Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Jakarta, 3 Maret
10.30 wib
Abhia tercengang menemukan keisengannya memeriksa urine dengan test pack berujung pucat pasi yang membuat ulu hatinya sakit saking terlalu syok menerima kenyataan bahwa ia telah dihamili Chaz Adhyastha.
Suaminya sendiri.
Abhia duduk di kloset. Berusaha mendinginkan kepala. Tenang, sambil atur napas perlahan. Hatinya percaya bahwa hasil test pack yang masih dipegang tangan kanannya adalah mimpi buruk belaka. Ia mengandai bahwa ini hanyalah adegan konflik awal yang biasanya dia tulis di novelnya.
Sialnya tidak.
Test pack dengan merek berbeda. Bentuk beda. Sebagai alat penguji ke sepuluh yang dipilihnya. Tetap menunjukkan hasil positif. Persis seperti alat penguji nomor satu hingga sembilan. Pelupuk mata Abhia berair.
Kenapa selalu seperti ini?
Selalu semesta dan sepertinya dalam hal ini, campur tangan Tuhan adalah hal yang sangat cocok diucap Abhia sebagai penyebab hancurnya rencana perceraian yang bahkan sudah disusunnya sebelum menikahi aktor tampan yang juga merupakan pewaris utama perusahaan pemilik gurita usaha di segala bidang, salah satu old money, tampan, gagah, dengan jutaan penggemar yang 75% senang menghujat Abhia yang ditabiskan sebagai penyebab pelaku patah hati se-Asia Tenggara.
BRUK!
Tubuh Abhia ambruk ke kanan. Sungguh untung, jarak dinding dan kloset sempit. Sehingga tubuh rampingnya itu tersangga dinding marmer berwarna hitam putih. Penulis itu pingsan.
*
"Abhia!" seru Chaz memanggil ke segala arah presidential suite hotel Ritz Charlton tempat istrinya berdalih menulis hanya agar bisa meninggalkan rumah.
Kabur darinya.
Setelah pertengkaran besar mereka akibat cerpen yang ditulis Abhia pada buku kumpulan cerpen yang dibuat sebuah penerbit kenamaan dalam rangka merayakan ulang tahun. Sebagai salah satu penulis kenamaan Indonesia, Abhia Koeswoyo tentu saja mendapat slot menulis.
"Abhia! Udah gede nggak usah ngumpet! Saya masih suami kamu ya!" galak Chaz.
Kakinya yang masih berpantofel hitam. Tubuh tegap berotot yang masih berbalut jas. Sepertinya Chaz baru pulang kerja dari rutinitasnya sebagai pengusaha yang sungguh amat sangat dibencinya. Chaz lebih senang jadi aktor ketimbang CEO.
Menikahi Abhia yang sedari dikenalkan pada Rangga Adhyastha, Papanya, sudah mendapat label menantu idaman dan kebanggaan adalah satu-satunya jalan keluar agar ia bisa menekuni tempat healing-nya tersebut. Sekarang tuntutan Papanya bertambah setelah cerpen keparat berjudul Berpisah dari Si Cold menyebar bak jamur. Tercetak sudah lebih dari 2.000 eksemplar dan masuk ke dalam cetakan ketiga.
Chaz harus punya bayi dari Abhia.
Rangga ingin keturunan penerusnya memiliki genetik dari Abhia Koeswoyo yang memang pintar dan elegan. Bukan pula keturunan keluarga sembarangan. Ayah Abhia adalah seorang diplomat senior dan seorang petahana duta besar.
"Abhia!"
Suara Chaz makin tinggi. Mungkin anggapan bahwa istri adalah yang paling tahu suami adalah sebuah kebenaran adanya. Karena hanya pada Abhia, seorang Chaz terkuliti baik dan buruknya. Chaz yang tidak seramah di depan layar kaca atau pada fansnya.
Langkah Chaz sudah mencapai kamar. Dilihatnya barang-barang istrinya. Koper yang terbuka dengan pakaian yang berhamburan. Ciri khas Abhia jika terburu pilih baju saat berpergian yang sungguh menjengkelkan Chaz. Macbook yang membuka. Paperbag di atas meja yang sepertinya hasil belanja dari supermarket langganan mereka saat belanja bulanan. Sisa jajanan street food berjenis segala macam peracian yang sering pula membuat Chaz menegur Abhia agar menjaga kesehatan.
"Abhia Koeswoyo!" pekik Chaz lalu berjalan menuju kamar mandi karena di mini wardrobe tak pula ditemukannya sang istri.
Betapa kagetnya Chaz menemukan Abhia tak sadarkan diri dalam keadaan duduk di atas kloset. Marahnya lenyap berganti khawatir.
"Bhi! Bhia! Ya Tuhannnn," ujarnya sambil mendekati perempuan yang dinikahinya dua tahun yang lalu itu.
Chaz langsung menggendong Abhia keluar dari kamar mandi.
*
Setelah lelah mengamuk dalam berbagai bentuk. Lempar barang. Tampar Chaz bolak-balik. Jambak rambut pria itu pun tak ketinggalan. Berteriak. Menangis sambil berteriak. Terus berulang, Abhia meringkuk di bawah selimut sambil menangis tersedu. Chaz sebagai pelaku penghamilan berlapang dada. Tidak ada kalimat yang diucapkannya. Karena hamilnya Abhia memang salahnya yang menyalahi kesepakatan mereka akibat hasrat tak tertahan.
Chaz termakan gairah yang membuatnya memaksa Abhia menjadi istrinya seutuhnya di kala dirinya menjalani syuting sebuah iklan pariwisata negeri ini di Banda Neira. Abhia terpaksa menemani Chaz agar Ayahnya, Lukman Koeswoyo tidaklah curiga saja bawaannya dengan pernikahan Abhia yang menurut Lukman tidak ada mesranya jika dibandingkan dengan pernikahan Abigail, kakaknya Bhia.
Syahdunya Banda Neira mungkin terlalu menghanyutkan keduanya yang sama-sama saling menyerahkan diri pada tiga hari 'panas' yang terjeda jadwal syuting Chaz. Selebihnya mereka menghabiskan waktu di kamar saja. Memadu kasih bak dua insan saling cinta. Hingga akhirnya perpaduan kasih itu menghasilkan hadiah tak terduga yang mereka pun tak pernah menduga-duganya.
Buah hati.
Chaz ikut masuk ke dalam selimut. Berhadap-hadapan dengan Abhia yang kepalanya masih menunduk. Lengan kanannya melingkari Abhia hati-hati. Rasa bersalah menggelayuti Chaz. Sungguh tahu ia betapa inginnya Abhia bebas darinya. Cerai secerai-cerainya. Kembali bebas tanpa berbayang sebagai istri seorang Chaz Adhyastha.
"Yaudah, sekarang kamu maunya gimana, Bhi? Aku ikut kamu aja. Kamu mau lahirin, ayo. Kamu nggak mau lahirin, yaudah. Kamu mau lahirin dan kita tetap cerai, aku ikut. Terserah kamu aja. Maunya kamu gimana?" lembut Chaz berkata sambil mengelus punggung melengkung Abhia akibat meringkuk.
Dagunya yang tak dicukur bersih itu bertumpu pada kepala Abhia yang beberapa kali dikecup tulus Chaz.
Abhia tertegun sendiri akan perlakuan Chaz padanya malam ini. Dikiranya, lelaki dingin dan sarkas ini akan balas marah seperti biasanya. Kejam tak berhati. Tapi malah menawarinya tiga poin tawaran paling gila yang sungguh tidak ada untungnya bagi Chaz. Entah poin manapun itu. Padahal Abhia tahu kalau Chaz butuh bayi ini untuk tetap eksis di dunia hiburan.
"Mau minum teh? Aku pesan lewat room service mau? Di sini sedia teh Lavender nggak ya? Kamu biasa minum itu kan, Bhi? Kalau nggak ada, biar aku suruh Jerome cari sampai ketemu," ucap Chaz lagi masih amat sangat lembut.
Baik elusan dan kecupan pun masih berlanjut. Abhia memutuskan menghentikan tangis meski tersiksa sesenggukan dengan wajah berurai air mata. Ia beranikan memandangi wajah ganteng suaminya yang sekarang menunjukkan sebuah simpati.
"Serius?" serak Abhia bertanya.
Validasi akan tawaran Chaz yang menurutnya seperti angin surga.
Chaz menyeka sisa airmata Abhia. Tersenyum tipis setelahnya. "Ya. Aku serius," jawab Chaz penuh perhatian sampai Abhia bengong sendiri apa benar ini Chaz yang selama tiga tahun ini selalu seenaknya sama dia.
"Kalau aku maunya gugu—"
Abhia tak sanggup melanjutkannya. Belum apa-apa dia merasa seperti penjahat yang merencanakan pembunuhan pada seseorang.
"Bebas, Bhi," ujar Chaz benar memihak Abhia.
Sekarang tangan kirinya, meski agak sulit dalam keadaan tertekuk, tetap berusaha membelai rambut Abhia.
"Badan kamu milik kamu seutuhnya. Hamil bukan perkara kecil. Setahu aku sih membawa perubahan besar dari fisik dan psikis seorang perempuan. Jadi apapun keputusan kamu. Aku ikut," ucap Chaz.
Cukup dia saja yang menjadi anak yang tak dicintai Mama. Jangan sampai anaknya merasakan hal yang sama. Chaz tidak akan sanggup.
Abhia memandangi Chaz secara serius. Ia pindai keseriusan dari wajah tampan Chaz yang sedang memancarkan kelembutan itu. "Aku takut."
"Kirain udah nggak kenal takut, dari tadi aja kamu udah tamparin CEO Adhyasta Grup bolak-balik loh," seloroh Chaz membercandai Abhia.
Keluarga Adhyasta memang terkenal sebagai salah satu 'mafia' di lingkaran para old money. Inisiatif Chaz disambut baik Abhia. Istrinya itu tertawa kecil. Manis dan cantik sekali. Chaz terpana tanpa bisa mengalihkan pandangan. Tiba-tiba saja rasanya ada perasaan melimpah ruah saat menyaksikan tawa Abhia.
Seperti jatuh cinta.
Bhia, begitu biasanya ia dipanggil, entah mengapa jadi terlihat sangat amat cantik dan menarik. Apa ini yang dimaksud teman-temannya sebagai pesona ibu hamil? Circle pertemanannya yang memang semuanya sudah berhasil menghamili istri masing-masing kadang membicarakan topik ini.
"Aku ha-mil."
"Kalau aku jawab congratz, aku digampar lagi nggak?" canda Chaz.
Lagi-lagi Abhia terkekeh.
"Orang kalo lagi hamil langsung keliatan cantik banget ya," seloroh Chaz jujur.
Abhia cemburut.
"Oh jadi selama ini aku jelek ya, Chaz!? Ups sorry. Aku memang nggak secantik Tara mantan terindah kamu yang jebolan putri Indonesia itu," sinis Abhia bernada ngambek.
Ganti Chaz yang tertawa.
"Tara jebolan putri Indonesia. Kalau Abhia, dijebol Chaz Adhyasta," canda Chaz yang geli sendiri.
Tak menyangka bisa mengatakan hal menggelikan seperti itu. Atas inisiatif sendiri pula. Wajahnya memerah, malu sendiri. Mata Abhia membesar mendengarnya. Termakan naluriah, Abhia mengelus pipi Chaz sambil tertawa bersama suaminya. Peristiwa langka yang sebelumnya tak pernah terjadi sebelumnya.
Chaz terpana akan cantiknya Abhia. Tersulut yang di bawah sana hanya dengan elusan pipi yang tak ada 'spicy' nya ini. Tawa Abhia terhenti karena mata Chaz yang terus memandanginya tanpa niat berkedip. Ada yang aneh terjadi kemudian di dalam diri Abhia.
Dia ingin Chaz.
Sungguh ingin.
Tetiba Chaz tampak satu juta kali lebih memikat dari biasanya. Kemana rasa kesal, benci, kesumatnya untuk pria yang dibencinya ini?? Kemana? Abhia tidak paham! Yang ada malah keinginan mendesak untuk berada dalam kungkungan Chaz tanpa mengenakan apapun.
Sialan!
Apa ini disebabkan hormon kehamilan?
"Bhi."
"Chaz."
Mereka sama-sama memanggil. Lalu terkejut sendiri.
"Apa?"
Sekali lagi kompak menjawab secara bersamaan. Semakin canggung saja keadaan.
"Ladies first."
"Enggak, kamu aja yang duluan."
"Boleh cium?" tanya Chaz nekat.
Abhia terhenyak. Jelas terlihat dari raut wajahnya.
"Lebih dari cium juga ... bo-leh," jawab Abhia mengimbangi kenekatan Chaz.
Ah bodo amat!
Hormon kehamilan mengambil alih kuasa otak Abhia yang bukannya takut dan geli melihat Chaz yang mulai melucuti pakaian sendiri hingga tanpa apa-apa lagi mulai mengukungnya dengan tatapan menginginkannya. Persis seperti saat di Banda Neira. Saat Abhia menyerah dan membiarkan Chaz melakukan apapun sesukanya pada Abhia di atas ranjangnya.
*
Ardhan Ramadha Soediro, Sp.OG (K), seorang obgyn kesayangan sejuta umat yang terkenal berpraktek di RS Reishard. Abhia tahu itu karena hampir semua teman Abhia yang sudah hamil dan ada masalah pada kandungan, konsulnya pasti sama dokter Ardhan. Susah masuk waiting list dokter Ardhan. Abhia takjub juga Chaz seniat itu membuat janji temu dengan dokter.
"Chaz, kenapa dokter Ardhan?" heran Abhia.
Dia resah seseorang menemukan mereka duduk di depan pintu ruangan praktek Ardhan sore itu. Walau keadaan sepi saja. Selasar lantai tiga RS Reishard bahkan mencekam seperti latar tempat film horor. Lebih resah lagi karena tangan Chaz yang terus menggenggamnya bak kecintaan saja.
"Alex yang rekomen."
Abhia kaget.
"Kamu cerita sama Alex kalau aku hamil?! Chaz kan kita sepakat untuk nggak kasih tahu siapapun dulu," protes Abhia lantaran Chaz menyebut nama kecil Alexandra Kusuma, sepupunya.
"Aku nggak cerita. Aku cuma tanya, Lex lu kalo periksa hamil di mana? Alex jawab, RS Reishard sama Ardhan. Hasil pengamatan si Jerome pun menempatkan Ardhan sebagai obgyn terbaik di Indonesia, Bhi," ujar Chaz.
Abhia kembali mendelik.
"Kamu kasih tahu Jerome juga kalau aku hamil!?" syok Abhia.
Jerome adalah asprinya Chaz di perusahaan. Yang selalu mengurus segala macam permintaan Chaz.
"Aku nggak kasih tahu. Aku cuma suruh cari tahu aja."
"Itu namanya kasih tahu terselubung, Chaz!"
Abhia harusnya sudah menyangka Chaz akan kembali seenaknya. Lengan kiri Chaz melingkari Abhia. Penulis itu kaget sendiri. Padahal semalam Abhia tidak ada malu-malunya bergaya macam-macam di depan Chaz.
"Anak aku wajib dapat penanganan terbaik, Bhi. Diam dan nurut, okay!?"
Abhia mendengus. Gawat! Chaz mulai posesif sama janin ini.
"Terserah ah!" kesal Abhia.
Lengan kiri itu mendekap Abhia lebih erat dan mendekat. Abhia terkesiap sendiri akan meningkat drastisnya perhatian Chaz padanya.
"Gitu dong. Terserah. Aku suka kalau kamu bilang terserah. Kayak semalam tuh," ujar Chaz.
Wajah Abhia memerah. Chaz tersenyum. Sungguh menyebalkan!
"Kalau ketahuan gimana?"
"Emangnya sampai kapan perut kamu bisa disembunyikan, Bhi?"
Chaz benar juga.
"Kalau kamu hamil kembar perut kamu bisa sebesar ini, Bhi," ujar Chaz memberi gambaran yang membuat Abhia merasa diledek.
"Gendut maksud kamu!!?" marahnya.
"Seksi, Bhi. Bukan gendut," rayu Chaz.
Abhia takjub akan rupa Chaz yang sekarang. Ramah dan mudah sekali merayu.
"Chaz, sebelum aku pergi ke obgyn kayaknya kamu konsul ke psikolog dulu deh," tukas Abhia.
Suaminya aneh. Seperti bukan Chaz saja. Bukan Chaz yang ditemui Abhia tak sengaja di pantai Karma Kandara hingga membuatnya terjebak pada kesepakatan pacaran demi menghindari pertanyaan kapan kawin dari Lukman Koeswoyo. Namun Abhia terjebak dan berakhir menikahi Chaz.
"Babymoon lebih menarik daripada ke psikolog, Bhi," ujar Chaz.
"Kamu kayaknya ketagihan bercocok tanam ya, Chaz?" tuding Abhia.
"Emangnya kamu enggak?" santai Chaz menimpalinya.
Wajah Abhia memerah atas kejujuran Chaz.
"Chaz, kamu nggak lupa kan kita apa dan bagaimana?"
"Ingat."
"Stop kayak gini berarti."
"Kayak gini kayak apa maksud kamu?"
"Perhatian dan sok manis sama aku!"
"Kenapa emangnya?"
"Kalau aku jatuh cinta beneran gimana? Mau tanggung jawab!?"
Abhia mengatakannya dengan nada menakut-nakuti Chaz.
"Bagus dong. Berarti aku nggak bertepuk sebelah tangan."
Abhia tercengang mendengarnya.
"Maksud kamu???"
"Chaz!" sapa Akhandra yang memang salah satu dokter di RS Reishard.
Abhia dan Chaz menoleh kearah sana. Akhandra, suaminya Alex menyapa mereka. Chaz berdiri dan menghampirinya.
"Woy, Kha! Masih di RS lu? Nggak diomelin Alex?"
"Ini mau pulang," ujar Arkha yang kemudian melirik Abhia.
Abhia berdiri. "Hai, Kha," sapanya.
"Hai, Bhi. Ikut senang, lu akhirnya mau periksa juga," ujar Arkha.
Abhia dan Chaz memasang wajah bertanya.
"Maksud lu gimana, Kha?" tanya Chaz.
"Wah kayaknya yang gue dengar hoax nih," seloroh Arkha menyesal.
"Hoax apa!? Para tante itu sebar gosip apalagi soal gue dan Abhia???" emosi Chaz naik begitu saja.
Para Tante Chaz memang juliders dan nyinyiers semua. Dari awal kemunculan Abhia sudah menunjukkan tidak suka lantaran Abhia sungguh supel dan kharismatik. Sulit dijatuhkan dan tidak bisa dikerjai.
"Mereka bilang Abhia mandul makanya nggak hamil-hamil padahal udah dua tahun nikah," jawab Arkha.
Chaz tercengang. Mukanya menunjukkan muak yang luar biasa. Abhia bisa melihatnya. Celakalah wahai engkau yang membuat Chaz Adhyasta murka. Perasaan Abhia seketika tidak enak. Hubungan Chaz memang tidak pernah baik dengan para tantenya.
*
Abhia tidak menyangka, niat mau sembunyi-sembunyi hamil berbalik menjadi pengumuman besar-besaran lewat sebuah postingan kesumat Chaz yang sungguh ingin memberi pelajaran tata krama pada semua tantenya yang sok tahu. Chaz memotret pintu depan ruangan bertuliskan nama Ardhan. Dengan sebuah caption.
Welcoming my twins
Ya! Ardhan menyampaikan dalam suka cita lewat hasil lab yang sebelumnya telah Abhia jalani, bahwa Abhia mengandung janin kembar. Karena itu Abhia mudah pingsan apabila terlalu lelah. Pingsan di kamar mandi waktu itu misalnya. Pikirannya yang lelah membuatnya tak sadarkan diri.
"Chaz! Aku mau ngomong," ketus Abhia menyambut kedatangan suaminya yang baru pulang kerja dan tampak lepas semuanya di depan kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka.
Hmm ... Kamar mereka.
Abhia tidak menyangka mereka akan sampai di titik tidur sekamar berdua. Bukan hanya tidur sekamar tapi ya itu ... Abhia tidak ingin membahasnya. Intinya, saat Abhia mau, Chaz langsung ikut mau juga. Nah giliran Chaz mau, Abhia dibuatnya sampai mau. Dan Abhia belum pernah tidak mau. Sungguh panas kehidupan pernikahan mereka saat ini.
"Apa?"
Abhia melotot.
"Pakai baju sih!" seru Abhia melihat suaminya berbalik dalam keadaan bayi baru lahir.
Abhia menutupi wajahnya dengan bantal bersarung abu-abu polos yang ada di samping kirinya. Chaz nyengir.
"Kaget ya? Biasanya liatnya dalam keadaan siap tempur soalnya," canda Chaz.
"Mandi sana!"
"Mau ikut nggak?"
"No way!" tolak Abhia baru menyingkirkan bantal dari wajahnya setelah mendengar Chaz menutup pintu kamar mandi.
30 menit kemudian...
"Chaz, baju kamu tuh satu ruangan. Kenapa malah pakai boxer aja???" omel Abhia pada Chaz yang sedang asik memeriksa sesuatu di iPad-nya.
Pria itu menoleh. Tersenyum.
"Satu jam lagi aku nggak akan pakai apa-apa kok, sabar ya, Bhi. Ada kerjaan dulu nih," ujar Chaz kembali fokus pada iPad-nya.
Abhia jengkel.
"Bukan itu maksud aku!" seru Abhia sebal.
"Biarin aja semua orang tahu. Emangnya kamu nggak kesal digituin sama mereka??? Kesabaran kamu tuh yang buat Tante aku yang songong itu merajalela," tukas Chaz menyadari apa yang dimaksud Abhia.
"Ini nggak sesuai kesepakatan kita!"
"Kita emang nggak pernah sesuai kesepakatan kita, Bhi!!" tegas Chaz.
GLEK!
Abhia terdiam. Tidak ada bantahan.
"Sepakat pacaran pura-pura dua bulan, malah lanjut jadi tunangan. Sepakat tunangan sampai setahun terus putus, mendadak lanjut sampai nikah. Sepakat nikah sampai dua tahun, eh kebobolan sampai dapat kembar. Yang mana yang sesuai?"
"Kita yang nggak saling cinta!" seru Abhia yakin tak bisa dibantah Chaz.
Wajah pria itu berubah.
"Itu juga nggak sesuai."
"Kenapa nggak sesuai?"
"Karena aku cinta kamu."
Malam itu Abhia melongo setelah mendengar pengakuan yang entah itu benar atau kebohongan sekadar manipulasi saja.
*
Atas nama cinta itulah mungkin yang membuat Abhia menjadi ratu. Friska, editornya memberi julukan seperti itu padanya. Karena Abhia sekarang menulis untuk suka-suka saja. Apalagi saat hamil seperti ini. Abhia enggan melakukan apapun rasanya.
"Lolos nggak, Fris?" tanya Abhia melihat Friska malah jelalatan memandangi furniture rumahnya.
"Lu baru ganti furniture ya, Bhi?"
"Iya. Bosan di rumah. Kata Chaz, ganti aja furniture rumah ini sesuka hati gue. Enggak bakal gue sia-siakan tawaran langka kayak gitu!" seru Abhia senang.
Karena sungguh dari awal dirinya resmi menjadi istri Chaz Adhyasta, Abhia gatal ingin mengganti semua furniture rumah Chaz.
"Berhasil deh lu."
"Berhasil?"
"Berhasil buat Chaz jatuh hati."
Abhia teringat kembali pengakuan cinta Chaz.
"Dia juga berhasil nih buat gue melendung," ujar Abhia sambil mengelus si kembar yang sudah empat bulan ada di dalam perutnya.
Friska tertawa.
"Tapi lu sendiri perasaannya gimana sama Chaz?"
"Nggak gimana-gimana."
"Cinta juga nggak, Bhi?"
Abhia diam tak menjawab langsung. Karena ia tengah berpikir. Perasaan jenis yang mana yang dirasakannya pada Chaz.
"Biasa aja sih," jawab Abhia tidak sadar bahwa jawabannya sudah mematahkan hati seseorang yang baru saja pulang kerja namun tak lupa membawa satu buket mawar merah untuk sang istri yang sedang mengandung calon anak mereka.
Chaz menghela napas panjang mencoba mengurai rasa kecewanya lalu memilih untuk menaruh buket di kursi dan kembali pergi menuju mobilnya. Lebih baik dia berkendara memanasi mesin mobilnya agar hatinya kembali dingin.
*
Abhia merasa konyol karena merasa kehilangan Chaz. Padahal Chaz hanya kembali menjadi Chaz yang dikenalnya di Bali. Dingin, kaku, ketus, dan tegaan. Walau mereka masih sekamar. Tapi Chaz tidak pernah lagi tidur memandang Abhia. Hanya punggung yang akan selalu menjadi pemandangan Abhia yang tanpa sengaja terbangun dari tidurnya.
Chaz marah.
Masa?
Ah, tidak!
Ini hanya Chaz yang biasanya. Tapi sayangnya Abhia merasa kehilangan. Saking kehilangannya, Abhia suka menangis tersedu sendirian karena dicuekin Chaz. Padahal dulu biasanya juga dia bodo amat. Apa si kembar merindukan Papanya? Ralat. Sepertinya si kembar dan dirinya merindukan Chaz. Kadung amat sangat rindu. Sampai Abhia membuang harga diri lalu menelepon Chaz yang baru saja berangkat kerja namun tidak pamit olehnya.
Abhia masih berdiri di teras. Pelupuk mata berair. "Kenapa?" dingin Chaz.
"Biasakan kalau marah tuh bilang, nggak usah silent treatment, Chaz Adhyasta!" murka Abhia terdengar jengkel dalam isakan.
Hanya terdengar helaan napas Chaz.
"Jangan buat mood aku jelek," tenang Chaz menanggapinya.
"Kamu pikir, selama dua bulan ini mood aku bagus!?" hardik Abhia tidak terima disahuti dingin seperti itu oleh Chaz.
"Mau kamu apa sih, Bhi?"
Chaz mencoba sabar karena sadar Abhia sedang mengandung anak mereka. Tidak boleh stres atau kepikiran hal berat. Pesan Ardhan, yang merujuk keadaan Abhia selama dua bulan kemarin yang agak menurun.
"Kamu tuh yang maunya apa!? Empat bulan sok manis sama aku, dua bulan kemudian balik lagi ke setelan suami luknut! Aku udah bilang sama kamu jangan buat aku jatuh cinta!" marah Abhia dengan napas terengah.
Chaz terdiam.
"Kamu bilang apa, Bhi?"
Lembut suara Chaz bertanya.
"Aku benci sama kamu!!"
Chaz tersenyum kemudian. "Yaudah aku balik ya. Lupa belum cium kamu sama si kembar," desau Chaz dengan hati yang berbunga-bunga.
"Nggak usah!" tolak Abhia.
"Yah, udah terlanjur putar balik lagi," ujar Chaz meski sebenarnya baru putar balik.
"Bodo amat!" seru Abhia lalu menutup telepon sepihak.
Walau faktanya ia benar menunggu Chaz sampai kembali ke rumah. Sungguh menyebalkan bagi Abhia menyadari bahwa Chaz sudah mencuri hatinya. Tidak lama, Chaz mungkin ngebut untuk mencapai rumah secepat yang ia bisa dengan lexus-nya. Mata Abhia sudah berbinar terang. Bibirnya tersenyum tanpa komando.
Chaz turun dari mobilnya. Tersenyum kearah Abhia. "Babymoon yuk, Sayang," ajak Chaz. Dia pun amat sangat merindukan Abhia.
***