Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Religi
03:00 AM
1
Suka
37
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Angin berhembus malam itu. Suhu makin dingin. Tetap saja dingin walaupun aku telah mengenakan dua selimut super tebal yang dirangkap. Ada hal yang mengganjal tidurku, tapi aku tak tahu apa itu. Aku tidur dengan berbagai posisi, tetap saja aku masih terjaga. Bahkan aku sudah membaca cerita pengantar tidur, menghitung, bahkan minum susu coklat dua kali, tetap saja tidak bisa tidur. Insomniakah? Tidak. Aku tidak ada indikasi semacam itu.

“Aaaaaa!!!” teriakku saking kesalnya.

Semoga teriakan gila itu tidak membangunkan adikku. Dan saat aku berjalan ke kamarnya, ia masih tertidur pulas. Terlihat damai sekali. Sekarang aku iri oleh keaadaan adikku itu.

Tap. Tap. Tap. Suara langkah kaki yang tak kukenal datang. Bayangan hitam mulai mendekat. Sial! Kakiku mendadak kaku dan tidak bisa digerakkan. Ia makin dekat. Makin dekat. Makin dekat. Dan..

“Hai Don! Masih begadang?”

Yaampuun. Itu Toni. Tetanggaku yang gila. Kenapa ia kemari?

“Dasar! Bikin kaget aja!”

“Hahaha! Sori, gue cuma mau pinjem palu.”

“Buat apa?”

“Ada deh.”

Bikin kaget aja ni anak. Malam-malam minjem palu, mau ngapain dia?

“Lo mau ngapain Ton?” tanyaku.

“Gue mau balas dendam.”

“Sama siapa?”

Ia berbalik dan tersenyum, “sama elo.”

Bugh! Ia menghantam kepalaku.

Kepalaku terasa pening. Entah kenapa semua menjadi gelap. Dan aku terbangun di ranjang, masih berselimut tebal. Keringat menetes dari seluruh tubuhku. Aneh, padahal udara sangat dingin, apa karena selimutku ini ya?

Apa tadi itu mimpi atau nyata? Aku takut. Aku merasa sendirian. Jam menunjukan pukul empat pagi. Dan kenapa jamnya tidak bergerak? Baterainya mati mungkin?

Klek. Klek. Sudah kupasang baterai baru tapi tidak mau menyala. Ah, sudahlah. Lagipula kenapa aku memikirkan jam weker itu. Jam itu mungkin sudah usang.

Tapi semakin dingin suhu di sini. Suara seorang wanita yang bernyanyi layaknya diopera memekikkan telingaku, nada-nada tinggi yang menyakitkan membuat telingaku berdarah. Tidak! Tidak! Aku sudah tuli! Aku terus menutup mata. Berharap semua ini akan berakhir.

“Aaaaa!!!” pekikku.

Aku membuka mata. Tidak ada yang berubah. Ruang tamu. Dan ada bayangan hitam mendekat, mendekat, dan makin dekat. Toni! Itu Toni!

“Hai Don! Masih begadang?”

Kalimat ini, sudah kudengar untuk yang kedua kali.

“Don? Gue pinjam palu boleh?”

“Nggak ada palu.”

“Wah dendam gue nggak kesampean dong.”

“Sama siapa?”

“Ada deh, gue pulang ya? Daaahhh!!”

Deja Vu. Aku merasa ini sesuatu yang luar biasa. Tapi ini berlebihan. Aku..

“Apa?” aku melihat diriku semakin pudar. Pasir, aku menjadi pasir. Hanya tinggal kepalaku saja. Entah ini imajinasiku atau tidak. Tapi tolong bangunkan aku!

Byur! Brak! Brak! Seesss..

Oh tidak itu air! Air menghancurkan pasir!

“Tolooongg!!” jeritku.

Terlambat, air bah telah menghancurkanku. Tidak! Aku tidak bisa berenang. Tolong aku!

Apa ini? Aku tersangkut di pancing. Aku menjadi ikan. Dan aku di tangkap nelayan. Dan nelayan itu adalah aku?

“Kekecilan bro. Lepasin aja cari yang gede.”

“Oke Ran.” Ucapku.

Byur!

“Kasih umpan yang banyak Ran! Biar yang gede ikutan!”

“Oke Don!”

Kalimat ini, ini saat aku dan teman-temanku liburan di laut. Dan kami tertawa. Aku menutup mataku untuk tidak melihat kekejaman ini. Dan saat aku membuka mataku, aku kembali lagi ke ranjangku yang nyaman. Masih berselimut tebal. Keringatku makin deras. Tubuhku kaku, tidak bisa digerakkan. Dan aku merasa ada di rumah sakit.

Putih menyilaukan dan bau obat yang menyengat. Aku melirik ke kanan. Ada ibuku disana. Dan ia sedang menangis.

“Doni, hik hik, nak cepat sembuh ya? Hik hik.”

Aku ingin berkata, tapi tenggorokanku tercekat. Aku merasa suaraku hilang. Tapi, aku kembali lagi keranjangku. Kapan semua kegilaan ini berakhir?

Aku tersadar, aku duduk di kursi kayu di kamarku. Dan aku memandang diriku sendiri tengah asyik tidur. Waktu terasa berjalan mundur, lagi-lagi aku kembali keposisi semula.

Aku tenang cukup lama. Baik. Aku bisa tidur dan aku bermimpi. Di sana ada anak laki-laki. Ia memakai kaos biru dengan celana pendek putih. Wajahnya biasa, tapi siapa dia?

Aku melihat ayah dan ibuku, bayi digendongan, pastilah adik perempuanku, dan anak laki-laki itu, aku? Aku bermain riang gembira. Aku, aku sangat bahagia. Kami bermain.

“Ayah! Ibu!” teriakku.

Mereka tak mendengarku. Oh! Aku tembus pandang! Aku roh! Apa ini? Aku tidak bisa merasakan tubuhku. Semua hampa. Aku melayang di atas rumahku. Dan aku menuju jendela kamarku. Aku memasuki tubuhku dan aku terbangun diposisi yang sama.

Aku berlari menuju lorong dan pergi ke kamar adikku. Tapi lorong ini sangat panjang, dan tidak ada habisnya. Aku lelah. Kakiku tidak kuat lagi. Aku mau pingsan. Rasanya ingin mati saja.

Aku kembali ke ranjang lagi. Jendelaku terbuka. Kain gordenku bergrak ditiup angin. Udara beranjak hangat tapi makin hangat dan semakin panas dan makin panas. Aku serasa di neraka. Dan aku sekarang ada di sebuah gurun. Dan bebatuan terjal. Mungkin ini gunung?

Semuanya pasir dan tanpa hiasan sedikitpun hanya pasir. Aku berlari, kakiku tidak bisa berlari maksimal karena aku di atas pasir. Kakiku masuk kedalam dan semakin dalam. Oh tidak! Ini pasir hisap! Aku tertelan!

“Tolong! Tolong!” teriakku. Oh! Sudah sampai leherku, aku akan mati!

Srut. “Tangkap nak!” seru seseorang.

Akupun menangkap tali itu. Aku harus rileks jika ada di pasir hisap. Dan aku menatap si penolongku. Dia memakai baju ala penjelajah seperti Indiana Jones.

“Ayo lari! Kita dikejar suku kanibal!” serunya.

“Kanibal?”

“Ayo lari!”

Aku pun mengikutinya dan kami sampai di ujung jurang. Mereka masih mengejar kami. Akupun melihat ranting di sisi jurang.

“Ayo kesana!” Seruku.

Kami melompat dan berhasil menggapai ranting tersebut. Suku-suku kanibal itu masih menunggu di atas. Dan saat kami melihat ke bawah, di sana nampak sungai penuh buaya ganas. Dan ada dua tikus kecil yang menggerogoti ranting kami.

Plik. Plik. Ini madu.

“Manis.” Ujarku.

“Disaat bahaya seperti ini kau masih menjilat madu? Apa yang kau pikirkan?!” serunya.

Aku tidak mendengarkannya dan tanpa sadar aku melepaskan genggamanku. Aku jatuh, tapi manis madu masih kurasakan. Aku akan mati.

Dan aku kembali ke ranjang yang empuk. Akupun berlari ke dapur untuk minum segelas air puih dan rasanya berbeda, terasa pahit. Aku kembali ke gurun. Kali ini sebuah perkampungan. Mereka kelaparan dan kehausan. Aku membawa segelas air putih ke sana. Mereka nampak gembira.

Tanpa sadar aku menyerahkannya ke tangan mereka. Mereka minum dengan lahap. Dan aku merasa ini adalah hal yang paling membahagiakan sepanjang hidupku yang penuh dosa. Aku tersadar. Dosa. Rupanya itu yang membuatku terjaga. Aku mulai menitikkan air mata.

 Kemudian seorang anak memberikan aku sesuatu yang manis. Gula, ia membeiku gula. Mulutku masih merasakannya sampai aku ke ranjang lagi. Aku terdiam.

Kemudian kegilaan itu mulai lagi. Semakin panas suhu ruangan ini. Dan aku kembali ke gurun. Di sana terdapat oasis. Aku ke sana dan meminum airnya. Segar sekali. Aku kemudian melihat seseorang. Ia tampak bercahaya, aku melihatnya sedang membasuh mukanya dan membasuh anggota tubuh lainnya secara berurutan. Dan ia melakukan sesuatu, gerakan itu sering kulihat di surau. Aku mulai menangis, aku ingin sholat!

Sekali lagi, aku kembali ke ranjangku. Tapi keadaannya berbeda. Suasana lebih damai sekarang. Sejuk menyentuh kulitku. Aku membuka mata, dan aku melihat adikku yang ada di sampingku terbangun tiba-tiba dengan panik.

“Bang, mimpi apa tadi? Serem ya? Diapain disana? Abang nggak apa-apa?” adikku bertanya beruntun saking paniknya.

“Nggak kok.” Jawabku tenang.

“Bang serius nih.” Ia masih panik.

“Sholat yuk.” Ajakku.

"Aku masih ngantuk, abang aja sendiri yang sholat."

Aku mengelus kepala adikku dengan lembut. Dia kembali tertidur. Yah mungkin dia pikir aku baru terbentur terus ngomong ngelantur. Jam menunjukkan pukul tiga pagi, masih ada waktu untuk tahajud. Mungkin saja mimpiku tadi hanya sebagai pengingat kalau Tuhan sedang rindu.

Tamat

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Religi
Cerpen
03:00 AM
Noer Eka
Flash
KONFRONTASI AKAL & RASA
Paulus Renggo
Novel
Bronze
Cinta di Balik Pesantren (Buku Pertama)
Imajinasiku
Novel
Ketentuan Takdir
Nurlela
Novel
Menunggu Bapak Ramadhan Ini
Kifa Ansu
Cerpen
Bronze
Stok Ekstrasabar
Ninik Sirtufi Rahayu
Novel
Gold
Terapi Shalat Tahajud
Noura Publishing
Cerpen
Bronze
Sobrot
Dewanto Amin Sadono
Novel
Pertarungan Ibu Menjelang Subuh
L DARMA
Novel
Dalam Naungan Cinta
Nova
Novel
Zabur
roma dhon
Novel
SYAHADAT BERSAMA SENJA
N. HIDAYAH
Cerpen
Antara pandangan mata dengan hati yang tak sejalan
Ilham Nursyamsi Ardiansyah
Flash
Bronze
Bokir
Maldalias
Cerpen
Bronze
Lelaki Pembelah Bulan
Imajinasiku
Rekomendasi
Cerpen
Kue Buatan Bunda
Noer Eka
Cerpen
03:00 AM
Noer Eka
Flash
Mysterious Email
Noer Eka
Cerpen
Dalam Tidur
Noer Eka
Cerpen
Kisah Pembunuh Berantai
Noer Eka
Flash
Sebuah Lelucon?
Noer Eka
Cerpen
Kursi Pojok
Noer Eka
Flash
Hantu Kesepian
Noer Eka
Cerpen
Beruntungnya
Noer Eka
Cerpen
Gadis di Bus Kota
Noer Eka
Cerpen
Thalasophobia
Noer Eka
Cerpen
LARI!
Noer Eka
Flash
Truth or Dare
Noer Eka
Cerpen
Telepon Iseng!
Noer Eka
Cerpen
Tragedi Berak
Noer Eka