Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Aluna dan Sepatu Kiri
1
Suka
4,489
Dibaca

Aluna dan Sepatu Kiri

Aluna, girang bukan main. Ia terpilih sebagai personil pembawa baki Bendera Pusaka. Ini kepercayaan besar yang ia terima di pertengahan tahun di musim kemarau ini.

“ Selamat yah Aluna .. “ ucapan selamat datang silih berganti  dari para rekan sesama personil Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, Paskibraka, untuk mendukung acara puncak peringatan Hari Kemerdekaan Negeri yang tinggal 3 hari lagi.

Harus sempurna ! begitu tekad Aluna. Remaja putri yang baru duduk di bangku SMA itu merasa punya pertaruhan yang besar. Ia harus menjaga nama baik pribadi, orang tuanya, daerahnya dan bangsanya. Sebelumnya Aluna bisa terpilih menjadi anggota Paskibraka lewat seleksi ketat di daerahnya.

Dua hari menjelang acara puncak, Aluna menerima sepasang sepatu pantofel hitam. Sepasang sepatu itu bernomor : 40. Aluna senang seraya jantungnya berdegup. Kurang lebih 48 jam dari sekarang, ia akan beraksi membawa baki Bendera Pusaka.

Aluna mengambil sepasang sepatu pantofel dari kardusnya. Pertama, ia masukkan kaki kanannya. Ia merasakan ukuran kaki dengan sepatu sebelah kanan, tak kurang juga tak lebih. Pas ! pekik batin Aluna. Berikutnya, Aluna menjajal kaki kirinya ke sepatu sebelah kiri. Di sinilah persoalan muncul. Di bagian dalam ada sedikit ruang kosong antara batas ujung sepatu dengan kelima jari kaki Aluna.

“ Aduh, longgar sedikit. Tapi cobalah pake kaos kaki …. “ kata Aluna pelan. Aluna memakai kaos kaki putih di kaki kirinya. Kemudian ia masukkan lagi ke dalam sepatu. Hasilnya, tetap sama. Aluna masih merasakan sisa rongga di antara kelima jari kakinya ke batas ujung sepatu. Aluna terdiam.

Aluna mengadukan soal ukuran sepatu kirinya pada para pelatih. Tapi mereka bilang, tak punya waktu untuk menukar sepatu. Para pelatih tak bermaksud menjebloskan Aluna tapi sebaliknya mereka beri sinyal pada Aluna sebagai tantangan. Aluna harus memakai intuisinya sebagai hasil proses penggembelangan selama sebulan di lapangan.

Baiklah, aku akan laksanakan tugas penting ini sebaik – baiknya dengan kondisi apapun ! begitu bisik Aluna menderu di batinnya. Sehingga tak terasa malam pun tiba. Aluna tidur begitu lelapnya di salah satu kamar di asrama para personil Paskibraka. Saat Aluna tidur, sepasang sepatu Aluna bangkit dari kematiannya. Mereka bernyawa. Sepasang sepatu itu berdialog.

“ Kau harus seimbang dengan langkahku yaa…! “ kata sepatu kanan kepada sepatu kiri.

“ Jika aku harus seimbang dengan mu, lalu siapa yang akan mengontrolmu ? enak saja … hahahha.. ! “ sahut sepatu kiri, ngeyel.

“ Astaga ! jadi kau gak mau kompak ya ? “ sepatu kanan balik menekan.

“ Aku ini sepatu kiri, tanpa beban ! tugasku memonitor dirimu, sepatu kanan ! “ jawab sepatu kiri santai tetap ngeyel.

 Pagi ini, beberapa jam sebelum puncak perayaan hari kemerdekaan digelar, Aluna berdoa di dalam hati. Ia mohon pada Tuhan agar dirinya mampu menjalankan tugas tanpa cela. Aluna konsentrasi penuh. Ia membawa modal berlatih selama sebulan untuk membuang risaunya soal sepatu sebelah kiri yang longgar.

Di bawah terik matahari pagi, di lapangan istana, pada puncak acara peringatan Hari Kemerdekaan Negeri, Aluna berhasil membawa Bendera Pusaka. Lalu berkibarlah bendera pemersatu bangsa di langit yang terang. Namun sesudahnya, barulah petaka terjadi.

Sepatu kiri Aluna lepas saat ia melakukan gerakan jalan di tempat. Sepersekian detik, Aluna terkejut. Pikirnya, mimpi buruk itu benar - benar terjadi. Aluna panik, tapi ia terus bergerak. Sejumlah rekan Paskibraka lain melirik kaki kiri Aluna yang kini tanpa sepatu.

Mereka beri kode pada Aluna agar tetap melanjutkan gerakan. Akhirya, Aluna bisa mengusai emosinya. Aluna bergerak tanpa sepatu kiri. Hanya kaos kakinya membungkus telapak kaki kiri. Ia  tuntaskan tugasnya.

Usai acara, banyak rekan termasuk para pejabat tinggi beri pujian. Mereka mengacungi jempol pada ketenangan dan keteguhan Aluna mengatasi persoalan sepatu kirinya yang lepas. Sampai di situ, Aluna merasakan lega. Ia pikir, dirinya terbebas dari olokan dan hujatan.

Namun Aluna terlalu cepat puas. Hari ini, pandangan mata banyak orang lebih percaya pada layar kecil di telepon seluler. Insiden lepasnya sepatu kiri Aluna terekam dalam video kurang lebih satu menit lalu cepat menyebar di akun media sosial.

Dari sinilah kegaduhan bermula. Para netizen berdatangan beri komentar. Banyak yang memuji tapi tak sedikit yang mencerca. Aluna terkejut. Perhatiannya tertuju pada para kelompok yang menyerangnya.

Berikut cuplikan ragam komentar pedas yang bikin merah kuping Aluna :

- Itu yang lepas sepatu kiri ya ? Keren ! sebelah kiri memang penggangu

- Memalukan bangsa dan negara. Kenapa sik pilih anggota  yang gak becus ?

- Tahu SOP gak sik ? Dilarang meminjam sepatu untuk upacara penting.

- Besok – besok, nyeker ajalah kalau bawa bendera. Malu maluin aja…

Begitulah, kalimat – kalimat umpatan yang menyerbu dan terpajang di akun media sosial Aluna. Aluna kalah mental. Ia mengurung diri di kamar. Remaja ini tak kuasa melawan serbuan netizen. Akibatnya, Aluna tak masuk sekolah beberapa hari. Ia sering kabur dari rumah dengan sepedanya. Sebab itu pula, ayah dan ibunya sering mencari – cari Aluna.

Belakangan diketahui, Aluna sering menghabiskan waktu duduk di tepi sungai di kampungnya. Sepasang sepatu pantofel hitam yang bersejarah itu berada di sampingnya. Berulangkali ia mengambil dan memandang sepatu sebelah kiri. Betapa ia membenci sepatu kirinya. Ia berniat membuangnya ke sungai lalu hanyut bersama air yang mengalir.

Tapi niat itu tak pernah terlaksana. Pikirnya, bila ia buang salah satu sepatu itu, maka sejarahnya sebagai pembawa baki Bendera Pusaka, jadi tak sempurna. Tapi pikirnya lagi, sejarah mana yang sempurna ? Seringkali tiap peristiwa bersejarah punya kontroversinya masing – masing.

Ah, berat sekali analisa soal sejarah buat Aluna yang sedang senang – senangnya menikmati masa remaja. Lalu bagaimana cara melawan olok- olokan yang merobohkan mental ?  Aluna berpikir keras harus berbuat sesuatu. Ujungnya ia punya ide untuk membuat satu video vlog berdurasi satu menit. Pikir Aluna, barangkali lewat penjelasan dari video, secara verbal, tidak lewat tulisan, bisa menjelaskan perkara insiden lepasnya sepatu kiri itu.

Aluna angkat bicara. Ia merekamnya lewat video vlognya dengan latar di tepi sungai. Kata Aluna : 

“ Gaezzz.. aku mohon maaf atas kejadian upacara kemarin. Sebenarnya aku sudah mengadukan persoalan sepatu kiri ku yang longgar itu. Tapi karena waktu mepet ya pihak penyelenggara gak mungkin mengganti. Lagi pula, menurut mereka, aku kan sudah digembleng latihan keras selama sebulan, jadi gunakan intuisiku saat beraksi di lapangan upacara. Maaf ya Gaezz….  

Aluna begitu lugunya menjelaskan perkara kronologi kejadian sebelum sepatu kirinya copot. Ia berharap, vlognya bisa sedikit banyak meredam para haters atau memperbanyak dukungan ketimbang suara nyinyir.

Tapi belakangan apa yang terjadi ? penjelasan Aluna justru jadi bahan bakar baru buat para netizen terutama yang berseberangan dengan pemerintah. Kali ini justru salah seorang oposisi kakap, yang dalam lima tahun terakhir konsisten memposisikan diri sebagai pengkritik pemerintah, menangkap lalu membalas vlog Aluna.

Begini, katanya :

“ Dungu ! kenapa kau ikuti saja apa kata mereka. Harusnya, setelah protesmu tak diluluskan, baiknya kau mogok, menolak jadi personil Paskribaka. Upacara bendera, apalagi peringatan perayaan hari kemerdekaan, itu sangat dan sangat penting ! sakral ! mengurus sepatu yang longgar saja tak becus, apalagi mengurus negara ? ini dungu sekali !! “

Video vlog dari oposisi kawakan itu cepat menyebar. Aluna yang tak mengira balasan video itu, makin shock. Ia berlari ke tepi sungai. Aluna menangis sejadi – jadinya. Aluna berteriak sekencang – kencangnya. Ia ambil sepatu kiri itu lalu dilempar ke sungai. Sepatu pantofel hitam sebelah kiri itu bergoyang – goyang terbawa arus. Aluna terus memandangnya sambil meneteskan air mata yang tak putus lalu hilanglah sepatu kiri itu dari pendangannya.

Wajah Aluna masih sembab saat ia rebahkan tubuhnya di ranjang kamarnya. Ia merasa tenaganya terkuras karena perkara sepatu kirinya itu. Sebelum matanya terpejam ia lihat lagi akun media sosial miliknya. Kali ini ia terkejut. Sebuah video tautan dari presiden, orang nomor satu di negeri ini,  terpajang sehingga membuat tubuhnya bangkit. Apa kata sang presiden ?

Begini, komentarnya :

“ Aluna yang baik... Jangan kau hiraukan segala olokan yang menyerangmu. Apa yang kau lakukan saat upacara bendera kemarin, itu sudah luar biasa. Betapa, jalan tegak mu telah mampu mengibarkan bendera kebanggan bangsa ini. Soal sepatu kirimu yang lepas ? itu bukan sebuah dosa besar. Justru dari insiden itu kita semua harus belajar soal konsistensi dan kegigihan demi mencapai tujuan.

Alina yang baik… Terakhir saya katakan padamu, jangan kau pedulikan segala nyinyiran yang akhirnya menguras tenagamu. Di dalam negara demokrasi, oposisi itu wajib dan harus ada. Kritik itu harus dibudayakan asalkan mampu membangun kesadaran bukan sekedar melontarkan kata – kata miring saja.

Begitulah, demokrasi bisa kita lihat bagai pesolek yang membuat kita senang tapi sisi lainnya, ia seperti wajah tanpa riasan yang membuat kita jengkel….

Demokrasi dengan segala penampakkannya, adalah kesatuannya sendiri…

Semangat terus Aluna… “

  Betapa giranngya Aluna. Malam itu ia mendapat pencerahan. Pikirannya, ringan seketika. Selanjutnya ia tidur.

Esok pagi, seorang laki - laki datang ke rumah Aluna. Laki – laki itu warga kampungnya. Ia membawa sepatu kiri Aluna yang kemarin terbawa arus sungai. Aluna tersenyum karena keajaiban sepatu kirinya kembali. Ia letakkan sepatu kiri itu di rak sepatu di dalam kamar bersebelahan dengan sepatu kanan.

Kini tampak pemandangan, sepasang sepatu pantofel hitam, kanan dan kiri. Lengkap. Aluna pun pergi meninggalkan pasangan sepatu yang bersejarah itu.

“ Hei, sudah balik lagi kau … “ kata sepatu kanan

“ Iya dong… aku kan harus ada karena kamu ada… “ balas sepatu kiri tersenyum puas karena gagal dibuang

“ Enak ya.. gak jadi dibuang.. .atau batal diculik ?  heheheh… “ sepatu kanan beri kalimat kunci.

Sepatu kiri tersipu.

Yosi Mahalawan D

Jakarta, 25 Agustus 2023

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Buku Harian Alana
Nur Chayati
Novel
Bronze
Smart Bad Girl
Desi Restiana A
Novel
Bronze
Anak-anak Surya : kisah anak bangsawan dan nostalgia 90an
Alwinn
Cerpen
Aluna dan Sepatu Kiri
Mahalawan
Novel
Bronze
Bihan
Bob Haazel
Skrip Film
MELIHAT BUNDA
Reiga Sanskara
Cerpen
01 Pemuja
Bima Kagumi
Cerpen
Bronze
OUR LAST STORY
Mell Shaliha
Novel
Jagat Rasa
Ravistara
Novel
Suami Psikopat
Rizka W. A
Novel
Hati & roti
Suyanti
Novel
Rayla 2.0 Side A (Catatan 2017-2019)
Rivaldi Zakie Indrayana
Skrip Film
KERETA
Panca Lotus
Skrip Film
DOKTER BURHAN
GRIANTO SABALI
Flash
K U I S
D'Thasia
Rekomendasi
Cerpen
Aluna dan Sepatu Kiri
Mahalawan
Cerpen
Maharnya ? Sekarung Awan Impor
Mahalawan
Cerpen
Lidah Jujur
Mahalawan
Cerpen
Peluru di Kepala Pacarku
Mahalawan
Cerpen
Mayat 50 Juta Rupiah
Mahalawan
Cerpen
Panggung Cantika, si Ratu Sejagat
Mahalawan
Novel
Bronze
Kereta Rombeng 1998
Mahalawan