Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Hei, coba lihat, ada Tuan Hendri!”
“Oh … si wakil komandan.”
Selepas kekuasaan Nippon dari tanah air yang ditandai dengan kemerdekaan, membuat organisasi-organisasi bentukan mereka mulai dipertanyakan eksistensinya. Demikian pula Seinengumi, yang kemudian diputuskan untuk tetap bertahan—lantaran memiliki fungsi penting di masyarakat—dan dengan diganti nama menjadi Kepolisian Militer.
Sang wakil komandan, Hendri benar-benar dihormati berkat betapa besar pengabdiannya kepada masyarakat. Berpatroli setiap hari dan menyelesaikan berbagai kasus dengan adil. Namun, tak banyak orang yang masih skeptis padanya, termasuk Saka.
Saka, seorang pemuda mantan pejuang kemerdekaan. Dia tak peduli dengan hidup seadanya—bekerja serabutan dan tinggal di kontrakkan kecil yang menunggak berbulan-bulan—baginya, hidup adalah membela tanah air, sedangkan yang lain sama sekali tidak penting.
Kini setelah tanah airnya merdeka, kehidupan Saka menjadi sedikit tidak jelas. Hanya dipenuhi oleh bekerja di sana sini—membantu memanen ladang, menjaga hewan piaraan, memperbaiki genting, dan sebagainya—atas tawaran dari berbagai orang.
Saka tanpa sadar menjadi memiliki banyak kenalan dan relasi setidaknya dengan satu orang di tiap gang. Sekian macam model manusia pernah ditemuinya, segala topik pembicaraan, dan tentu saja berbagai desas-desus—yang bahkan sangat sulit untuk menyebar—mengenai sang wakil komandan Shinsengumi, Hendri, bisa sampai di telinganya.
Bukan hanya tentang wakil komandan, Saka juga sedikit menoreh perhatian pada satu hal lagi: seorang gadis yang baru terlihat belakangan ini. Semula hendak diabaikan seperti kebanyak orang yang ditemui, tetapi tak jadi saat dia mendengar bisik-bisik satu dua orang mengenai seorang gadis yang dilempar ke sana kemari dari berbagai tempat kerja.
Makin sering Saka melakukan segala macam pekerjaan berpindah-pindah, kian sering pula mendapati keberadaan gadis itu di berbagai tempat acak—begitu pula sebaliknya—dan keduanya tiba-tiba sudah seperti saling mengenal padahal belum pernah saling berbicara sama sekali.
Bahkan, kalimat pertama yang diucapkan saat Saka akhirnya menghampiri gadis tersebut, bukanlah ucapan salam atau sejenisnya. “Kebanyakan orang di sini mengenalku dan memilihku untuk pekerjaan yang ditawarkan. Bila kau mencari celah, itu akan sangat sulit. Bocah, aku selalu mendengarkan setiap tawaran pekerjaan yang diberikan padaku, bila nanti ada yang sesuai untukmu, aku akan memberikannya padamu.” Saka mengulurkan tangan dan gadis itu menggapainya.
Tanpa Saka mengingat kapan tepatnya, dia mulai mendengar fakta—bukan lagi desas-desus—mengenai sang wakil komandan Kepolisian Militer, semua dari bocah yang tiba-tiba sudah menjadi bagian dari hidupnya itu.
“Yah, lagi pula, bukan berarti aku ingin merahasiakan itu, toh aku tak sepenuhnya ingat apa yang terjadi. Namun, setidaknya aku mengetahui beberapa hal.”
Di balik berbagai prestasi yang sebagian besar diperoleh oleh sang wakil komandan, Seinengumi memang memiliki bayang-bayang besar yang sanggup menerkam apa pun tanpa diketahui. Semua kasus yang mereka tangani dapat selesai dengan halus, bukan semata-mata karena mereka kompeten, tetapi berkat adanya algojo untuk membungkam mulut-mulut yang tak diperlukan demi kelancaran proses penyelesaian kasus.
"Mengapa Ayah tak menganggap keberadaanku?" itu pertanyaan pertama Alejandra saat dia mulai bisa memikirkan apa yang terjadi di sekitarnya.
"Karena dia adalah seorang prajurit Nippon yang besar, hanya akan menghancurkan segala yang dimilikinya apabila semua orang tahu bahwa dia memiliki putri seorang campuran sepertimu."
“Namun, perang telah berakhir.”
“Dan hubunganmu dengannya juga telah berakhir … dia meninggalkanmu di sini, sedangkan sebagian besar Tentara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang kembali ke negeri mereka akibat telah terdesak mundur di sana.”
Selepas kemerdekaan, pribumi menjadi jumlah yang mendominasi. Beberapa orang Jepang dan bahkan sebagian kecil Belanda masih ada di Indonesia—dan Alejandra adalah perpaduan ketiganya.
Alejandra terjebak di negeri bumiputera seorang diri sejak tujuh tahun. Seinengumi yang merasa berhutang jasa kepada Nippon selaku pihak yang membentuk mereka, memutuskan untuk membawa gadis itu. Sayang, itu menjadi jurang kegelapan baru bagi Alejandra. Di tangan Hendri, dia justru berakhir tumbuh menjadi seorang algojo.
Kini, setelah beberapa tahun berlalu dan Alejandra mulai tumbuh remaja, gadis itu meninggalkan Kepolisian Militer dan tanpa sadar telah menjadi anak buah Saka—andai kata seperti karyawan dari seorang semi-pengangguran, sebuah peran yang bodoh.
“Kurasa aku juga menyesal mengikuti tawaranmu hari lalu.”
“Bicara apa kau, anak kacang kulit? Ingin kubuang ke hilir sungai?”
Alejandra sekadar membuat muka cemberut.
Memang, anehnya, dia sama sekali tak pernah terlintas niat ingin berpaling seperti halnya ketika berada di Kepolisian Militer. Kalimat Saka yang paling diingat dan membuat Alejandra tak memiliki alasan untuk pergi adalah, “Bila terjadi sesuatu, aku pasti akan datang."
Setiap kali orang-orang yang memintanya bekerja menatap terkejut dengan aneh lantaran yang datang bukanlah Saka, melainkan seorang gadis—lebih lagi berdarah campuran, di akhir pekerjaan Saka selalu menyusul sambil membanggakan betapa bagusnya pekerjaan Alejendra dan meminta sang orang itu untuk tak ragu mempekerjakan mereka lagi lain waktu. Lantas lama-kelamaan, Alejandra nyaris lupa bahwa dia pernah dilempar-lempar dari berbagai tempat kerja.
Sampai suatu hari, Alejandra yang hendak berangkat melakukan pekerjaan terbaru yang ditawarkan seseorang, berjumpa dengan Hendri—dan itu bukan sebuah pertemuan yang menyenangkan. Alejandra begitu tertegun dan mematung seketika, sedangkan pria itu memandang dengan begitu dalam.
Saka ada di sana saat itu. Lalu, semenjak tersebut, keduanya berselisih. Alejandra tak tahu apa yang benar-benar terjadi di antara mereka, dan Sak tak pernah berbicara berapa kali pun dia bertanya. Bahkan, suatu saat, dia justru membalik pertanyaan, "Ale, di manakah kau ingin tinggal?"
Namun, Alejandra tak bisa menjawab.
Alejandra tak pernah lagi menyinggung tentang situasi di antara mereka sejak hari itu. Saka juga tetap saja melakukan berbagai pekerjaan yang ditawarkan padanya setiap hari, dan menghabiskan sisa hari dengan merawat bambu runcingnya yang sudah lama menganggur—seperti hari-hari biasa.
Alejandra hampir merasa tak ada masalah lagi bagi Saka—atau setidaknya, begitu yang terlihat, hingga dia menerima pekerjaan dari orang lain lagi yang ternyata diperintahkan oleh Hendri. Saka marah besar. “Wahai Tuan Wakil Komandan, sesungguhnya apa yang kau lakukan? Mengais-kais tong sampah untuk mencari kembali mainan yang telah kau rusak sendiri? Jangan bercanda!”
Hendri sekadar memandang pria itu sesaat, sebelum berkata dengan datar, “Omong kosong macam apa itu?”
Saka seketika murka. “Apa yang kau tahu tentang Alejandra? Walau dia bekerja denganmu selama delapan tahun, kau … tak pernah sedikit pun memperdulikannya!”
Hendri baru menyadari di saat itu, bahwa apa yang dikatakan Saka ternyata adalah kalimat yang paling dibencinya—hingga membuat lupa akan segala hal selain bereaksi dengan begitu marah perihal tersebut. "Kau kira siapa yang paling tak ingin melihatnya terluka? Aku! Kau kira siapa orang yang paling khawatir tiap kali dia harus bekerja dengan tugas-tugas bodoh yang mengerikan itu? Aku! Kau kira siapa yang ingin Alejandra bisa bahagia seperti anak-anak lain? Aku, kau tahu!”
Sudah sejak lama sekali Hendri mulai mempertanyakan dirinya sendiri apakah sudah menjaga Alejandra dengan cukup baik. Namun, tetap saja, tiap kali menemui anak itu, dia kesulitan untuk mengungkapkan yang benar-benar ingin disampaikan dan berakhir memberikan perintah singkat lalu pergi begitu saja.
“Aku juga ingin Alejandra merasakan dunia luar! Namun, mau bagaimana lagi? Semua orang di luar sana membencinya! Dia tak akan memiliki tempat sedikit pun di sana!”
Hendri adalah yang paling memahami tentang itu. Sebagai anggota Seinengumi di saat masih masa perang dahulu, dia berada di antara kedua pihak. Melihat dengan nyata bagaimana reaksi pribumi dan bangsa asing, terhadap satu sama lain. Itulah mengapa Hendri memutuskan untuk menyembunyikan Alejandra dari dunia dengan bekerja di bayang-bayang Kepolisian Militer, agar gadis itu tak pernah tahu kejamnya dunia luar yang sangat membencinya. Di tiap pekerjaan gadis itu, tak akan ada seorang pun yang mengingat atau tahu tentang Alejandra—dan itu adalah cara terbaik untuk menjaganya.
"Sang wakil komandan yang terhormat kata mereka? Kau tak lebih dari sekadar keledai dungu!"
Hendri terdiam memandang Saka dengan tampang sungguh-sungguh, setidaknya untuk sesaat. "Tak peduli apa yang kau katakan tentangku. Namun, asal kau tahu, yang memutuskan untuk bekerja di bayang-bayang Kepolisian Militer adalah Ale sendiri, aku tak pernah sekali pun mengajaknya. Dia datang padaku atas keinginannya sendiri.”
Saka terkejut.
Perlahan, dia menoleh ke gadis di sebelahnya, "Ale…."
Sejak awal anak itu datang ke markas utama Kepolisian Militer, Hendri tak pernah sekali pun menatap mata Alejandra, tidak sampai anak itu sendiri yang menahan lengan baju sang wakil komandan. “Jangan tinggalkan aku….”
“Kurasa kau harus mengatakannya kepada orang lain.”
Anak itu menggeleng. Semenjak ditinggalkan sendirian di Kepolisian Militer oleh ayahnya, tak ada seorang memerhatikan Alejandra. Apa yang dia lihat setiap hari hanyalah sang wakil komandan—ketika itu masih remaja—sibuk mondar-mandir mengerjakan berbagai hal tiap hari.
Agaknya, Hendri memang seharusnya melepaskan tangan Alejandra saat itu, bukan meraihnya dan justru menyeretnya ke lapangan ranjau di dalam benteng, atas dalih upaya terakhir yang terbaik. Dia tak pernah pantas untuk anak itu.
“Baiklah…,” kata Hendri sambil untuk sesaat memandang bocah yang entah sejak kapan sudah tumbuh setinggi pundaknya—sebelum kembali ke Saka, meski sangat berat untuk melanjutkan, “dia di tanganmu sekarang. Aku tak ingin merusak Kepolisian Militer dengan merekrut algojo atau peran-peran kotor lain," begitu saja lantas berbalik pergi.
Saka kembali memandang Alejandra. Agaknya apa yang dikatakan Hendri memang benar, tetapi bukan berarti dia meninggalkan Kepolisian Militer karena tidak mau memedulikan upaya Hendri. Semua hanya, sudah terlalu terlambat untuk diperbaiki. Kepolisian Militer hanya menerima anggota laki-laki, setelah melepaskan peran algojo—yang memang seharusnya sejak awal tak pernah ada, Alejandra tak memiliki tempat untuk kembali ke sana.
Saka masih belum beralih dari gadis itu tanpa mengatakan apa pun, seakan memintanya untuk memutuskan sendiri apa yang ingin dilakukan setelah ini.
Alejendra berbalik ke arah berlawanan dari Hendri. Kemudian, apa yang dikatakan gadis itu hanyalah, "Saka, ayo kita kembali, masih banyak pekerjaan darimu yang harus kuselesaikan, bukan?"