Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hai! Ini aku, sedang menatapmu dalam kerinduan, dari jendela kamarku, yang tidak terlihat olehmu. Sebuah dunia yang tidak bisa menggapaimu.
Dua hari kemarin, aku tidak melihatmu. Aku bertanya-tanya, apakah kamu baik-baik saja? Tentu hanya di dalam hati. Hati yang menyimpan namamu setahun belakangan ini. Hati yang nekat untuk memberikan tempat untukmu.
Kututup kembali tirai kamarku setelah langkahmu tak terlihat lagi. Duduk termenung dalam sepi, sampai sore nanti aku akan membuka tirai ini dan menemukanmu kembali. Berjalan melaluiku, tanpa tahu kalau aku pernah ada. Di sini ... mencintaimu ... seorang diri ... dalam sepi.
Hai! Ini aku. Memandangmu kembali dengan rasa cemburu. Ingin menggantikannya yang ada di sisimu saat ini. Dengan wajah cantik dan senyum menawannya, berjalan beriringan dan membuatmu tertawa. Pasti menyenangkan ...
"Sayang ..." Panggilan itu mengalihkanku dari sisa-sisa bayanganmu.
Kututup kembali jendela kamarku, menoleh, dan tersenyum.
"Sarapan dulu, lalu minum obatmu, ya?"
Dia adalah ibuku. Pemilik suara lembut itu. Ibu yang sangat menyayangiku. Sosok yang dengan sabar selalu merawatku sejak aku di diagnosa memiliki penyakit langka yang membuatku harus duduk di kursi roda ini dan tidak bisa menggerakkan separuh tubuhku.
Marah pada Tuhan atas keadaanku? Tentu saja pernah. Lalu aku sadar, mungkin ini adalah sedikit teguran untukku agar semakin mendekat pada-Nya.
Sepertinya, Tuhan rindu padaku. Rindu aku berbicara pada-Nya. Dan rindu aku yang dulu pernah menjadikan-Nya nomor satu dalam hidupku.
Kata dokter, hidupku tidak akan lebih dari satu tahun, tetapi lihatlah! Aku sudah bertahan selama satu tahun lebih.
Tuhan memberikan aku kekuatan dalam bentuk kamu, yang membuatku memiliki alasan untuk bangun setiap paginya. Aku bahagia walau hanya bisa melihatmu. Dan napasku tetap terus datang karena kamu.
Hari ini, aku kembali melihat keajaiban. Mata kita bertemu. Aku tertegun, bahkan tidak bisa bernapas. Lalu senyum itu, senyum dari bibirmu tiba-tiba saja menemuiku.
Rasanya duniaku berhenti berputar. Sesaat...
Apakah kamu tahu? Satu hari ini aku tidak dapat berhenti tersenyum. Di pikiranku terulang kembali bagaimana kamu melihatku dan tersenyum padaku. Memoriku menolak untuk melupakannya. Karena ia tahu, aku bahagia. Karena kamu ... selalu begitu.
Hari ini, jantungku kembali berdetak dengan kencang. Kamu penyebabnya. Ya, siapa lagi? Dengan sengaja kamu berhenti melangkah, tepat di depan rumahku. Menatap ke jendela kamarku, mengangkat wajah, tersenyum, dan melambaikan tanganmu ke arahku.
Apakah kamu ingin segera membunuhku? Mengirimku kembali kepada Penciptaku dengan senyumanmu itu?
Lalu, setelah satu minggu kamu membuat perasaanku tidak menentu, tiba-tiba saja kamu hadir di hadapanku. Berdiri tanpa tahu bagaimana deru jantungku saat itu.
Untung saja aku berada di kursi roda ini. Jika tidak, aku pasti sudah jatuh terduduk ke lantai. Lemas, karena kehadiranmu.
"Hai! Aku Raka."
Itu adalah kalimat pertamamu. Aku selalu mengingatnya. Bagaimana tidak? Itu adalah saat di mana kamu membuatku bahkan lupa bagaimana caranya berbicara. Aku hanya membisu. Mencoba meyakinkan diriku kalau aku tidak sedang bermimpi.
Setelah itu? Setiap sore kamu tidak hanya melewatiku seperti dulu. Kamu. Iya, kamu! Kita selalu bertemu di teras rumahku. Membicarakan apa saja. Apa saja.
Kita tertawa bersama. Masih seperti mimpi bagiku. Yang pasti, aku tidak mau siapa pun membangunkanku. Akanku kutuk siapa pun yang berani melakukannya.
"Kamu cantik ..."
Lagi-lagi satu cara untuk membuatku bahagia.
Berani-beraninya kamu membuat detak jantungku tidak beraturan! Apa kamu tahu? Satu kalimat pendekmu itu membuat aku seperti terkena serangan jantung berpuluh-puluh kali! Tapi, kamu tetap saja mengucapkannya. Tanpa rasa bersalah.
Meskipun begitu, aku tidak bisa marah padamu. Sungguh mengesalkan!
Sepertinya kamu belum puas. Setelah apa yang kamu lakukan kemarin, sore ini, kamu menyelipkan setangkai bunga di telingaku. Tubuhku langsung membeku. Tanganmu menyentuh wajahku.
Kamu benar-benar kurang ajar! Dengan tidak sopannya kamu selalu tahu bagaimana caranya membuatku ingin terus hidup. Menunggu entah apalagi caramu untuk membuat jantungku ingin terus berdetak.
Lalu, tiba-tiba saja hari ini aku mendengarmu menangis di sampingku. Aku ingin membuka mata, tetapi tidak bisa.
Kenapa kamu menangis? Itu membuatku sedih. Jangan ulangi lagi.
Setelah hari itu, kamu berbeda. Tidak sama lagi. Aku sering melihatmu melamun, entah karena apa. Setiap aku bertanya, kamu kembali tersenyum, tetapi bukan senyummu yang dulu. Senyummu kini penuh kesedihan.
Kenapa? Apakah karena waktu itu aku tertidur terlalu lama, lalu kamu marah padaku? Tapi, aku sekarang sudah di sini, seperti sebelumnya, kan?
"Menikahlah denganku ..." Entah apa yang merasukimu hari itu. Lagi-lagi kamu berhasil membuatku hampir menemui Penciptaku.
Sebenarnya, apa sih maumu? Di satu saat kamu selalu membuatku ingin terus hidup, di sisi lain kamu seakan ingin cepat mengirimku ke alam baka. Aku bingung.
"Hai istri ..." Sapaan lembut itu mengusik tidurku. Wajahku pasti merona. Pertama kalinya kamu memanggilku dengan sebutan itu, dan aku lebih dari bahagia.
Kamu tahu bagaimana malunya aku kala itu, tetapi kamu malah sengaja mengulanginya. Mengatakannya kembali dan menciumku. Menyebalkan! Benar-benar menyebalkan!
Lagi-lagi kamu menangis. Padahal kamu sudah berjanji tidak akan menangis lagi. Aku hanya tertidur, Sayang ... hanya saja kali ini sedikit lebih lama. Kamu tunggu sebentar lagi, aku pasti akan bisa melihatmu kembali.
Sayang, aku ingin bangun. Aku ingin membuatmu tersenyum kembali, kenapa tidak bisa? Sayang? Sayang ...
“Aku berjanji akan menemuimu kembali. Tunggulah aku. Aku akan tetap setia sampai Tuhan mengizinkan kita kembali bersama.”
Aku bingung. Kenapa kamu berkata begitu?
Lalu, akhirnya, aku mengerti ...
Maafkan aku, Sayang. Ternyata Tuhan memintaku untuk pulang. Aku tidak bisa lagi menemanimu. Ternyata benar dugaanku. Selama ini, kamu adalah malaikat yang Ia kirimkan untukku.
Jangan bersedih, ya,? Kata Tuhan, suatu saat nanti kamu akan bisa bertemu denganku lagi. Aku akan menunggumu di sini. Aku berjanji.
Hai Sayang, aku sedang menatapmu kembali dari atas sini. Apakah kamu bisa melihatku? Kamu sedang menatap ke atas tepat di mana aku sedang berada, tetapi sepertinya kamu tidak bisa melihatku, karena wajahmu masih begitu bersedih.
Apakah kamu tahu sesuatu? Tadi Tuhan berbisik padaku kalau aku bisa segera menemuimu, tidak lama lagi. Rasanya aku begitu bahagia .... Aku benar-benar merindukanmu ...
Akhirnya ...
"Hai istri ..."
Tahukah kamu? Aku bahkan tidak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan kebahagiaanku saat ini. Kamu ada di sini, di hadapanku, dan tersenyum.
Aku langsung berlari memelukmu. Sesuatu yang tidak bisa aku lakukan ketika aku hidup.
Kini, aku tahu. Semua akan indah pada waktunya. Dan saat ini, adalah waktu terindahku. Saat aku bersamamu. Selamanya...
Aku mencintaimu ...
Kamu memelukku dengn sangat erat. Untung saja, kini aku tidak lagi membutuhkan udara untuk bernapas.
Kita pada akhirnya mewujudkan janji kita untuk selalu bersama.