Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Topeng Sakti Cantika
Suka
Favorit
Bagikan
4. SCENE 15-20

INT/EXT. KERETA API — SIANG

CAST : CANTIKA, SANJAYA, LAURA, BEBERAPA FIGURAN (ORANG DALAM KERETA)

Laura, Sanjaya dan Cantika menaiki kereta bisnis tujuan Cirebon. Cantika melamun, melihat pemandangan di luar jendela kereta. Ada orang berlalu lalang. Petugas kebersihan, penumpang yang menuju toilet, dan petugas yang membagikan snack. Sanjaya menerima snack yang diberikan petugas.

SANJAYA
Terima kasih.

Laura menyodorkan snack kepada Cantika. Cantika menggeleng. Lalu kembali berbalik memandang ke luar jendela. Kereta melaju dengan cepat.


CUT TO


EXT. PERKAMPUNGAN — SIANG

ESTABLISHED Suasana perkampungan dengan hamparan sawah di bawah sinar matahari yang terik. Di antaranya ada sungai berarus sedang dengan air jernih. Nampak anak-anak mandi atau sekedar bermain air. Di kejauhan, terlihat pucuk Gunung Ciremai yang diliputi awan putih bersih.


CUT TO


EXT. RUMAH SUPENDI — SIANG

CAST : CANTIKA, SANJAYA, LAURA, NENEK INAYATUN

Sanjaya, Laura dan Cantika sampai di depan rumah Supendi, kakek Cantika. Rumahnya cukup besar namun catnya sudah mulai memudar dan kusam dengan pekarangan luas. Taman bunga yang asri dan terawat dengan baik.

Suasana sepi. Tak nampak ada orang bahkan yang lewat sekalipun. Sanjaya mencari-cari sekiranya ada orang yang bisa ditanyai.

CANTIKA
Ini betul rumah kakek, yah?
SANJAYA
Betul, nak.
CANTIKA
Kenapa ayah bunda baru ngajak aku ke sini?
LAURA
Dulu pernah, sayang. Waktu kamu masih bayi.
CANTIKA
Ooh. Kok lama banget ya.

Sanjaya dan Laura saling pandang.

SANJAYA
Ayah kan sibuk sama pekerjaan ayah. Jadi nggak sempet pulang kampung.
LAURA
Malah ayah lupa jalannya. Khawatir nyasar.

Cantika manggut-manggut. Laura dan Sanjaya senyum kecut. Menyadari kalau keduanya sudah berbohong pada Cantika.

LAURA cont'd
Ayaah, ngomong-ngomong ini beneran rumah kakek kan? jangan-jangan ayah nyasar. kok sepi banget ya.

Dari kejauhan nampak sebuah becak (kendaraan beroda 3, yang dikendarai mirip seperti sepeda/digoes). Kendaraan tradisional ini masih banyak terdapat di Cirebon atau kota-kota di Jawa. INAYATUN (60 tahun, nenek Cantika, masih terlihat cantik, giginya masih utuh). Dia datang dari pasar habis menjual bahan sayuran yang dipanen dari kebunnya. Turun dari becak dan membayar ongkos dengan lembaran uang sepuluh ribu. Kemudian Inayatun melihat takjub pada Sanjaya.

NENEK INAYATUN
Jaya?
SANJAYA
Ibu?

Mereka berpelukan. Saling menangis haru. Laura dan Cantika saling memandang. Karena penasaran, Cantika langsung bertanya.

CANTIKA
Ayah. ini pasti nenek.

Sanjaya dan Inayatun saling melepas pelukannya. Sanjaya mengangguk. Inayatun menoleh lalu bicara lembut.

NENEK INAYATUN
Ini siapa?
CANTIKA
Aku Cantika, nek. Cucu nenek. Nenek pasti nggak inget kan. Kata ayah sama bunda, aku ke sini waktu aku masih bayi.

Mata Inayatun berkaca-kaca. Menatap haru dan tersenyum lalu memeluk Cantika. Melihat Inayatun memeluk Cantika, Laura ikut berkaca-kaca. Lirih dia memanggil mertua perempuannya.

LAURA
Ibu.

Inayatun beralih pandang ke arah Laura. Laura refleks memegang tangan Inayatun dan menciumnya beberapa kali. Inayatun segera menarik kembali tangannya. Lalu berkata.

NENEK INAYATUN
Sudah. Ayo masuk. Kalian semua pasti capek.
SANJAYA
Iya, Bu.

Sanjaya mengambil barang bawaan mereka untuk masuk ke dalam rumah. Ia teringat dengan ayahnya.

SANJAYA
Bapak ada?
NENEK INAYATUN
Ada. Jam segini masih di ladang sama si Dullah.

Tak lama kemudian mereka telah menghilang di balik pintu.


CUT TO


INT. RUMAH SUPENDI/KAMAR SANJAYA — MALAM

CAST : CANTIKA, LAURA, KAKEK SUPENDI

Laura dan Cantika baru saja masuk ke kamar. Laura menyimpan barang-barang yang mereka bawa sembarang.

LAURA
Untuk sementara, kita tinggal di sini.
CANTIKA
(mengangguk) Iya, Bunda.
LAURA
Mudah-mudahan kamu betah ya.
CANTIKA
Emangnnya kalau aku nggak betah, bisa balik ke rumah yang dulu?

Laura tersenyum sembari mengusap kepala Cantika lembut.

LAURA
Yang sabar ya.
CANTIKA
Bunda juga.
LAURA
Bunda betah kok di sini.
(senyum, beat)
Ya udah, bunda tinggal dulu. Mau bantuin nenek di dapur.

Setelah Laura berlalu, Cantika menuju jendela yang masih terbuka, lalu menutupnya karena angin menerpa tubuh Cantika sehingga dia merasa menggigil sesaat.

Usai menutup jendela, tiba-tiba lampu mati. Cantika kaget. Cantika panik kemudian memanggil ayah dan bundanya.

CANTIKA
(teriak)
Bundaa! Ayaah! Lampunya mati.

Tidak ada jawaban. Sambil berjalan di kegelapan, tangannya meraba dinding kamar, mencari saklar listrik. Tapi nggak ketemu.

CANTIKA
(teriak) Bundaa, Neneek! Gelaap.

Saat mencari saklar tiba-tiba tangannya merasa memegang sesuatu yang basah.

CANTIKA
Ih apaan nih?

Dalam cahaya remang-remang yang menerobos dari sela2 jendela dan pintu, Cantika melihat tangannya dipenuhi cairan kental berwarna merah. Cantika langsung berteriak.

CANTIKA
Aaa daraah!

Cantika berlari ke arah pintu. Tapi saat membuka pintu, dia menubruk sesosok tubuh yang lebih besar darinya. Cantika mendongak ke atas dan melihat seseorang berwajah hitam, sosok kakek tua berjenggot tebal. Wajahnya menyeramkan dalam kegelapan. Ternyata dia adalah SUPENDI (Kakek Pendi, Kakeknya Cantika, 65 tahun, berjenggot tebal, semua rambut di kepalanya berwarna putih keperakan).


CUT TO


INT. RUMAH SUPENDI/RUANG KELUARGA — MALAM

CAST : CANTIKA, SANJAYA, LAURA, KAKEK SUPENDI, NENEK INAYATUN, MANG DULLAH

Anggota keluarga bercengkrama. Laura nampak canggung dengan Inayatun. Inayatun menyuguhkan minuman ke meja.

LAURA
Biar saya bantu, bu.
NENEK INAYATUN
Nggak apa-apa ibu aja. Kalian kan tamu di sini, nggak perlu ikut repot-repot.

Laura menggigit bibir. Sanjaya memperhatikan. Laura dan Sanjaya saling bertatapan. Sanjaya memberi isyarat agar Laura duduk di sebelahnya. Laura menurut.

Dari dalam ruangan lain datang Kakek Supendi yang menggandeng Cantika. Mereka berdua kemudian duduk berdekatan.

Muncul MANG DULLAH (45 tahun, tetangga Supendi yang biasa bantu-bantu urusan Supendi termasuk aktifitas menggarap sawah dan ladang).

MANG DULLAH
Assalamualaikum..
KAKEK SUPENDI
Alaikum salam.
MANG DULLAH
Eh lagi ada tamu ya?

Sanjaya menatap lalu menyapa duluan.

SANJAYA
Abdullah?
MANG DULLAH
Iya. Siapa ya?
SANJAYA
Jaya. Sanjaya.
MANG DULLAH
Jaya? Ya ampun, bener ini Jaya?

Spontan mereka saling merengkuh tangan.

MANG DULLAH
Berapa lama kita nggak ketemu. Sampean tambah ganteng aja.
SANJAYA
Bisa aja kamu.
KAKEK SUPENDI
Ramah tamahnya entar lagi.
MANG DULLAH
(senyum) Eh iya pak, maaf. Ini saking kagetnya saya ketemu orang ganteng ini.
(beat) Kamar mana yang lampunya harus diganti?
KAKEK SUPENDI
Kamar tamu.
MANG DULLAH
Baik, pak.

Mang Dullah berlalu. Tiba-tiba Cantika menyodorkan tangannya yang kena cairan berwarna merah dan bertanya pada Inayatun.

CANTIKA
Nenek, ini apaan?
KAKEK SUPENDI
Dia kira itu darah.
CANTIKA
Serem banget tadi. Mirip cerita horor.

Spontan Kakek Supendi dan Nenek Inayatun terkekeh.

NENEK INAYATUN
Itu namanya sirih. Buat gigi nenek.
CANTIKA
Hah? Kok bisa?

Lantas Nenek Inayatun memamerkan sebaris giginya yang masih utuh namun disela-selanga ada warna merah bekas mengunyah sirih. Cantika terpana.


CUT TO


ESTABLISHED RUMAH SUPENDI

Suasana di pagi hari. matahari baru terbit. Capung atau kupu-kupu hinggap di salah satu bunga yang ada di taman pekarangan rumah Supendi. Ia tersorot matahari, lantas terbang ke dahan pohon lain.


CUT TO


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar