Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Langkah-langkah kaki Nara berderap pelan di jalan tanah yang membawanya ke kebun keluarga. Di sekelilingnya, pepohonan besar menjulang tinggi, rantingnya saling menjalin seperti lengkungan alami yang melindungi jalan setapak dari terik matahari. Udara pagi terasa lembab, membawa aroma tanah basah yang bercampur dedaunan yang mulai menguning.
Nara berhenti sejenak, memandang kebun yang tampak tak terurus di depannya. Kebun ini adalah peninggalan terakhir dari orang tua mereka, warisan yang kini menjadi tanggung jawabnya. Ia menghela napas dalam-dalam, mengingat kata-kata ayahnya, "Kebun ini akan terus hidup selama kita mau merawatnya dengan ketekunan dan cinta."
Namun, Nara tahu tugas ini tak semudah kata-kata. Setelah kepergian orang tuanya, ia mendapati bahwa menjaga kebun ini bukan hanya soal bekerja keras, melainkan juga melawan pandangan skeptis dari orang-orang desa. Tatapan mereka seolah menilai bahwa dia, seorang gadis muda, tak akan mampu mempertahankan kebun yang luas ini. Nara sering mendengar bisik-bisik di pasar atau di jalan-jalan desa, suara lirih yang menyampaikan keraguan mereka, "Sepertinya kebun itu akan terlantar. Sayang sekali."
Pagi ini, ia berdiri di ambang kebun, berusaha mengabaikan bayang-bayang keraguan yang menyusup ke pikirannya. Bodo amat, pikirnya, mengingat apa yang pernah ia baca dari sebuah buku yang diwarisi ibunya. Hidup bukan tentang memenuhi harapan orang lain.
Ia melangkah masuk, menyusuri lorong tanaman talas yang tumbuh liar dan gulma yang menjalar di mana-mana. Ada rasa getir yang merayap, perasaan kehilangan yang sulit diabaikan. Setiap kali ia melihat tanaman yang merangg...