Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku, Kamu Dan Kenangan
Mengenalmu adalah hal yang menyenangkan sekaligus membahagiakan, mengenalmu adalah awal dari rasa perihku yang tak terperi. Mengenalmu saat pertama kali, rasaku begitu syahdu hingga menciptakan rindu yang mengebu. Aku menyadari bahwa tidak ada rindu jika tak ada cinta. Begitulah perjalanan cinta yang penuh dengan hasrat untuk selalu ingin bertemu. Malam itu, kesepian mengantar aku pada rindu akan hadirmu yang membawa seribu gairah. Rindu itu terasa begitu mengelisahkan; bayang manjamu, sikap romantismu semakin melengkapi rinduku akan dirimu. Aku pernah menahan rindu yang mengebu saat aku tidak bisa menemuimu.
Dulu aku pernah katakan padamu;
“Aku mencintaimu, aku merinduimu. Taukah kamu bahwa aku tidak pernah jatuh cinta padamu, tapi aku sangat mencintaimu. Jatuh cinta ini milik semuanya, tapi cinta ini yang hanya untukmu. Mencintaimu adalah kemungkinan yang tidak mungkin dapat aku hindari”.
Dan kamupun mengatakan hal yang sama;
“Aku juga mencintaimu mas, aku menyayangimu”.
Waktu terus berjalan, hari terus berganti. Dadaku penuh rona-rona bahagia meskipun tak bisa bersama tapi kata-kata cintamu telah membiusku, aku gembira dan bahagia. Namun sebuah bisikan memenuhi batinku bahwa setiap mengarungi samudra cinta pasti akan ada gelombang-gelombang kecil yang menghadang, terkadang dengan gelombang kecil mampu menghempas nakhoda cinta namun ada pula dengan gelombang besar tetap mampu bertahan. Perasaan ini mengelisahkanku, aku khawatir dalam perjalanan ini ada masalah yang tak dapat diselesaikan dan berakhir dengan luka. Tapi aku berusaha menenangkan jiwa, bahwa keikhlasan dan ketulusan akan menuai kebahagiaan.
Dalam duduk termenung, aku berfikir; Kenapa Tuhan menciptakan cinta yang begitu besar dalam hatiku terhadap seorang yang belum aku kenal sepenuhnya. Sungguh aku sanggat mencintai dan menyayangi. Dengan penuh keyakinan, bahwa Tuhan akan menyatukan rasaku dan rasamu hingga menjadi satu, sebagaimana dua sisi mata uang yang tidak dapat dispisahkan. Untuk apa Tuhan menciptakan perasaan cinta yang begitu besar dalam hatiku jika pada akhirnya berbuah perih, seharusnya Tuhan membunuhku jika ternyata menciptakan cinta hanya untuk luka. Perasaan cinta ini aku persembahkan untuk perempuan yang mencintaiku, ketulusan ini hanya akan aku persembahkan untukk perempuan yang juga tulus mencintaiku, begitu juga dengan kesetiaanku akan aku abadikan untuk perempuan yang setia padaku. Rasa cinta ini akan menjadi penuntun bagiku dalam mengarungi kegelapan, hingga mencapai puncak yang selama ini aku harapkan.
Semakin hari perasaan cinta ini semakin bertambah dan perasaan sayang inipun semakin besar. Aku merasa hidupku hanyalah untukmu, akulah yang berhak memiliki dan menguasaimu karena aku mencintaimu. Tidak ada seorangpun selain aku yang berkuasa atasmu. Tidak ada orang lain yang berhak ikut campur dalam hal ini karena aku telah memilih jalan yang sedang aku tempuh ini. Dan aku akan membangun masa depanku sendiri sebagaimana yang telah aku rencanakan. Aku hanya akan hidup dengan seorang perempuan yang mencintaiku dan menempuh jalan kebahagiaan dengan takaran akalku sendiri dan bukan atas dasar orang lain.
Malam semakin larut, aku keluar dari ruangkan tempat aku berimajinasi, di ruang atas itu aku lepaskan pandanganku kedepan, terlihat hujan gerimis dan kabut membukus malam menutup seluruh pandanganku, hanya tampak sinar lampu diujung jalan berkelip bagai kunang-kunang, sementara dingin menusuk kulit menembus tulang. Aku menghela nafas lalu memandang langit dan aku lihat tanpa rembulan hanya bintang-bintang kecil tampak menghabiskan malam yang dingin berkabut menemani kesendirianku. Aku tertegun dalam kesendirian, menikmati sepi menyanyikan rindu.
Aku kembali masuk dalam ruang dan duduk di kursi yang terlihat mulai rapuh. Dan kesunyiaan semakin menyayat hati, rasa rindu terus berkecamuk. Bayang-bayangmu itu semakin melekat dalam pikiran, abadi dalam hati. Tidak ada yang aku lakukan dalam ruang itu selain menatap bayang-bayang wajahmu, sesekali aku pejamkan mata untuk menarik bayang-bayang itu agar lebih dekat dan aku cukup menikmati.
Dan akhirnya rasa kantuk menghampiri namun aku tetap terdiam duduk di kursi, aku pejamkan mata sementara wajahmu itu masih bermain dalam bayang-bayang dan menjadi pengantar tidurku lalu menengelamkan aku dalam samudra mimpi.
Pagi itu matahari lebih dulu muncul dan aku terlalu siang menyapanya. Sebelum benar-benar utuh kesadaranku, aku masih teringat mimpi malam tadi sembari berfikir apakah kamu akan benar-benar menjadi mimpi nyataku. Malam itu kamu hadir dalam mimpi dan berlahan menghampiri lalu duduk disampingku, kamu mengenakan kerudung warna coklat, baju panjang berwarna hitam dihiasi bunga-bunga putih. Aku merasa kamu mengatakan sesuatu padaku, namun tak satu katapun yang mampu aku ingat.
Janjimu untuk selalu mencintaiku yang dulu aku dengar merupakan awal dari rasa bahagiaku yang pada akhirnya aku menyadari bahwa ucapanmu itu adalah awal dari rasa keterbuangan bagiku. Kamu yang dulu bersumpah akan setia mendampingiku suka maupun duka adalah awal dari rasa perihku. Aku yang dulu begitu mencintaimu tak pernah berfikir luka, tak ingin berfikir kecewa walau pada akhirnya aku rasakan semua. Memang tidak ada yang salah atas keputusanmu untuk tidak lagi mencintaiku, barang kali aku yang keliru telah mencintaimu sungguh-sungguh. Aku menyadari, mencintaimu sungguh-sungguh adalah hal yang paling salah dan kaprah, aku habis-habiskan rasa cinta ini untuk mencintaimu yang pada akhirnya aku terbuang dan kalah.
Saat kamu masih dirasa perlu untuk mencintaiku, kata-katamu begitu indah, begitu syahdu dan membuat aku begitu larut dalam kata-kata. Begitu banyak waktu telah kita habiskan bersama, kita nikmati canda tawa, kita tumpahkan kata-kata cinta sampai aku terlupa bahwa mencintai harus sanggup untuk terluka. Sampai pada waktunya aku benar-benar luka. Aku yang tak pernah lelah berjuang untuk menyempurnakan bukti cintaku padamu walau hanya sia-sia diakhirnya. Aku sadar, bahwa engkau menilaiku sebagai sebuah sampah yang tak layak untuk engkau sentuh apa lagi engkau miliki maka sepantasnya engkau membuangnya. Barang kali engkau hanya melihat sampah yang hanya pantas tetap tinggal ditempat-tempat kumuh tanpa melihat peluang sehingga memungkinkan aku untuk dicampakkan. Maka sudah saatnya engkau merubah sudut pandangmu dalam menilai sebuah sampah.
Aku pernah berjuang untuk bisa membahagiakanmu walau perjuanganku kamu patahkan. Aku pernah bertahan untuk tetap berada disampingmu meskipun pada akhirnya aku kamu jagal dan jatuh. Dulu aku pernah mencoba mewujudkan keinginanmu, mewujudkan harapanmu walaupun sebenarnya kamu tidak yakin bahwa aku dapat mewujudkan itu. Kamu tidak tahu bahwa upayaku adalah sungguh-sungguh, doakupun sungguh-sungguh tapi sebelum aku mempersembahkan keinginanmu kamu telah lebih dulu menyerah, memilih untuk tidak bersabar atas terwujudnya doaku dan memutuskan untuk membuangku dan aku menjadi seperti seekor kucing yang terbuang dipersimpangan jauh dari perumahan. Aku benar-benar pernah kamu remehkan, kamu rendahkan. Tapi suatu saat nanti aku sudah bahagia dan kamu menderita, tidak perlu datang meminta maaf karena aku sudah memaafkanmu sejak dulu dan aku tidak akan merasa dendam padamu.
Kini, aku dan kamu adalah kenangan, aku dan kamu adalah bekas sepasang kekasih.