Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Ada Apa dengan Cinta(ku)
3
Suka
619
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

NONI, sahabat saya yang juga teman sekantor, tiba-tiba mendatangi ruangan saya pada suatu siang.

“Ben, saya punya tantangan buatmu. Tidak berat, kok,” katanya.

“Wow, wow, wow, datang-datang langsung nodong. Selamat siang, Noni cantik,” saya goda dia.

Noni acuh. Raut wajahnya datar. Sedatar layar ponsel yang dipegangnya. (Layar ponsel saya juga datar. Meja kerja saya juga begitu). Matanya mendelik, tatapannya lurus ke arah mata saya.

Saya menarik kembali tawa saya, membuat bibir ini menciut. Noni memiringkan sedikit kepalanya, dengan mata tetap menatap mata saya. Saya terintimidasi. Ada apa sih dengan Noni?

“Ben!”

Saya berlagak memasang wajah terkejut, masih mencoba menggoda dia. Sebab, kata seorang teman, wajah cantik memang layak digoda.

“Ya, ya, oke. Tidak berat? Hmm…,” tukas saya sambil masih berpikir dia bercanda. Sebab Noni memang suka bercanda. Biasanya. Tapi melihat raut wajahnya yang makin lama makin garing, saya yakin dia serius. Ada apa dengan Noni?

“Memangnya apa tantangannya?” tanya saya.

“Menulis surat cinta buat diri sendiri.”

Saya tertawa lagi. Kenapa Noni tidak menantang saya untuk menulis surat cinta buat dia saja? Lebih gampang buat saya.

“Sebelum mencintai orang lain, cintailah diri sendiri,” katanya tiba-tiba, mengagetkan saya. Dia bisa membaca pikiran saya?

“Dan salah satu cara mengungkapkan dengan sepenuh hati adalah dengan menulis. Tapi ditulis tangan, jangan diketik,” Noni melanjutkan.

Duh, kok ya waktunya kurang pas. Saat itu saya sedang berada di puncak rasa lapar sehingga yang ada di benak saya hanyalah nasi pecel pincuk Mbah Kromo yang beberapa menit sebelumnya sudah saya pesan via kurir online. Sayurannya lengkap, bumbunya sedap, dibungkus dengan daun pisang pula. Membayangkan saya melahap nasi pecel plus lauk telur asin dan peyek kacang membuat saya menelan ludah berkali-kali. Entah Noni melihat jakun saya naik turun atau tidak.

“Bagaimana kalau saya menulis surat cinta buat Mbah Kromo saja, Non?” Saya terkekeh dengan banyolan saya sendiri.

Noni tidak menanggapi candaan saya. Wajahnya malah makin berlipat rangkap.  

“Saya bersungguh-sungguh,” katanya datar, tapi berhasil menghentikan tawa saya. “Kamu tidak akan menyangka betapa sulitnya mencintai diri sendiri.”

“Oke, saya coba!”

Saya segera menyiapkan buku catatan dan pulpen di atas meja. Saya pandangi kertas putih bergaris di hadapan saya, tapi dengan tatapan menembus meja. Pulpen saya putar-mainkan di jemari tangan kanan. Dan sampai berkali-kali terjatuh dia, otak saya belum juga mampu menangkap satu kata pun untuk saya tuliskan.

Saya lirik Noni. Tampak dia tersenyum mengejek. Bah! Dia makin menambah saya tidak bisa berpikir.

“Non, boleh nggak saya diberi waktu untuk menuliskannya? Kamu boleh menunggu di ruanganmu saja, mungkin?”

Noni langsung balik badan sambil tetap mempertahankan senyum mengejeknya.

Benar-benar sulit. Ternyata sungguh tidak mudah menemukan apa yang layak saya cintai dari diri saya sendiri. Saya punya banyak hal untuk dibanggakan. Punya jabatan, punya rumah sendiri, kumis dan cambang saya membuat saya ganteng (kata orang-orang), suara saya empuk berwibawa (juga kata orang-orang), dan sederet kelebihan lainnya. Tapi saya juga punya hal-hal yang tidak bisa dibanggakan, bahkan mengecewakan diri saya sendiri. Tidak bisa punya anak, tinggi badan di bawah rata-rata pria, susah kaya, mudah stres, dan beberapa lagi yang saya tidak mau sebutkan. (Maaf, ini demi kebaikan nama saya). 

Kalau yang disebut sebagai cinta itu adalah bisa menerima kelebihan dan kekurangan, maka saya simpulkan, saya tidak mencintai diri sendiri. Sebab saya tidak pernah menerima segala kekurangan saya. Dan saya yakin banyak orang yang seperti saya. Fokus pada kekurangan yang dimiliki ketimbang kelebihan-kelebihannya. Mungkin karena selama ini kita selalu merendahkan diri kita sendiri. Kita adalah manusia yang jauh dari sempurna, penuh kesalahan, penuh dosa, manusia rendah di mata Tuhan, dan lain sebagainya. Makin sering self talk negatif seperti itu kita dengungkan, makin kuat perasaan bahwa kita memang tidak sempurna.

Padahal, saya tahu, dalam beberapa kitab suci, Tuhan menyatakan bahwa manusia itu adalah makhluk yang sempurna. Manusia adalah makhluk sebaik-baik ciptaan-Nya. Artinya, manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Saya juga pernah baca, seorang ilmuwan Jepang, Prof. Kazao Murakami, telah membuktikan hal itu dengan hasil penelitiannya sehingga berani menyatakan dengan pasti bahwa di dalam DNA kita terdapat “gen Tuhan”. Ia membukukan temuannya itu dengan judul The Divine of DNA.

Jadi, kalau Tuhan saja sudah menciptakan kita secara sempurna, mengapa kita sendiri justru mengingkarinya?

Oke, lantas saya harus mulai mulai dari mana untuk mencintai diri sendiri? Apakah harus berdiri telanjang di depan cermin lebih dahulu untuk melihat kelebihan-kelebihan yang saya punya? Dengan memeluk diri saya sendiri sambil berbisik ‘I love you, Dear myself’? Tetap saja tak terputuskan di benak saya.

Tiba-tiba pintu ruangan saya diketuk. Noni melongokkan kepalanya di celah pintu yang dia buka sedikit. “Sudah?” katanya.

Saya melirikkan mata ke atas sambil menyetel muka sebal. Noni terkekeh dan melangkah masuk. Dia menarik kursi dan duduk di samping saya. Dipegangnya tetikus di atas meja untuk membuka sebuah halaman web. Saya tidak melihat alamatnya, tapi halaman itu memaparkan tentang Ho’oponopono.

“Ini bisa menjadi bekal untuk mulai mencintai diri sendiri,” katanya lalu meninggalkan saya yang memaksakan diri untuk membaca halaman itu. Oh, Mbah Kromo, kapan nasi pecelmu datang.

Ho’oponopono (baca saja seperti yang tertulis), sebut halaman itu, adalah sebuah metode yang digunakan oleh masyarakat Hawaii kuno untuk mengawali niat dalam upaya pengembangan diri. Dalam bahasa Hawaii, ho’o berarti ”menyebabkan” dan ponopono berarti ”kesempurnaan”. Singkatnya, Ho’oponopono adalah sebuah proses pelepasan energi negatif yang ada di dalam diri kita. Caranya adalah dengan mengucapkan empat pernyataan berulang-ulang tanpa henti, ditujukan kepada Tuhan dan diri sendiri: “Saya mengasihimu, saya menyesal, maafkan saya, terima kasih”.

Begitu energi negatif itu lepas maka gagasan, kata, tindakan, dan potensi kita pun akan mudah muncul. Dengan begitu kita akan lebih mengenali diri kita. Dan dengan mengenali diri, maka kita akan lebih mudah mencintai diri kita sendiri.

“Kenali dirimu, maka kau akan mengenal Tuhanmu. Cintailah dirimu, maka kau akan mencintai Tuhanmu. Memangnya kamu tidak mau seperti itu?” tiba-tiba Noni muncul di samping saya. Rupanya dia tadi tidak keluar ruangan. Saya salah sangka. Ya sudahlah.

“Tentu, Non. Saya mau sekali,” saya menyahut. “Omong-omong, kamu sudah melakukan juga?”

“Wah, mengejek. Tentu saja sudah. Membuat surat cinta juga sudah. Kamu pikir buat apa saya menantang dirimu kalau saya belum melakukannya juga? Bisa malu saya.”

“Dan, apa yang terjadi pada dirimu setelah melakukan itu?”

“Nah, bagus sekali pertanyaannya. Asal kamu tahu, sekarang saya jadi lebih bersikap positif pada diri saya. Mencintai apa adanya saya, lebih mudah memaafkan apa yang telah saya lakukan, dan mensyukuri bagaimanapun diri saya. Dan satu lagi yang penting, saya bisa menangis bahagia ketika memeluk diri saya. Bayangkan! Menangis, Ben, menangis. Kamu pernah merasakan menangis bahagia untuk diri sendiri? Saya yakin tidak pernah.”

Saya mencoba memeluk diri saya saat itu juga. Tapi tidak ada rasa apa pun yang datang menyentuh hati, apalagi menangis bahagia. Jadi, memang sepertinya saya harus memulai Ho’oponopono dan menulis surat cinta untuk saya.

“Ayo, Ben! Penuhi tantanganku. Kamu pasti bisa!”

“Ya, ya, ya. Saya tulis sekarang.”

Saya berdiam sebentar sebelum memulai menulis. Mata terpejam, menunggu sebuah kata turun dari langit untuk dituliskan ke dalam buku catatan saya. Saya yakin Noni memperhatikan saya. Atau mungkin sambil tersenyum mengejek. Masa bodohlah, saya sekarang tidak akan terintimidasi.  

Satu menit, satu setengah menit, dua menit, dua setengah menit…. kata itu belum muncul juga. Saya mulai gelisah. Saya merasa Noni juga mulai gemas melihatku. Tapi masa bodohlah, saya tetap tidak akan terintimidasi.

Duh, kenapa saya malah memikirkan Noni.

Tiga menit sudah, dan keringat dingin mulai keluar. Saya benar-benar tidak bisa menulis surat cinta, bahkan untuk diri saya sendiri. Bagaimana ini? Menyerah saja?

Di tengah hasutan pikiran untuk menyerah muncul, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Aku membuka mataku dan melihat Pak Boy office boy masuk. (Office boy bernama Boy—sungguh berima sempurna!) Mataku tiba-tiba membelalak melihat apa yang dibawanya: sebuah piring! Tapi bukan itu yang membuat wajahku sumringah. Di atas piring itu terdapat sebuah bungkusan daun pisang, sebuah telur asin, dan plastik berisi peyek kacang.

“Pak Ben, pesanan Bapak sudah datang,” kata Pak Boy.

Saved by nasi pecel! Saya sungguh terselamatkan dari tantangan Noni. “Oh, I love you, Mbah Kromo....”

Saya lihat wajah Noni cemberut maksimal. Saya kasihan padanya.

 

***


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
hyu
@darmalooooo siaaap
Kunjung ke lapak saya juga Uncle😊
hyu
@darmalooooo : ahahaha... nasi kesukaan saya. makanya harus jadi hero di kisah ini wkwkwkw
Hebat! Dari keresahan dalam menulis Surat cinta, antara iya dan tidak. Endingnya memuaskan, pecel, MANTAP!😂
@hyu : Gk bisa ditulis,karena cinta hanya ada di dalam hati.❤️
hyu
@mahmud96 : bikin surat cinta duluuu
mau nasi pecelnya hahaha.
Rekomendasi dari Drama
Novel
Gold
Holiday in America
Mizan Publishing
Cerpen
Ada Apa dengan Cinta(ku)
hyu
Novel
Bronze
BETTER HALF
KUMARA
Novel
Bronze
PELANGI TANPA WARNA
Mahfrizha Kifani
Novel
Si Gadis Kacamata
ArsheilaW
Novel
Anak rantau diujung Bagan
Suyanti
Novel
In Silence, In Darkness.
Wardatul Jannah
Novel
Bronze
"Tuhan, Aku Capek..."
Diaksa Adhistra
Novel
Ketika Kau Tak Bersama Siapapun
Ayeshalole
Novel
Bronze
Exchange !!!
Rio Parikesit
Flash
Ketua Kelas
Muhammad Yunus
Novel
Bronze
Yasmin (Gandoriah Love Story)
Halimah tusakdiah
Novel
Kelabu
clarestaputri
Novel
Bronze
Bertandang ke Ujung Siang
Johanes Gurning
Novel
Bronze
Wo Ai Ni "Novel"
Herman Sim
Rekomendasi
Cerpen
Ada Apa dengan Cinta(ku)
hyu
Novel
Bronze
Dalam Semesta Jiwa
hyu
Flash
Singgah
hyu
Novel
Bronze
Garda Jiwa
hyu
Flash
What A Thrilling Night!
hyu
Flash
Jalan, Yuk!
hyu
Cerpen
Lepidoptera
hyu
Flash
Izin Tuhan
hyu
Cerpen
Dendam Sofia
hyu
Cerpen
Raksasa dan Si Tua
hyu
Flash
Sebelum Dipanggil
hyu
Cerpen
Hero
hyu
Cerpen
Bronze
Kiamat
hyu
Cerpen
Buruk Cermin Muka Dibelah
hyu
Novel
Bronze
Dua Sejiwa
hyu