Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Hufff! Hampir saja !" ucap seorang gadis saat kaki panjangnya berhasil melewati genangan air di tepi jalan.
Hujan semalam tak hanya meninggalkam aroma petrikor di setiap sudut kota, namun meninggalkan jejak basah pada pepohonan juga jalan.
Setelah turun dari moda bus TransJakarta, Aleeta Zandaliya Gunawan harus berjalan kaki sejauh dua ratus meter agar sampai di gedung Cakra Bima Nusantara atau CaBiNu Corp tempatnya bekerja sebagai art design and conten Creator.
"Pagi, Pak Satpam. Sehat selalu, Pak! " sapa Aleeta saat memasuki lobby.
"Pagi juga, Non Letta super manis," balas Satpam berusia awal empat puluh tahun itu.
"Terima kasih! " ucap mesin finget Absensi setelah Aleeta menempelkan jempol tangan kanannya.
"Terima kasih kembali, kok nggak ada sapaan lain, Mbak?" jawab gadis itu pada mesin yang hanya bisa berkedip-kedip.
"Zandal! "
Aleeta sontak membalikkan tubuh saat seseorang memanggil nama tengahnya."Ada apa?"
"Ada kamu dan aku tentunya," sahut Alif disertai cengegesan tengilnya.
"Nggak lucu, kecuali kamu belanjain aku skin care," sahut Aleeta yang kini sudah berada didepan lift.
"Boleh, asal setelah ini kita disatukan dipelaminan," ucap Alif dengan segala ketengilannya.
"Alif Ba Ta Sa, kepedean banget jadi cowok. Terus si Novi ama Wulan mau kau kemanakan? "
"Tetap diakulah, jika nambah kamu maka semakin lengkap menjadi istri. Karena kalau hanya dua, belum bisa dikatakan istri."
"Dikatakan apa kalau hanya satu atau dua?"
"Is One dan Is Two," jawab Alif yang langsung masuk ke lift sebelum kena geplak bakiak oleh Aleeta.
Memasuki ruang kerja tercinta, duduk di kurai kerja yang bisa diajak muter 360 derajat membuat andrenalin Aleeta selalu tertantang.
"Let, setelah makan siang, Pak Boss minta design gambar yang kamu buat di perlihatkan ke beliau." Reni si cantik dan kemayu memberi.kabar yang membuat Aleeta meringis.
"Hari ini?"
"Nggak, kata Pak Boss. Nunggu lebaran unta. Pan tadi aku bilang hari ini, Aleeta."
"Oh hari ini. Cepet banget. Pan entu tugas baru dua hari lalu di kasih ke gue," gerutu Aleeta.
"Mana ketehe, itu derita loe," balas Reni lalu pergi dari kubikel Aleeta.
"Let, buku beaar RAB dimana?" tanya Deon, cowok super cool dan perfeck.
"Kagak tahu, Gue belum pake kitab itu. Bikin garis aja masih miring," jawab Aleeta tanpa menoleh pada si penanya.
"Kamu ada lihat Wawan nggak?"
"Kagak, Gue bukan emaknya."
Merasa tak mendapatkan apa yang diinginkan, Deon akhirnya menyerah dan meninggalkan meja Aleeta.
***
"Kamu sedang menggambar rumah semut?" tanya seorang pria dengan kemeja kerja putih jas hitam yang lebih mirif petugas lobby hotel dari pada manager Design dan Perencanaan.
"Semut apaan, punya rumah segede itu, Pak. Gambar itu pakai skala yang bapak minta kemarin. Emang Pak Yoga mau buat kos-kosan Semut Rangrang?" balas Aleeta tak mau kalah.
"Emang saya kurang kerjaan?"
"Ya kali aja bapak lagi kelebihan duit dan ingin menciptakan sesuatu yang anti mainstream."
"Perbesar ukurannya. Dan diperjelas lagi detail sudut ruangannya. Hari ini harus selesai, jika tidak bonus juga gajimu, saya potong," ancam Yoga Wirawan dengan tatapan tajam.
"Hobi bener motong gaji pegawai. Emang bapak cita-citanya dulu pengen jadi dukun sunat ya."
"Iya, mau nyunat kamu!"
"Saya kan cewek, Pak!"
"Sudah cepat sana di revisi, lama-lama ngobrol sama kami bisa stres saya," usir Yoga seraya mengibaskan tangannya.
"Lah! Yang ngajak bapak ngobrol siapa? Pan bapak yang duluan nyuruh saya kesini," omel Aleeta tak terima.
Gadis rambut ikal sebahu itu pun segera berbalik kembali ke kubikelnya disertai omelan yang tak.berhenti.
"Enak banget jadi boss, tinggal.perintah doang. Kagak mikir, mata Gue udah kek garis menyipit hanya karena ngerjain tugas ini."
"Anak gadis ngomel mulu, jauh jodoh loe entar!" sapa Wulan disertai kikikannya.
"Sekarang pun udah jauh ama si jodoh. Kagak punya waktu buat hunting," sahut Aleeta yang mulai fokus dengan layar komputermya.
"Kalau dilihat-lihat. Kamu itu cocok dengan pak boss. Kenapa nggak kamu lamar saja pak boss Yoga."
"Syaraf ! Dari pada gue ngelamar orang stres kek dia mending gue ngelamar Kin Soo Hyun."
"Sama stresnya! " balas Wulan yang merasa tak pernah menang berdebat dengan Aleeta.
Menjelang sore, Aleeta baru menyelesaikan pekerjaannya. Bergegas dia merapikan meja kerjanya dan membawa hasil pekerjaan ke ruangan pak bos Yoga Wirawan.
"Wahh, kamu terlambat lima belas menit, Aleeta. Pak Yoga sudah pulang," ucap Santi si sekretaris pak boss.
"Pulang? Lah kata dia nunggu revisian design ini. Gimana sih ! kok malah pulang?" ujar Aleeta dengan kesal.
"Ya sudah, sini aku bantu meletakan di meja pak Yoga. Biar besok pagi bisa segera di periksa."
"Oke, makasih mbak Santi. Kalau gitu, saya nitip ini ya mbak." Aleeta memberi Santi map design miliknya lalu pergi meninggalkan ruang kerja bos.
Teettt! ... Aleeta terlonjak kaget saat suara klakson tepat dibelakang telinga. Dengan cepat gadis itu menepi dan menunggu siapa yang telah mengagetkannya.
"Mau bunuh diri? Gaji kamu kurang?" Wajah seorang pria menyembul dari balik kaca jendela mobil jenis SUV.
"Jelas kurang karena bapak sunat mulu," balas Aleeta kesal. "Kata mbak Santi bapak sudah pulang limebelas menit yang lalu. Kok ini masih disini?"
"Memang kenapa kalau saya masih disini. Ini tanah pertiwi yang bebas tanpa ada yang memiliki!"
"Kata siapa tidak ada yang memiliki, ini tanah milik negara, Pak! Bapak mau di tangkap.polisi karena manipulasi tanah," sungut Aleeta yang lantas mendongak kelangit yang menghitam.
Belum juga bibir pink Aleeta mengucap, hujan tiba-tiba jatuh dengan acuhnya membuat orang-orang yang tadinya santai menikmati sore, berlarian mencari tempat berteduh tak terkecuali Aleeta.
"Cuaca benar-benar tidak bisa diprediksi. Membuat repot saja," keluh seorang pria seraya mengibaskan tetesan air hujan di kemeja kerjanya.
"Benar, kadang panas sejak pagi, eh tiba-tiba hujan."
Aleeta hanya diam seraya bersendekap tangan di depan dada. Namun diamnya gadis itu terusik saat seorang pria dengan acuh berdiri disebelahnya.
Gadis itu membulatkan kedua mata, saat mengetahui siapa pria yang berdiri disisinya."Loh, Pak Yoga! Ngapain bapak disini?"
"Berteduh. Memng kamu saja yang butuh berteduh," cetus Yoga.
"Lah bapak.buat apa berteduh. Pan bapal bawa mobil. Memang atap mobil bapak bocor? "
"Enak saja, mobil saya keluaran terbaru."
"Lah terus, ngapain bapak ikut berteduh?"
Mendadak Yoga diam, lantas meringis dan berlari ke mobilnya meninggalkam Aleeta yang berdiri bingung.
"Ya ellah, kirain mau jemput gue. Dah geer aja nih kepala. Ternyata stupidnya kambuh tuh oboss," keluh Aleeta.
***
"Boss, kita kagak makan siang dulu?" tanya Aleeta saat mobil yang menjemput mereka tengah melaju ke tempat tujuan.
"Bukannya di pesawat tadi dikasih makan?" tanya Yoga yang tengah asik dengan pomselnya.
"Ya ellah, makanan seuprit mana kenyang, Boss."
"Kamu itu perempuan, tidak boleh terlalu banyak makan."
"Yang bilang saya pria siapa? Lagian pelit saja pake banyak alasan. boss."
Yoga hanya mengendikkan bahu dan tetap fokus pada layar ponselnya. Untuk dua hari kedepan, Aleeta mendapat tugas menemani pak Boss meninjau lahan yang akan di bangun gedung perkantoran. Dan dia sudah hafal dengan sifat pelit sang boss yang sudah mendarah daging.
"Makan mie instan tak baik buat kesehatan!" tegur Yoga saat melihat Aleeta tengah meniup-niup mie di mangkuknya.
"Lebih nggak sehat, dari pada kena maag kronis dan kelaparan," balas Aleeta seraya menyuapkam makanan berbentuk lembaran panjang itu kemulutnya.
Suara slurf yang keluar dari mulit gadis itu menerbitkan air liur dimulut Yoga."Sangat tidak sopan, makan seorang diri sementara ada orang lain bersamamu."Komentar pria itu namun Aleeta sudah terlanjut kesal juga tuli.
Gadis itu terus saja memakan mie rebusnya seraya sesekali-kali menguap kepedasan karena tergigit cabe rawit.
"Besok, sebelum kembali ke Jakarta. Kamu temani saya kerumah kakek saya."
"Memangnya jalan menuju rumah kakeknya bapak banyak.begal ? Jadi bapak nggak berani pergi sendirian?"
"Karena saya lupa arah mana jalan kerumah kakek saya," sahut Yoga lantas berlalu begitu saja meninggalkan balkon penginapan dimana mereka menginap di daerah Sasro Wijayan.
"Terus dia pikir, aku google maps yang hafal jalan?" sungut Aleeta yang tak lama menjulurkan lidahnya."Huaa, pedes banget."
***
Aleeta menyapu peluh di kening yang sedikit lebar. Sudah satu jam mereka hanya berputar-putar tak tahu jalan. Sementara Yoga tetap.berlagak paling paham membaca maps diponsel pria itu.
"Kenapa tadi nggak naik taksi saja sih, Pak. Tinggal kasih alamat nyampe. Kagak usah bergaya nyewa motor kalau akhirnya nyasar!" keluh Aleeta kesal.
"Biar hemat. Lagi pula buat apa keahlianmu menyetir motor jika tak di gunakan, mubazir."
"Heehh... Tapi kagak gini juga kali, Pak. Sejak tadi kita tawaf di tempat ini saja. Apa bener alamat rumah kakeknya pak Yoga di daerah sini?" tanya Aleeta sangsi karena disekeliling mereka hanya ada persawahan penduduk.
"Yakinlah. Google tak pernah berbohong, Zandal."
"Pak, bisa nggak sih! Manggilnya pake nama depan saja. Rasanya risih denger nama saya di singkat seperti itu."
"Ya terserah mulut saya mau nyebut apa? Apa kamu pengen manggil kamu dengan panggilan Dik atau Sayang?"
"Ihhh najis! Yang ada perut saya mules, Pak! " Yoga terkekeh mendengar jawaban Aleeta dan mereka pun kembali mengikuti araham si maps untuk tawaf mengelilingi sawah.
Hingga akhirnya mereka terjebak di jalan buntu yang becek hingga roda motor terbenam di lumpur.
"Ya ellah! Bapak turun dong, dah tau motor tepatak dilumpur. Lagi pula, kenapa cowok kagak bisa nyetir motor," omel Aleeta saat tahu. Yoga masih anteng duduk di boncengan.
Dengan berat hati. Pria berwajah tampan dan bersih itu turun dari motor.
"Bantu dorong, Pak! Malah kek Tugu Pancoran!"
Yoga tak menjawab, pria itu hanya meletakkan satu jarinya di bagian belakang motor membuat Aleeta menjadi semakin kesal.
Muncul ide gilanya untuk mengerjain boss nyentriknya itu. Di dorongnya motor menggunakan kedua kaki seraya menyalakan mesin dan...
"Aleetaaa! "
Aleeta jelas tertawa terpingkal-pingkal kala melihat tubuh bossnya tertutupi lumpur akibat perputaran roda motor yang dia lakukan.
"Ehh, Sorry, Pak ! Saya kira yadi debok pisang! " balas Aleeta yang lantas pergi meninggalkan Yoga yang misuh-misuh tak jelas.
***
Akhirnya mereka pun sampai di rumah Raden Mas Cokro Menduran, ayah dari papanya Yoga. Sebelumnya Aleeta terpaksa menunggui pria itu membersihkan diri di sungai aliran irigasi sawah sekalian gadis itu mencuci motor yang kotor.
Dan parahnya, setelah bertanya pada warga. Rumah kakeknya Yoga sudah dua kali mereka lewati.
"Oalahh, ini toh cucunya dekmas Satrio Gunawan. Ayu tenan," puji Kakek Cokro seraya menepuk pelan kepala Aleeta.
"Kok, beliau tahu, nama kakek saya?" bathin Aleeta tak paham.
"Makanya disegerakan saja, Pak. Biar ndak keburu disanding pria lain."
"Pastinya. Nah mereka datang! "
Aleeta juga Yoga sontak menoleh kearah halaman luas rumah joglo itu. Dan kembali Aleeta di buat terkejut saat mengenali sosok yang turun dari dalam mobil Pajero Sport itu.
"Mbah Kung! Kok disini?" tanya Aleeta pada pria dengan baju lurik khas Jawa itu.
"Lah ini rumah teman baik, Mbak Kakung. Nduk," jawab kakeknya Aleeta disertai senyumnya.
"Perasaanku kok nggak enak ya," bisik hati Aleeta.
"Janu ndak bisa kesini, tapi dia sudah memasrahkan urusan ini pada saya, Kang Mas Cokro."
"Oalah, baguslah kalau begitu."
Aleeta lantas mencolek lengan Yoga yang tengah mengabsen biji jagung ditangannya.
"Bapak tahu. Rencana pertemuan mereka ini?"
"Nggak, Saya ndak punya hobi kepo dengan urusan para sesepuh," sahut pria 28 tahun itu membuat Aleeta menyebik.
"Jadi, langsung akad saja, ya Dekmas. Biar ndak terlalu lama, mungkin masih di bulan besar ini."
"Akad ? Bulan besar? Siapa yang mau nikah? Apa pak Boss? Kenapa kalau dia yang mau nikah, harus ngajak saya?" Aleeta diserang rentetan pertanyaan dikepalanya.
"Njih saya setuju, Kang Mas. Lagi pula usia cucu saya sudah pas untuk segera nikah," jawab Satria Gunawan membuat Aleeta membulatkan bibir.
"Eyang tunggu! Eyang mau nikahkan saya? "
"Iya, Nduk. Itu loh calon suamimu. Kalian sudah cocok sekali," jawab Eyang Satrio membuat kepala Aleeta seraya kejatuhan batu gunung merapi membuat gadis itu pingsan.
"Lah dia malah tidur lagi! " seru Yoga yang menahan tubuh Aleeta dengan lengannya.
"Aku ndak tidur, tapi pingsan!" ucap Aleeta.
"Pingsan tapi ngomong."
"Biarin! "
Dan dua insan berbeda sifat itu pun hanya pasrah saat para orangtua merangkai acara masa depan mereka. Sementra di luar rumah, kicau burung seakan menghibur sekaligus mengejek mereka.
***