Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Aku, Kamu, dan Tuhan
1
Suka
4,185
Dibaca

‘’Sudah makan?’’

‘’Sudah’’

‘’Makan apa? Jangan bilang makan spagetti lagi? Kamu tuh jangan makan mie setiap hari dong ahh. Beli yang lain, sakit aja nanti repot deh kamu.’’

Naira tertawa singkat, mendengar ocehan mamanya yang sudah setahun tidak ia dengar secara langsung. Karna mereka tidak tinggal di negara yang sama.

‘’Spagetti tuh pasta Mah, bukan mie.’’

Mama melotot tajam, bukan merasa takut Naira malah tertawa kencang.

‘’Sama aja lah, panjang-panjang keriting gitu namanya mie.’’

‘’Mama lagi ngapain?’’  Naira menghalihkan topik pembicaraan.

‘’Lagi nonton drama China. Judulnya de lejent of chuachua.''

Lagi-lagi Naira tertawa mendengar pelafalan mamanya, sangat keras hingga terdengar hingga ke dapur. Sampai-sampai Akira yang sedang memasak di dapur pun keluar. Penasaran dengan apa yang sedang dilakukan kekasihnya, hingga tertawa sekencang itu.

Sweetie, kamu lagi ngapain? Suara tertawa mu terdengar sampai dapur.” Naira menoleh, kemudian tertawa melihat kekasihnya yang menggunakan celemek Doraemon berwarna ungu.

“Kamu kenapa sih? Kamu stress ya?” Akira menghampiri Naira yang masih tertawa terbahak-bahak. Raut wajahnya terlihat bingung.

“Gimana nggak ketawa liat kamu masak pakai celemek Doraemon gitu, hahahaha. Aduhh sakit perut, hahaha.” Akira cemberut, membuat Naira semakin tertawa terbahak-bahak tanpa berhenti. Wajahnya Ketika kesal sungguh menggemaskan.

“Di apartement kamu cuma ada ini, ya aku terpaksa pakainya.” Ucap Akira, sedikit kesal.

“Haha, iya-iya. Ini aku lagi video call sama Mama. Kamu lanjutin aja masaknya.” Akira mengangguk, kemudian kembali ke dapur, melanjutkan aktivitas memasaknya. 

‘’Ada Akira di apartement kamu?’’

‘’Iya, ada’’

‘’KALIAN TINGGAL BARENG YA? ASTAGFIRULLAH NAIRAAAA”

Mendengar teriakan Mama yang menggelegar bagaikan petir di siang bolong, Naira refleks menutup telinganya.

‘’Nggak tinggal bareng Mah, aku tinggal sendiri disini. Hari ini Akira lagi main aja.’’

‘’Oh. Oke deh. Mama kira kalian tinggal berdua. Inget loh ya, meskipun disana bebas, tapi kalian nggak boleh tinggal bareng sebelum nikah.’’

‘’Iyaaa.’’

‘’Yaudah, kalau gitu udah dulu teleponnya. Mama mau nonton lagi, byeee sayang.’’

‘’Byee Mah.’’

Naira mengakhiri video call, lalu meletakan ponselnya sembarang. Kemudian dia menghampiri kekasihnya yang sedang memasak di dapur. Naira sangat menyukai sosok kekasihnya yang sedang memasak itu.

“Udah selesai video call sama Mama?” Tanya Akira

“Hmm, udah. Kamu masak apa?”

“Okonomiyaki, kesukaan kamu.” Naira tersenyum. Setiap pada kesempatan, Akira selalu memasak makanan favorit Naira. Meskipun Naira tidak pernah meminta kekasihnya untuk membuatkan makanan, namun akira selalu melakukan itu.

“Kenapa masak ini?” Akira meletakan okonomiyaki yang sudah jadi kedalam piring, dia sedikit menatanya agar terlihat cukup menarik. Siapa saja yang melihatnya pasti langsung ingin melahapnya. Termasuk Naira.

“Karna kamu suka” Satu kalimat sederhana, yang cukup membuat Naira bahagia.

Akira menyajikan okonomiyaki di atas meja makan, tak lupa dengan jus mangga kesukaan mereka. Aroma okonomiyaki buatan Akira sungguh menggugah selera. Naira langsung mencicipi masakan kekasihnya, sedangkan Akira menatap kekasihnya sambil tersenyum dan tentu saja dia menunggu respon Naira.

“Gimana? Enak?” Tanya Akira

“Enak banget” Akira tersenyum, dia sangat bahagia melihat Naira yang menyukai masakannya. Itulah mengapa, disetiap kesempatan pasti Akira akan memasak untuk Naira. Karna menurut Akira ekspresi wajah Naira sungguh menggemaskan ketika sedang makan. Dan Akira ingin selalu melihatnya.

“Kamu senang nggak?” Naira mengangguk, seraya berkata “Senang banget” Puas mendengar jawaban Naira, dia pun segera memakan okonomiyaki buatannya. Benar yang Naira katakan, rasanya sangat enak.

****

Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam dan sampai saat ini Naira sedang berada di lab, mengerjakan thesisnya. Wajah yang kusut, ruangan yang berantakan, tumpukan kertas dimana-mana, juga computer dan laptop yang masih beroperasi sejak 10 jam yang lalu. Naira menghela nafas panjang, tahun terakhir di studi S2 ini memang sangat menguras tenaga dan pikiran. Meskipun topik penelitian yang Naira pilih tidak terlalu kompleks, namun tetap saja harus memutar otak untuk mengerjakannya.

Naira beristirahat sebentar, sebelum ia kembali berkutat dengan komputernya. Dia memejamkan mata sebentar, hanya 5 menit saja untuk merefresh otaknya. Namun di menit kedua, seseorang mengetuk pintu lab dengan keras, hingga membuat Naira tersontak kaget. Di lihatnya hanya ada dirinya seorang di lab, mau tak mau harus dia yang membukakan pintu itu.

Ceklek

Terlihat seorang laki-laki berperawakan tinggi besar dan berkulit puih, tersenyum manis dengan lesung pipi yang sangat indah. Dia memperlihatkan kantong yang berisikan makanan pada Naira. Ya, orang itu adalah Akira, kekasih Naira sekaligus asisten dosen yang pernah mengisi salah satu kelas yang Naira ikuti.

“Aku ganggu kamu ya?”

“Nggak kok, kebetulan aku lagi istirahat. Yuk masuk”

“Aku tahu kamu pasti belum makan”

Akira menyajikan beberapa makanan yang ia buat sebelumnya. Naira terpukau kagum setelah melihat makanan yang Akira bawakan, ini sangat special bagi Naira.

“Silahkan dicoba, kasih tahu aku kalau ada yang kurang pas”

Naira memang belum makan apa-apa sejak siang tadi, jadi dia langsung melahap sup telur dan ayam goreng lengkuas kesukaannya. Dia baru tahu, kalau Akira bisa membuat masakan Indonesia seenak ini.

“Enaaaaak” ucap Naira dengan mulut penuh. Akira tertawa melihat kelakukan kekasihnya.

“Habiskan yaa” pinta Akira. Naira mengangguk, tentu saja dia akan menghabiskannya.

15 menit kemudian semua makanan yang Akira bawakan untuk Naira sudah habis. Naira menyandarkan tubuhnya ke kursi, sekarang perutnya terisi penuh dan energinya untuk mengerjakan thesis telah kembali.

“Kamu nggak mau buka restoran aja? Pasti laku keras deh”

“Masak itu cuma hobi Naira, meskipun kamu bilang enak. Belum tentu rasanya cocok di lidah orang lain” Naira menggangguk setuju. Tapi di hati kecilnya sangat menyayangkan, bakat terpendam itu di sia-siakan begitu saja.

“Thesis kamu udah selesai?” Naira menggeleng.

“Ada beberapa hal yang belum aku ngerti, kenapa ya semakin dipelajari, bukannya semakin mudah tapi semakin sulit” keluh Naira.

“Bagian mana yang kamu belum mengerti?”

Naira menunjukan source code pengolahan data yang sedang ia kerjakan pada Akira. Dia memberitahu Akira bagian mana saja yang belum ia mengerti. Akira yang lebih berpengalaman dari Naira sudah pasti mengerti dengan jelas kesulitan yang dirasakannya. Dia membantu menjelaskan dengan seksama beberapa bagian yang sulit, Naira pun mendengarkannya dengan baik penjelasan Akira.

Mereka menghabiskan waktu untuk belajar bersama hingga jam 11.30 malam. Kepala Naira rasanya sudah seperti ingin meledak, badannya sudah lelah, mata juga sudah mengantuk. Akira yang sadar bahwa kondisi Naira sudah sangat membutuhkan istirahat pun menghentikan kegiatan belajar mereka.

“Pulang yuk? Sudah larut, kamu harus istirahat” ucap Akira lembut.

“Hmm? Yuk”

Naira merapikan meja dan memasukan beberapa barang bawaannya ke dalam tas. Lalu, meraih tangan Akira, mengajaknya meninggalkan ruangan. Menuju apartement mereka yang masih berada di dalam kompleks yang sama. Jarak lab dengan apartement mereka terpaut jarak 30 menit berjalan kaki. Sepanjang perjalanan mereka saling bergandengan tangan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Menikmati angin malam yang dingin dan juga pemandangan malam perkotaan yang penuh dengan kerlap-kerlip lampu jalan yang terlihat indah.

****

Semalam, sepulangnya dari kampus Naira menyempatkan diri untuk menghubungi Mamanya di Indonesia. Sekadar menanyakan kabar dan menceritakan sepenggal cerita yang dialaminya hari ini. Namun di tengah percakapan mereka, sang Mama menyinggung tentang hubungannya dengan Akira.

‘’Jadi kamu masih sama Akira?’’

‘’Iya masih, kenapa?’’

‘’Mama tahu Akira anak yang baik, tapi agama kalian itu berbeda. Kalian nggak bisa terus sama-sama’’

‘’Jadi Mama sebenarnya mau ngomong apa?’’

‘’Sebelum perasaan kalian semakin dalam, lebih baik kalian akhiri saja hubungan kalian ya. Kamu tahu kan? Pada akhirnya kalian cuma akan saling meninggalkan. Dia yang meninggalkan Tuhannya atau kamu yang meninggalkan Tuhan mu. Kamu juga tahu kan apa yang akan terjadi kalau sampai kamu meninggalkan Tuhan mu?’’

Naira tersenyum kecut. Ia juga tahu segala resiko yang dijalani ketika memutuskan untuk memulai hubungan ini. Dengan bersikap biasa dan santai saja, bukan berarti Naira tidak pernah berpikir tentang kemungkinan yang terjadi ke depannya. Hanya saja, Naira tidak ingin berlarut-larut menambahkan beban pikiran lagi.

‘’I know Mom’’

‘’Jangan menunda rasa sakit yang sudah pasti datang, cuma karna kamu nyaman dengan keadaan sekarang’’

‘’Iya, Naira tahu’’

‘’Yaudah, sudah malam. Mama cuma mau ngomong itu aja. Selamat malam sayang’’

‘’Malam Ma’’

Sambungan telepon mereka berakhir. Naira menundukan kepalanya, menghela nafas panjang. Isi kepalanya berkecamuk, hingga ia tidak bisa berpikir lagi. Naira hanya bisa terdiam, mencerna semua perkataan Mama. Naira tahu cepat atau lambat, Mama akan menentang hubungan ini. Bukan karna pribadi Akira yang buruk, melainkan karna kami berjalan dengan keyakinan yang berbeda. Tidak ingin berlarut memikirkan masalah ini, Naira memilih untuk memejamkan mata, menjemput mimpi indahnya malam ini.

****

Naira tersenyum kecil melihat anak-anak yang sedang bermain di taman, berlarian kesana kemari, bermain bola, menerbangkan layang-layang, bermain perosotan, dan juga ayunan. Ketika sedang asik menatap anak-anak disana, seseorang menempelkan sesuatu yang dingin ke pipinya hingga membuatnya terperanjat kaget. Naira menoleh, ternyata pelakunya adalah Akira. Bukannya marah, Naira justru tertawa kecil.

“Lagi liat apa? Serius banget” ucap Akira sambil memberikan ice cream rasa vanila kepada Naira. Dengan senang hati Naira menerimanya, dia membuka bungkus ice cream itu lalu memakannya. Sensasi dingin pada ice cream terasa menyegarkan dan menenangkan dihari yang panas ini.

“Lagi lihat anak-anak itu, seru ya mereka. Masih kecil belum ada beban” Akira menatap kumpulan anak-anak yang sedang bermain itu seraya berkata “Mereka lagi menikmati hidup Nai, tapi belum tentu juga mereka nggak punya beban” Naira mengangguk setuju. Terkadang kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan orang lain, siapapun itu. Baik itu orang dewasa maupun anak-anak, kita tidak pernah tahu persis apa yang mereka alami, dan beban apa yang sebenarnya sedang mereka tanggung.

“Anyway, kamu suka ice creamnya?” Naira menggangguk senang.

“Suka, rasanya enak. Kamu beli dimana?” Akira menunjuk minimarket yang letaknya tidak terlalu jauh dengan taman yang sedang mereka datangi sekarang.

“Hmm, Nai”

“Hm?” Naira menoleh dengan sisa ice cream yang menempel di ujung bibirnya. Akira memegang ujung bibir Naira, membersihkan sisa ice cream yang menempel “Kamu kayak anak kecil ya, makan ice cream aja berantakan”

Wajah Naira memerah, jantungnya berdegup kencang. Dia buru-buru mengambil tissue di dalam tas, lalu membersihkan bibirnya. Perlakuan Akira yang tiba-tiba ini sangat tidak baik untuk kesehatan jantung.

“Ehem, hmm. Kamu nggak makan ice creamnya?” tanya Naira mengalihkan rasa gugupnya.

“Nggak suka ice cream vanila” Sahut Akira.

“Kalau nggak suka kenapa beli 2?” Tanya Naira bingung. Akira menolehkan wajahnya, menatap Naira lembut, seraya berkata “Karna kamu suka” Lagi-lagi pipi Naira memerah. Kalimat sederhana memang, namun entah kenapa jika Akira yang mengucapkannya. Rasanya menjadi berbeda.

“Kamu masih ingat teman ku yang Namanya Celine?” Akira mengangguk.

“Dia cantik ya? Kulitnya putih, badannya tinggi, langsing, rambutnya panjang, Chinese, seiman lagi” ucap Naira, mendeskripsikan temannya.

“Lalu?”

“Kamu nggak mau sama Celine aja? Kalau di lihat-lihat, dia cocok deh sama kamu” Akira menghela nafas pelan. Dia mengubah posisinya menjadi menghadap Naira. Mengelus kepala Naira, sambil menatapnya dengan tatapan lembut.

“Naira” panggil Akira sangat lembut, membuat Naira menoleh menatap wajah kekasihnya itu dengan seksama.

“Ada hal yang lagi kamu pikirkan ya?” tanya Akira. Masih dengan tangannya yang mengusap kepala Naira dengan lembut, sesekali menyentuh pipinya yang sedikit dingin.

“Aku nggak apa-apa kok Akira, kalau kamu sama Celine. Aku malah lebih Ikhlas kamu sama dia” ucap Naira pelan. Dia menatap wajah Akira dengan pandangan yang aneh. Matanya berkaca-kaca, air mata Naira bisa tumpah kapan saja jika dia tidak menahannya dengan baik.

Akira memegang wajah Naira, mata mereka bertemu. Akira masih menatapnya dengan lembut, hingga membuat pertahanan Naira runtuh. Dia tidak bisa lagi menahan air matanya agar tidak jatuh. Akira mengusap air mata Naira, kemudian berkata “Aku cuma butuh kamu, matahari ku”

Akira memeluk kekasihnya, berusaha menenangkan. Sesekali dia mengecup kepala Naira yang tenggelam dalam pelukannya. Hingga beberapa saat kemudian, naira melepaskan diri dari dekapan kekasihnya. Dengan mata yang sembab, ia berkata “Kita beda Akira, kita nggak mungkin bisa bersama. Kamu tahu itu kan?”

I know Naira, kita pasti menemukan jalan tengahnya”

“Dipersimpangan jalan nggak ada jalan tengah Akira. Kita cuma punya pilihan untuk belok ke kiri atau ke kanan. Berjalan masing-masing atau bersama-sama memilih salah satu jalan”

Mereka berdua terdiam untuk waktu yang lama. Sebenarnya dari awal mereka tahu, dengan memulai hubungan ini banyak resiko yang harus di hadapi. Berjalan diantara dua keyakinan dengan Tuhan yang berbeda memang tidak mudah. Pada akhirnya mereka tetap akan saling meninggalkan. Entah meninggalkan salah satu keyakinan mereka, atau meninggalkan hubungan ini.

“Tapi aku yakin, pilihan apapun yang kita pilih nantinya adalah yang terbaik untuk kita” Akira tersenyum dengan tatapan yang tak lepas dari Naira. Dia tahu apa maksud Naira. Jauh sebelum memulai hubungan dengan Naira, dia juga sudah tahu bagaimana menghadapi masalah ini nantinya. Sebuah perbedaan tidak mustahil untuk disatukan bukan?

****

“Nai, Lo ada janji hari ini?” Tanya Celine, teman sekelas Naira.

“Engga ada, kenapa?” sahut Naira, sambil memasukan barang-barangnya ke dalam tas. Celine tersenyum sumringah kemudian berkata “Mau temenin gue ke café gak? Gue malas pulang ke asrama nih”. Tanpa pikir panjang Naira mengangguk setuju.

“Yeeay, yuk”

Mereka berjalan menuju café yang ingin mereka datangi. Jarak dari kampus ke kafe tidak terlalu jauh, hanya sekitar 15 menit berjalan kaki. Sepanjang perjalanan mereka mengobrol, membahas beberapa materi yang telah disampaikan di kelas sebelumnya. Sebenarnya materi yang dijelaskan oleh professor sudah sangat jelas, namun terkadang mereka butuh diskusi tambahan agar lebih mengerti isi materinya.

Sesampainya di café, Celine memesan beberapa cake dan juga kopi dingin. Namun Naira hanya memesan matcha latte, karna dia tidak boleh terlalu sering minum kopi. Kecuali ketika tubuhnya membutuhkan kaffein untuk begadang semalaman.

“Cel, lo nggak sakit gigi apa makan cake sebanyak itu?” tanya Naira.

“Nggak, ini enak loh. Lo nggak mau coba?” Naira menggeleng. Dia tidak terlalu menyukai cake yang terlalu manis, rasanya terlalu mengganggu.

“Terlalu manis” Sahut Naira. Celine mengangguk mengerti. Untuk beberapa menit, mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hingga suara dering telepon dari handphone Naira memecah keheningan. Tertera nama Akira pada display handphone. Naira segera menjawabnya.

‘’Halo?’’

‘’Nai, kamu udah selesai kelas?’’

‘’udah, sekarang lagi di café bareng Celine. Kenapa?’’

‘’Nanti malam dinner yuk?’’

‘’Boleh’’

‘’Ok, aku jemput kamu nanti jam 7 ya’’

‘’Ok, see u Akira’’

‘’See u honey’’

Naira segera mematikan teleponnya. Dia merinding mendengar panggilan menggelikan itu, meskipun dia sudah berpacaran dengan Akira selama dua tahun Naira masih tidak terbiasa dengan perlakuan manis juga panggilan sayang Akira untuk dirinya. Entahlah, mungkin hanya Naira saja yang aneh.

“Dari Akira?” Naira mengangguk.

“Mau ngedate ya kalian?” Tanya Celine penasaran. Naira hanya menjawab singkat “Dinner”

Tiba-tiba Celine menggebrak meja, membuat para pengunjung café menoleh menatap mereka berdua dengan pandangan yang beragam. Naira menundukan kepala meminta maaf, kemudian ia memukul lengan Celine lagi, kali ini cukup keras hingga membuat Celine meringis kesakitan.

“Malu diliatin orang Cel, biasa aja responnya” Celine menatap Naira tajam kemudian berkata “Tapi dia ngajak lo dinner Nai, DINNER!” Naira menautkan alisnya bingung. Kalau Akira mengajaknya dinner, lalu masalahnya dimana? Pikir Naira. Celine mencubit pipi Naira gemas, membuat Naira meringis kesakitan.

“Aduhhh, Cel. Pipi gue melar nanti” Naira menepis tangan Celine.

Celine berdecak kesal, bertahun-tahun berteman dengannya. Celine baru sadar, kalau Naira hanya pandai dalam urusan pelajaran tapi dia bodoh untuk urusan percintaan. Padahal ini bukan pertama kalinya dia berpacaran. Celine menatap Naira tajam kemudian berkata “Dia pasti mau ngasih surprise buat lo Nai” Naira terkekeh geli, mustahil, pikirnya.

“Yeee, gue serius Nai”

“Nggak mungkin Cel, lo tau sendiri dia orangnya gimana? Nggak mungkin banget surprise-in gue lah, ada-ada aja lo”

“Udah berapa lama kalian pacaran?”

“Dua tahun” Celine menjentikan jari, seraya berkata “Nah” lagi-lagi Naira menautkan alisnya bingung. Dia sama sekali tidak mengerti apa maksudnya temannya itu “Udah pasti dia mau ngelamar lo Nai”

Naira menatap Celine intens, kemudian dia menempelkan tangannya ke dahi Celine lalu berkata “Lo sakit ya? Imajinasi mu mantap sekali” ucap Naira.

“Nih ya, dia ngajak lo dinner hari ini. Di H+1 anniversary kalian, dia nggak bilang kan mau dinner dimana?” Naira menggangguk “Fix ini sih, dia mau ngelamar lo” ucap Celine yakin.

“Mustahil Cel, selama ini juga beberapa kali kami dinner dan biasa aja tuh nggak ada yang special” bantah Naira.

“Percaya sama gue Nai, sebentar lagi juga dia bakal chat lo. Nyuruh lo pakai dress.”

“Musrik percaya sama Lo”

Handphone Naira bergetar, notifikasi pesan dari Akira. Dengan cepat dia membuka pesan tersebut. Prediksi Celine benar, Akira menyuruhnya memakai dress untuk nanti malam. Bagaimana prediksinya seakurat ini? Apakah selama ini sebenarnya teman ku adalah cenayang? Pikir Naira.

Akira

Dinner nanti malam pakai dress ya

Me

Ok

Celine yang sedang memakan cake memasang ekspresi wajah seolah berkata “Kenapa lagi Lo?”

“Bantuin gue Cel”

“Bantuin apa?”

“Pilihin baju buat dinner” Celine tertawa meledek

“Benar kan prediksi gue, di suruh pakai dress kan lo?”

“Iya”

“HAHAHAHA makanya percaya sama prediksi gue”

“Yaudah ini lo mau bantuin gue nggak?” Celine mengangguk, buru-buru dia menghabiskan sisa cakenya lalu berdiri, menarik Naira meninggalkan café itu untuk menuju ke apartement Naira.

****

Naira hanya duduk diam di Kasur, sambil melihat temannya yang sibuk memilih dress, heels, aksesoris, dan hal-hal yang diperlukan lainnya. Sejujurnya Naira hanya memiliki 2 dress dan sedikit aksesoris. Naira pikir sangat jarang menggunakan dress, jadi dia tidak membawa banyak. Sedangkan aksesoris dia tidak begitu menyukainya, hanya membawa sekedarnya saja. Jadi, banyak keuntungannya berteman dengan Celine, dia jadi memiliki fashion stylist pribadi dan gratis.

“Udah mandi kan lo?” Naira yang sedang asik memainkan ponselnya hanya berdeham singkat menjawab pertanyaan Celine.

“Ganti baju sana”

“Sekarang?”

“Tahun depan Nai, ya sekarang lah”

Naira beranjak dari kasur, berjalan menuju walk in closet untuk berganti pakaian. Celine memilih dress berwarna hitam dan high heels berwarna senada. Dress ini cukup simple namun tetap terlihat elegan.

“Cel, Andre apa kabar?” tanya Naira sambil menarik resleting belakang dress.

“Baik kok dia, lagi pacaran sama patung liberty”

“Pacaran sama lo nya kapan?”

“NAIRAAAAA, SUMPAH LO YAAAA” Naira tertawa kencang.

“Gue kan cuma nanya Cel”

Naira berjalan keluar dari walk in closet, lalu memperlihatkan dress yang ia gunakan pada Celine untuk meminta pendapatnya.

“Gimana? Ada yang kurang nggak Cel?” Celine melihat penampilan Naira, dirasa tidak ada yang kurang. Kini Celine menyuruh Naira duduk di kursi rias, hari ini dia akan membuat penampilan temannya berbeda dari biasanya.

“Dah bagus, sini duduk.”

“Lo nggak ada niat buat ngasih tahu Andre kalau lo suka sama dia?” Celine menghela nafas panjang.

“Biarkan gue mencintainya diam-diam”

“Aduhhh”

Mereka berdua tertawa, menertawakan kisah cinta mereka yang seperti benang kusut. Celine dengan cepat mengumpulkan fokusnya kembali, dia sedang berpikir harus membuat rambut panjang Naira di tata seperti apa dan juga look make up seperti apa yang akan digunakan malam ini.

Setelah mendapatkan inspirasi Celine dengan cekatan mendandani Naira, kurang lebih satu setengah jam Celine menghabiskan waktu untuk mendandani temannya. Celine mendecak kagum dengan hasil tangannya hari ini, dia bisa membuat Naira tampil cantik tanpa harus mengubahnya menjadi orang yang berbeda.

Naira pun terlihat senang dengan tatanan rambut dan juga look make up yang Celine buat. Naira sangat berterima kasih kepada Celine yang sangat bisa diandalkan untuk menjadi seorang fashion stylist dan juga make up artis.

“Suka?” Tanya Celine.

“Suka. Thanks ya” Naira tersenyum senang.

“Sama-sama. Oh iya, Akira jemput lo jam berapa?”

“Jam 7”

Waktu sudah menunjukan pukul 18.55 malam. Namun Akira mengabari, kalau dia sudah menunggu di bawah. Naira pun segera turun, menemui kekasihnya.

“Lo nginep disini kan Cel?” Celine mengangguk.

“Ok, gue pergi dulu ya. Lo makan aja yang ada di kulkas, kecuali ice cream matcha gue”

“Iya iyaa, dasar bucin matcha” Naira terkekeh geli, dia melambaikan tangan berpamitan dengan Celine. Dalam hati Celine berkata ‘’Good Luck kalian berdua’’

Naira melihat seorang pria tampan dengan balutan tuxedo hitam bersandar di kap mobil, sesekali dia melihat jam tangan yang melingkar di lengannya. Sedari kejauhan, Naira tahu siapa sosok itu.

“Akira? Lama menunggu ku?’’

Merasa terpanggil, Akira menoleh ke sumber suara. Dia terpana melihat kekasihnya yang terlihat cantik dengan balutan dress berwarna hitam dan juga rambut panjang yang tertata rapi. Bagi Akira, setiap hari Naira selalu cantik, namun malam ini kadar kecantikannya bertambah. Akira tidak bisa mengendalikan sudut bibirnya yang sudah mencapai langit itu.

You look so gorgeous” Ucap Akira membuat Naira tersipu malu.

Thank you Akira. Kamu belum menjawab pertanyaan ku”

“Aku baru sampai Naira”

Akira membukakan pintu mobil untuk Naira, sebuah kebiasaan dan juga perhatian kecil yang sering dia tunjukan untuk kekasihnya.

“Thanks”

Setelah memastikan Naira masuk dengan aman, dia baru masuk ke dalam mobil. Tak menunggu waktu lama, Akira langsung menancap gas menuju tempat untuk dinner malam ini. Disepanjang jalan mereka membicarakan banyak hal, mulai dari kegiatan yang mereka lakukan hari ini, tempat yang ingin mereka datangi, konser music yang akan mereka kunjungi akhir tahun nanti, hingga rencana untuk 5 tahun ke depan.

Satu jam kemudian mereka telah sampai tujuan. Kening Naira berkerut, pantas saja Akira memintanya memakai dress. Tempat yang mereka datangi bukan sekedar restoran biasa, namun restoran bintang 5 yang cukup terkenal di Osaka. Naira bergidik ngeri membayangkan berapa uang yang harus keluar jika makan disini.

“Yuk masuk” Akira meraih tangan Naira, menggandengnya dengan penuh perasaan.

Begitu masuk ke dalam, pelayan restoran tersebut menghampiri kami dan menunjukan dimana meja yang sudah Akira reservasi sebelumnya. Meja di sudut yang berhadapan langsung dengan pemandangan malam yang indah. Naira tersenyum senang, berterima kasih karna Akira telah mengajaknya dinner di tempat sebagus ini, yang belum tentu bisa Naira datangi.

Mereka memesan beberapa makanan khas Eropa dan juga dessert kesukaan mereka. Sambil menunggu makanan datang mereka sedikit berbincang.

“Kamu suka sama tempat ini?” Tanya Akira.

“Suka, terima kasih kamu sudah mengajak ku dinner malam ini Akira” sahut Naira dengan senyum yang terukir di wajahnya.

Mendengar ucapan sang kekasih, Akira pun tersenyum. Namun ada yang janggal dengan ekspresi Akira, meskipun dia tersenyum tetapi dia terlihat sedikit gugup. Naira menggenggam tangan Akira, berusaha menenangkan kemudian berkata.

Are you okay?

“Ya, I’m ok. Why?”

“Kamu terlihat nggak baik-baik aja Akira”

Akira tersenyum, berusaha menghilangkan rasa khawatir Naira dan juga rasa gugup dirinya. Bagi Akira, malam ini bukan sekedar makan malam biasa. Dia sudah merencakannya sejak sebulan yang lalu dan saat ini dia sangat gugup karna takut rencana malam ini gagal.

“Aku nggak apa-apa Naira. Oh ya, thesis kamu sudah selesai?” Tanya Akira mengalihkan pembicaraan.

“Tinggal sedikit lagi, tapi boleh nggak malam ini jangan bahas thesis aku? Pusing tau” Akira tertawa.

Mereka terus berbincang-bincang hingga makanan pesanan mereka datang. Setelah pelayan menata semua pesanan dan meninggalkan mereka berdua. Mereka mulai mencicipi satu persatu makanan yang ada di hadapan mereka. Selama makan, mereka tidak berbicara apa-apa. Mereka berdua menikmati moment ini dengan perasaan bahagia

****

Naira tersenyum bahagia melihat taburan bintang di langit, malam ini sangat berkesan bagi Naira. Setelah dinner, Akira mengajaknya berjalan-jalan sebentar ke sungai yang letaknya tidak begitu jauh dari restoran yang sebelumnya mereka datangi.

“Kamu senang hari ini?” pertanyaan andalan Akira yang selalu dia katakan setiap harinya.

“Senang, Terima kasih Akira. Kehadiran kamu di hidup ku, membuat aku selalu merasakan musim semi yang indah” sahut Naira dengan senyum manis yang terukir di wajahnya.

Akira menggangguk, dia juga merasa bahagia jika Naira bahagia. Akira selalu melakukan segala hal agar Naira selalu merasa bahagia. Karna dia akan merasa tidak nyaman jika Naira bersedih.

“Aku senang jika kamu bahagia Naira” ucap Akira tulus.

“Bintang malam ini bagus ya, banyak dan cerah”

Akira hanya diam, tidak menjawab. Percakapan mereka berhenti sejenak. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing, sampai Akira berkata.

“Naira” Panggil Akira lembut, menatap Naira dengan penuh perasaan.

Naira menoleh, menatap Akira dengan ekspresi seolah berkata “Apa?”

“Aku… mau bicara” Naira mengangguk. Bukankah sejak tadi dia sudah bicara? Pikirnya.

Akira diam sejenak, dia terlihat sangat gugup. Berkali-kali dia mengatur nafas menetralkan rasa gugupnya. Naira bingung, memang apa yang ingin Akira katakan, hingga membuatnya gugup seperti itu. Entah mengapa, Naira teringat ucapan Celine siang tadi. Ahh, nggak mungkin tebakan Celine benar. Mustahil. Pikirnya.

“Bertemu kamu adalah hal terindah dalam hidup ku Naira.” Ucap Akira sambil menatap Naira dalam.

Akira kenapa sih? Kenapa kalimat awalnya geli gini. Ucap Naira dalam hati.

“Kamu berhasil membuat hari-hari ku berwarna, membuat ku tersenyum dan tertawa karna hal kecil, mengajak ku tenggelam di dalam lautan impian mu yang luas, dan kamu juga memberikan ruang untuk ku berpetualang kemanapun aku mau. Kamu terlihat bersinar Naira, aku suka itu. Bukan. Lebih tepatnya, aku menyukai segala hal tentang kamu. Dalam keadaan baik dan buruknya kamu. Kamu telah berhasil membuat aku jatuh cinta berkali-kali, Naira” Akira menggenggam tangan Naira lembut.

Oh tidak. Ucap Naira dalam hati. Dia tahu kemana arah pembicaraan ini. Tunggu, jangan sekarang.

“Sejak awal, kamu sudah menjadi bagian dalam hidup ku Naira. Jadi, tolong izinkanlah aku untuk menjadi bagian dalam hidup mu juga. Menjadi partner dalam segala hal, berbagi suka maupun duka, menyatukan dan membangun mimpi kita bersama, saling melindungi dan menyayangi selamanya.” Akira memasukan tangannya ke dalam saku, mengambil sesuatu.

Jangan sekarang Akira, tolong. Ucap Naira dalam hati, lagi.

“Raihana Naira, will you marry me?” Akira mengeluarkan sebuah cincin dari saku. Di bawah lautan cahaya bintang yang terang, semilir angin malam yang terasa dingin, air sungai yang terlihat tenang. Akira melamar Naira.

Tebakan Celine benar, Akira melamarnya. Suasana yang indah, cincin yang cantik, seharusnya Naira senang. Alih-alih tersenyum bahagia, Naira malah menangis tersedu-sedu. Bukan, dia bukan tidak menyukai moment ini. Hanya saja, kondisi mereka special. Mereka berbeda, mereka masih berjalan dibawah keyakinan yang berbeda. Naira tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya, dia belum siap menanggungnya.

Akira langsung memeluk Naira, mengusap punggung Naira, berusaha menenangkannya. Air mata Akira juga jatuh, dia tak sanggup melihat kekasih hatinya menangis seperti ini. Di dalam dekapan kekasihnya, Naira masih belum bisa menghentikan tangisnya. Rasa sakit dan bahagia menjadi satu, sungguh membuat hati tidak nyaman.

Beberapa menit kemudian, tangis mereka mereda. Naira melepaskan diri dari dekapan Akira. Dengan mata sembab, dia menatap Akira lembut lalu berkata.

“Akira, Terima kasih karna kamu sudah menyukai ku, meminta aku menjadi partner hidup mu. Aku sangat bersyukur bertemu dengan kamu. Aku senang sekali kamu melamar ku. Tapi, maaf. Kita berbeda Akira, kita nggak mungkin bisa bersama. Nggak mungkin kita bisa berada di dalam satu rumah yang sama, dengan Tuhan yang berbeda.” Ucap Naira sambil menatap Akira dengan wajah sedih.

“Aku sayang kamu Naira, aku cinta kamu, aku ingin hidup bersama mu hingga akhir.” Jawab Akira dengan air mata yang mengalir di pipinya.

“Yaa, aku juga sayang kamu. Tapi rasa sayang aku kepada Tuhan ku jauh lebih besar, Akira. Aku tahu ini terdengar egois, tapi aku nggak mau meninggalkan Tuhan ku, dan aku nggak mau meminta kamu untuk meninggalkan Tuhan mu.”

“Aku akan mengikuti kamu, memeluk agama kamu.”

“Pindah agama nggak semudah itu Akira, jangan menjadikan manusia sebagai alasan untuk pindah keyakinan” ucap Naira tegas.

Akira menunduk, dia menangis tersedu-sedu. Untuk pertama kalinya dalam hidup Naira, melihat seorang laki-laki menangis dihadapannya. Naira mengusap pundak Akira, berusaha membuatnya tenang. Suasana malam ini terasa indah dan juga menyakitkan bagi mereka berdua. Pada akhirnya mereka tetap harus memilih, berjalan masing-masing dengan jalan yang seharusnya atau berjalan bersama dengan meninggalkan salah satunya.

4 TAHUN KEMUDIAN

“Cel, gue gendutan ya?” tanya Naira resah.

“Ya kan lo lagi hamil Nairaaaaaaa” sahut Celine.

Yaa, saat ini Naira sedang mengandung anak satu-satunya yang sudah berusia 7 bulan. Naira menikah dengan Akira 2 tahun yang lalu. Naira pikir dia tidak akan pernah menikah dengan Akira karna perbedaan keyakinannya itu, namun siapa sangka Akira dengan senang hati memeluk agama yang sama dengan Naira tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Perjalanan mereka memang sangat rumit, namun mereka bisa melaluinya dengan baik.

“Sayang, ice cream matchanya habis. Jadi aku beli yang vanilla, nggak apa-apa?” ucap Akira suaminya, sambil membawa semangkuk besar ice cream.

“Nggak apa-apa, makasih sayang” Akira tersenyum senang, dengan cekatan tangannya menyuapi istrinya yang sedang hamil itu. Hingga membuat Celine bergidik geli.

“Kenapa lo?” tanya Naira.

“Cape banget gue lihat kalian yang selalu romantic dari dulu” mendengar ucapannya Naira dan Akira tertawa terbahak-bahak. Kasihan sekali temannya ini yang sedang LDR dengan suaminya, hingga dia tidah bisa bermesraan.

“Andre suruh pulang Cel” Ucap Akira.

“Masih 2 minggu lagi dia pulang” ucap Celine murung.

“Yaudah tungguin, hts bertahun-tahun aja kuat masa LDR sebulan aja nggak kuat” mata Celine melotot tajam, membuat couple didepannya tertawa terbahak-bahak.

Perjalanan di sebuah persimpangan berakhir, pada akhirnya mereka memilih untuk bersama-sama di satu jalan yang sama, mengarungi sisa waktu di dunia bersama dan selamanya.

TAMAT

       

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Novel
Backstreet
Maria Merianti Boru Malau
Cerpen
Aku, Kamu, dan Tuhan
Alika
Novel
The Rotate
Tiara Khapsari Puspa Negara
Novel
Bronze
RESTU
Hudatun Nurrohmah
Novel
Gold
Honestly Hurt
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Dinikahi Bocah Tengil
Nilam Cayo
Novel
Surat Cinta di Pemakaman
Muhammad maftukh anwar
Novel
Bronze
Memories Of Rain
Diyah Islami
Novel
Bronze
Neglected
Putri Lailani
Flash
Curhat Gadis Galau
Al Balinda Ulin Dya
Novel
Gold
Reverse
Falcon Publishing
Novel
Pearl
Erisa Vindia
Novel
Gold
Tiada Ojek Di Paris
Mizan Publishing
Novel
But You
Yaraa
Novel
Bronze
Gengsi karena Cinta
LSAYWONG
Rekomendasi
Cerpen
Aku, Kamu, dan Tuhan
Alika