangin kapan? 

Wira: Besok aku kabarin. Bensinnya penuh gak? 

Tiara: Tadi aku habis isi full. 

Wira: E-toll? 

Tiara: Ada

Wira: Kartu e-tollnya iya ada. Isinya maksudku, ada gak? 

Tiara: Iya ada. Masih ada cepe’

Wira: Mantep. Aku jalan ke kantor kamu sekarang. Kuncinya kamu titipin di security bawah aja sekalian. 

Tiara: Kamu gak pengen ketemu aku?

Wira: Aku lagi buru-buru. Kamu jangan cari ribut. 

Tiara: Ya. 

Wira: STNK-nya jangan lupa. 

Tiara: Iya gak bakal lupa. Aku selipin di dompet gantungan kunci. 

Wira: OK.

Tiara menutup percakapan di WhatsApp dengan perasaan campur aduk. Ini bukan pertama kalinya Wira bersikap seperti ini, namun entah mengapa hari ini rasanya lebih berat. 

Ada rasa lelah yang menyelusup, bukan dari pekerjaannya, tetapi dari hubungannya dengan Wira. Sambil menghela napas panjang, Tiara lanjut menyelesaikan deadline dengan perasaan yang semakin tak menentu.

***

Setelah menyelesaikan pekerjaan, Tiara berjalan menuju pos security untuk menitipkan kunci mobilnya. 

Pikirannya terus melayang, memikirkan bagaimana Wira seringkali memanfaatkan kebaikan hatinya. Dia menyadari bahwa selama ini dia terlalu banyak mengalah demi menjaga hubungan mereka.

"Mbak Tiara, ini titip kunci mobil ya?" Tanya Pak Joko, security yang sudah lama dikenalnya.

"Iya, Pak Joko. Ini kuncinya, tolong kasihkan ke Wira kalau dia datang nanti," jawab Tiara sambil tersenyum lelah.

Pak Joko mengangguk sambil mengambil kunci dari tangan Tiara, "Baik, Mbak. Hati-hati pulangnya, ya."

Tiara tersenyum tipis, dan melangkah keluar gedung. Dia memesan ojek online dan menunggu di lobi. 

Sambil menunggu, Tiara memikirkan kata-kata yang sering diucapkan ibunya, "Intinya, selalu ikuti suara hati." Kata-kata itu terus terngiang di telinganya, membuatnya merenung lebih dalam tentang hubungannya dengan Wira.

***

Ojek online tiba, dan Tiara segera naik. Dalam perjalanan pulang, dia mencoba memikirkan bagaimana harus mengatasi perasaannya. Dia mencintai Wira, namun apakah perasaan tersebut cukup untuk mengatasi semua rasa sakit dan pengorbanan yang dia lakukan selama ini? Apakah Wira benar-benar peduli padanya, atau hanya memanfaatkannya?

**”

Sesampainya di rumah, Tiara langsung menuju kamar, lalu merebahkan diri di tempat tidur. Matanya terasa berat, tetapi pikirannya terus berputar. Dia mengambil ponselnya dan melihat percakapan terakhir dengan Wira. Air matanya mulai mengalir, dan dia menyadari bahwa ada sesuatu yang harus diubah.

***

Keesokan paginya, Tiara bangun dengan tekad baru. Dia menyadari bahwa sudah saatnya untuk mendengarkan suara hatinya, dan mengambil keputusan yang mungkin sulit, tetapi perlu. 

Setelah mandi dan bersiap-siap, dia memesan ojek online untuk pergi ke tempat klien. Pikirannya sudah bulat, dia tidak akan membiarkan Wira terus-menerus mengambil keuntungan dari kebaikan hatinya.

**”

Setelah presentasi selesai dan berjalan sukses, Tiara merasa sedikit lega. Namun, pikirannya masih tertuju pada Wira dan percakapan yang akan datang. Saat dia keluar dari gedung klien, dia melihat pesan dari Wira.

Wira: Mobilnya aku pulangin sekarang ya. Kamu di kantor? 

Tiara: Aku masih di tempat klien. Kamu bisa tunggu di kantor?

Tidak lama kemudian, Wira membalas.

Wira: Ya udah, aku tunggu di kantor.

Dengan hati yang berdebar, Tiara memesan ojek online lagi untuk kembali ke kantor. Sepanjang perjalanan, dia terus memikirkan apa yang akan dia katakan kepada Wira. 

***

Setibanya di kantor, dia melihat Wira sudah menunggunya di lobi dengan wajah yang sedikit cemberut.

"Kok lama banget sih?" Tanya Wira dengan nada tidak sabar.

"Maaf, ada sedikit urusan tadi," jawab Tiara sambil tersenyum tipis. "Kita bisa bicara sebentar?"

Wira mengangguk, dan mereka berjalan menuju taman kecil di samping kantor. Setelah duduk di bangku, Tiara mengambil napas dalam-dalam dan mulai berbicara.

"Wira, aku ingin bicara tentang hubungan kita," kata Tiara dengan suara tenang. "Aku merasa selama ini aku yang selalu mengalah dan memberikan segalanya, sementara kamu sering kali tidak peduli dengan kebutuhanku."

Wira mengerutkan kening, "Maksud kamu apa?"

"Aku selalu ada untuk kamu," sambung Tiara. "Tapi aku juga punya kebutuhan dan keinginan. Aku merasa kamu tidak pernah benar-benar mendengarkan atau peduli tentang itu."

Wira terlihat tidak nyaman, "Kamu kenapa ya? Kok baper? Jangan drama! Kita ini sebatas teman lho, gak ada hubungan apa-apa."

Tiara menggeleng. Ada rasa perih yang Tiara rasakan mendengar kalimat Wira. "Aku hanya ingin kita bisa saling menghargai dan mendengarkan. Kalau kamu benar-benar peduli padaku, aku butuh kamu untuk menunjukkan itu."

Wira terdiam sejenak, lalu menghela napas, "Oke, aku mengerti," jawabnya pendek.

Tiara tersenyum tipis, "Terima kasih. Aku hanya ingin kita bisa lebih baik lagi."

Percakapan itu memberikan sedikit harapan bagi Tiara, meski dia tahu perubahan tidak akan terjadi dalam semalam. Namun, yang terpenting, dia sudah mulai mendengarkan suara hatinya dan mengungkapkan apa yang dia rasakan.

***

Hari-hari berlalu, dan Tiara melihat perubahan kecil dalam sikap Wira. Meski tidak sempurna, dia mulai lebih memperhatikan kebutuhan Tiara.

Namun, Tiara juga menyadari bahwa perubahan itu tidak akan bertahan lama jika Wira tidak benar-benar berkomitmen untuk berubah.

***

Suatu hari, saat mereka sedang bersama di sebuah kafe, Wira kembali menunjukkan sikap yang membuat Tiara kecewa. Dia lebih banyak bermain dengan ponselnya daripada memperhatikan Tiara yang sedang bercerita tentang pekerjaannya. Tiara merasa frustrasi, namun kali ini dia tidak bisa lagi menahan perasaannya.

"Wira, aku tidak bisa terus seperti ini," kata Tiara dengan tegas. "Aku merasa kamu tidak benar-benar peduli padaku. Aku butuh seseorang yang benar-benar bisa menghargai dan mencintaiku."

Wira terkejut. "Kamu serius?"

"Ya, aku serius. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri," jawab Tiara dengan suara yang bergetar. "Aku harap kamu bisa mengerti."

"OK!" Wira hanya menatap Tiara dengan ekspresi datar, seperti tidak perduli.

Tiara merasa hatinya berat, namun dia tahu ini adalah keputusan yang tepat. Dia perlu mendengarkan suara hatinya dan memilih kebahagiaan dirinya sendiri.

***

Setelah pertemuan itu, Tiara merasa lega meski ada rasa sakit yang menyertai. Dia menyadari bahwa mencintai diri sendiri adalah langkah pertama untuk menemukan kebahagiaan sejati. Meski sulit, dia yakin bisa melewati semuanya.

***

Waktu berlalu, dan Tiara mulai fokus pada dirinya sendiri dan pekerjaannya. Dia menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana dan mulai menikmati hidup tanpa beban. Meski terkadang ada rasa rindu pada Wira, dia tahu keputusannya sudah benar.

**”

Suatu hari, saat sedang berjalan-jalan di taman, Tiara melihat pelangi yang indah di langit. Dia tersenyum dan merasa hatinya damai. Kata-kata ibunya kembali terngiang, "Intinya, selalu ikuti suara hati."

Tiara tahu, selama dia mengikuti suara hatinya, dia akan menemukan kebahagiaan sejati. Meski perjalanan ini tidak mudah, dia siap menjalani setiap langkah di dalam hidupnya dengan penuh keyakinan dan cinta pada dirinya sendiri.

**Tamat**


Pesan moral: Pentingnya menghargai diri sendiri dan mendengarkan suara hati. Tiara menyadari bahwa cinta dan pengorbanan yang dia berikan kepada Wira tidak dibalas dengan perhatian dan rasa hormat yang sama. Dengan menyadari nilai dirinya dan memilih untuk mengikuti suara hatinya, Tiara mengambil langkah menuju kehidupan yang lebih sehat dan bahagia. Cerita ini menekankan bahwa kebahagiaan sejati sering kali dimulai dengan mencintai diri sendiri dan membuat keputusan sulit untuk memprioritaskan kesejahteraan pribadi, meskipun itu berarti mengakhiri hubungan yang tidak sehat.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Skrip Film
Shall we Love again?
Array Hanzen
Cerpen
Antahsvara
Shinta Larasati
Novel
Gold
Hi, Nerd!
Bentang Pustaka
Cerpen
Bronze
TAK SEINDAH KATA
Citra Rahayu Bening
Novel
Asa yang Tersisa
Awang Nurhakim
Flash
Gula
Nurmala Manurung
Flash
Mawar Dark Crimson
Ayu Anggun
Flash
Bukan Malam Jahanam
Anjrah Lelono Broto
Novel
Bukan Kamu
Kezia Dwita
Cerpen
Outlook
Adinda Amalia
Novel
CIRCLE
nadyanml
Novel
but, i will miss you
Da.me
Novel
Sweet vs Savoury
Yuanita Fransiska
Flash
Melepas Pergi
C R KHAN
Novel
My Little Evil
Yalie Airy
Rekomendasi
Cerpen
Antahsvara
Shinta Larasati
Cerpen
NAMA BAYIKU CORDELIA
Shinta Larasati
Flash
Hilang Di Antara Jejak
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Bu Surti: Musuh Desa
Shinta Larasati
Cerpen
Batagor, 98, Dan Langit Kembang
Shinta Larasati
Cerpen
Warisan Dari Bapak
Shinta Larasati
Novel
Warisan Perempuan Terbuang
Shinta Larasati
Cerpen
Laboratorium Transmisi Mental
Shinta Larasati
Cerpen
30 Hari Menuju Cinta
Shinta Larasati
Cerpen
Persahabatan Antar Planet
Shinta Larasati
Cerpen
Lurik
Shinta Larasati
Cerpen
Pendar
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Prajurit Cahaya
Shinta Larasati
Cerpen
Ulang Lahir
Shinta Larasati
Cerpen
Bronze
Hilang Sebelum Sampai
Shinta Larasati